Part 14.

Tanpa pikir panjang, Rui menerjunkan diri ke tebing air terjun dengan ketinggian lima meter tersebut. Sungguh, Gadis itu tidak menginginkan hal buruk terjadi pada sahabatnya. Sahabatnya itu sudah hidup terlalu malang di dunia, ia tidak akan membiarkan temannya pergi sebelum menikmati kebahagiaan.

Tindakan Rui yang spontan itu lantas saja membuat lima gadis di tempat itu menjerit sekali lagi mengantarkan kegetiran yang tak terkira. Keily memundurkan diri dari arena sungai, dalam hatinya dijejali perasaan takut jikalau dua gadis yang baru saja melompat dari air terjun setinggi itu nyawanya dalam keadaan bahaya.

Semantara di bawah sana, beberapa menit sebelum Rui menyusul dan tubuhnya menghantam kiloan air di danau yang cukup lebar dan dalam karena ratusan tahun berbenturan dengan air dari atas. Gadis itu, adalah perenang yang hebat, ia pernah beberapa kali memenangkan kejuaraan. Namun nasib sial dayang pada waktu yang tidak tepat. ‘Kutukan tertidur' itu membawanya jauh terperosok ke dasar danau itu. Aesira tidak sadar jikalau ia sudah terlalu mengisi tubuhnya dengan air, kesadarannya semakin berkurang, tubuh kecilnya melayang-layang menuruni jurang danau yang entah berapa meter dasarnya. Nyawa gadis itu sedang tidak baik-baik saja!

“Jeritan kalian terdengar sampai ke perkemahan. Apa yang terjadi?” tanya pembina pada para gadis yang kental sekali tampak khawatir.

“Ae, Ae, Aesira … dia …” salah satu dari mereka menjelaskan dengan terbata-bata.

“Dia bertengkar dengan Keily, maksudku. Keily yang tiba-tiba membuat ulah dengan Aesira. Kemudian saat kami hendak melerai, Keily mendorong Aesira jatuh ke bawah. Rui menolong tapi … tapi mereka berdua tidak juga muncul dari dalam air.” Gadis berlapang dua itu menangis di akhir kata.

Penjelasan gadis itu membawa semua mata yang datang memberikan tatapan menohok pada gadis dengan ekspresi tanpa bersalahnya berdiri di seberang sungai.

Namun, Keily hanya menanggapi satu tatapan yang diajukan Kay. Gadis itu sampai menunduk dengan kaki gemetar. Entah kenapa, ia berpikir, tindakannya kali ini sungguh sangat anarkis.

“Bapak akan menghubungi tim penyelamat. Kalian tetap di sini.”

Pembina perkemahan itu mengambil ponsel di saku, mencari-cari nomor di kolom kontak. Satu pesan muncul dari pusat kehutanan.

“Pak Ady, tidak ada waktu lagi. Keselamatan mereka lebih penting. Saya akan turun tangan mencari mereka,” pinta Kay.

“Tidak, Kay. Ini terlalu berisiko, air bah akan datang dalam waktu lima belas menit dari sekarang. Saya tidak mau ada lagi korban.”

“Pak! Peluangnya bisa saja besar jika kita memulainya dari sekarang.”

Kay berbalik. Pak Ady menarik lengan tangannya cepat agar siswanya itu menenyahkan ide gilanya.

“Saya masih mencoba menghubungi tim penyelamat, kamu tenangkan dirimu, Kay. Aesira adalah atlet renang yang hebat, mereka berdua pasti akan selamat.”

Kay berdecak. “Saya tidak akan tenang sebelum mereka berdua hadir di hadapan saya dengan keadaan baik-baik saja.” Kay menurunkan genggaman tangan Pak Ady di lengannya perlahan. Kemudian, laki-laki bertubuh jangkung itu berlari menurun ke daratan. Kemudian, ia berjalan perlahan menuju danau cukup luas itu. Perlahan, tubuhnya mulai tenggelam. Ia menyelam ke tengah-tengah, namun sungguh tidak mendapati apa-apa.

Kay mencoba memberanikan diri berkembang lebih dalam. Namun, mendadak saja ada sebuah cahaya putih dari bawah yang sangat menyilaukan seperti menarik tubuhnya. Ia mencoba melepaskan jeratan cahaya itu dan berusaha berenang ke atas. Namun, ia gagal, tubuhnya tersedot ke cahaya tersebut dengan tingkat kesadaran menurun.

***

