"Kalian sudah melaksanakan tugas ku?" Breta masuk ke dalam gudang dan berbicara dengan suara rendah di telepon.
Baru saja dia menyuruh seseorang untuk pergi mengikuti keponakannya ke hutan dan melakukan hal kecil yang dapat mencelakai keponakannya itu.
"Ya. Seperti yang anda suruh. Saya sudah melempar salah satu ular terlatih saya ke gadis itu. Harusnya ular berbisa itu sudah mematuknya dan racun itu akan segera bereaksi" Ucap pria yang menjadi lawan bicara Breta dari telepon.
Dia adalah salah seorang pawang ular yang diutus Breta dan menjadi dalang dari gigitan ular yang dialami Maribel. Jelas semua itu sudah direncanakan. Walau sekilas itu seperti kecelakaan alami ketika berjalan kedalam hutan. Mengingat hewan melata seperti itu bukannya tidak mungkin ditemukan di sana.
Tapi siapa yang tau kalau ular berbisa tersebut dikirim khusus atas pesanan bibinya yang licik.
"Ular tersebut memiliki racun berbisa yang bekerja lambat. Tapi jika dalam sehari penuh dia tidak mendapatkan penanganan, keponakan anda akan mati secara alami karena racun ular"
Breta yang mendengar itu di seberang, bibirnya melengkung tajam tersenyum puas, "Bagus. Kalau begitu, buat dia tidak dapat penanganan yang cepat"
Pria yang tersambung dalam talian tertegun, "Akan saya lakukan. Tapi ingat bayaran yang sudah kita sepakati di awal"
Breta menjilat bibir bawahnya dengan senyum licik, "Soal itu kau tak perlu khawatir. Sekarang juga aku akan mentransfer uang mukanya"
Mendengar itu, pria tersebut mengangguk puas, "Kalau begitu saya akan pergi memeriksa keponakan mu yang sepertinya masih terjebak di hutan"
Biarpun letak hutan tersebut agak jauh dari pemukiman warga, tapi bukan tak mungkin ada beberapa orang yang berputar di dalam sana untuk mencari kayu bakar. Mengingat beberapa warga miskin masih melakukannya alih-alih menggunakan tabung gas yang mengeluarkan biaya.
"Aku mengerti" Breta mengakhiri panggilan dan sinar kepuasan memenuhi matanya.
"Akhirnya, perusahaan ini akan segera kembali jatuh ke tangan ku"
Di sisi lain, pria suruhan Breta telah pergi mengitari hutan tapi tak menemukan jejak gadis yang baru saja di gigit ular itu sama sekali. Sekitar sejam lebih dia mencari, dia juga tak kunjung menemukan batang hidungnya. Seperti itu, dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Breta.
Jam makan siang, Breta pergi bersama Gavin ke salah sebuah restoran barat. Mereka memesan ruang pribadi dan di sana Breta menceritakan rencana jahatnya pada suaminya itu.
"Setelah keponakan ku mati, kau dapat kembali mengambil alih perusahaan seperti sebelumnya" Ucapnya.
Mata Gavin berkilat dengan cahaya kesenangan, "Baguslah. Walaupun memang sudah agak terlambat menyingkirkannya sekarang, tapi tunas yang baru tumbuh memang harus langsung kita patahkan sebelum berkembang menjadi lebih besar dan menjadi tak terjangkau"
Breta mengangguk dengan senyum penuh persetujuan. Saat itu dia mendengar ponselnya berdering.
"Sebentar"
Gavin mengangkat cangkir teh yang ada di atas meja, mengangguk kearah istrinya itu dan menyesap teh oolong pesanannya.
Breta yang baru saja mendengar pembicaraan yang tersambung dalam talian itu, matanya langsung membesar dan berteriak kaget, "Apa katamu?"
"Bagaimana bisa.." Breta menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi wajah yang sangat tertekan.
Dia terus menyimak pembicaraan di seberang.
Gavin meletakkan cangkirnya di atas meja dan matanya mengerut memperhatikan wajah istrinya yang tampak murung tak senang, "Ada apa?"
Breta mengangkat tangannya sebagai isyarat dia akan menjelaskannya nanti. Lalu berbicara melalui talian, "Jika seperti itu, aku tidak dapat membayar mu seperti apa yang sudah kita sepakati sebelumnya"
Tap!
Breta langsung memutuskan talian dengan nafas memburu kesal.
"Sial!"
Gavin agaknya sudah menduga apa itu, "jadi, rencananya gagal?" Ada senyum menyeringai tak puas yang melapisi wajah pria empat puluhan itu.
Breta berdeham malas sebagai tanggapan.
"Yah, tidak masalah. Kita masih memiliki banyak waktu" Ucap Gavin, menghibur perasaan hati istrinya yang buruk.
......................
Sore harinya, Maribel terbangun di atas brankar rumah sakit dalam kondisi kepala sedikit pusing. Mungkin itu karena dia tertidur terlalu lama. Dia mengerutkan matanya yang masih menyimpan jejak kantuk itu dan memandang ke sekeliling. Tidak ada lagi penolong tampan yang berhasil menaklukkan hatinya itu.
Hanya kamar rumah sakit yang hening, penuh jejak aroma obat dan kebisuan.
Maribel menghela nafas kecewa, "Dia sudah pergi"
Salah seorang perawat berjalan masuk kedalam. Tubuhnya sedikit gemuk dan rambutnya terpangkas pendek seperti Dora. Dia adalah satu-satunya perawat yang berkerja di rumah sakit tersebut.
"Anda sudah bangun"
Maribel baru saja memakai jas merah muda miliknya dan melihat seorang perawat sudah masuk kedalam. Maribel mengangguk sopan, "Ya"
"Saya akan pergi melaporkan kalau anda sudah bangun ke dokter Parker, silahkan tunggu sebentar"
"Baik"
Tak lama setelah perawat itu pergi, seorang dokter dengan name tag Parker berjalan masuk kedalam ruang perawatannya. Sepertinya tidak begitu banyak pasien di tempat ini, jadi mereka terlihat sangat luang.
"Bagaimana perasaan anda nona? Apa anda merasakan nyeri di bagian tertentu?"
"Saya baik. Untuk nyeri, saya tidak merasakannya sama sekali"
"Bagaimana dengan betis anda? Apa terasa seperti mati rasa?"
Maribel mencoba menggerak-gerakkan kakinya, "Tidak"
"Baguslah kalau begitu" Parker tersenyum santun, "Saya tidak tau jenis ular berbisa apa yang mematuk betis anda. Tapi penolong anda telah mengeluarkan semua racunnya, jadi anda tidak perlu khawatir. Tapi untuk lebih menyakinkan, anda dapat mengeceknya sekali lagi di rumah sakit kota. Fasilitas di sana sudah jauh lebih memadai dan saya pikir itu perlu dilakukan buat berjaga-jaga"
Maribel tersenyum sopan, "Saya mengerti dok"
"Kalau begitu, anda sudah bisa pergi. Adapun untuk administrasi nya, anda tidak perlu membayar"
Rumah sakit tersebut beroperasi secara gratis karena mendapatkan dana dari pemerintah setiap bulannya untuk membantu warga pedesaan yang perekonomiannya masih sangat kurang. Bekerja di sana pun, tidak mendapatkan bayaran yang tinggi, hanya gaji bulanan dari pemerintah. Sederhananya bekerja di sana, juga lebih seperti menjadi seorang relawan.
Memikirkan itu, Maribel langsung menduga dokter bernama Parker itu sangat murah hati dan sebaik penampilannya.
"Ah, seseorang yang membawaku kemari. Apa dokter tau dia kemana?" Walau kemungkinannya sangat kecil, tapi Maribel tetap berharap dokter itu dapat memberikan jawaban yang memuaskan tapi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Sergiy Karasyuk Lucy S.K.L.
So sweet Thor, inget d novel sblmnya.. Maribel kecil anak paling cantik d skolah mnurut Aldrich 😎❤
2023-03-27
3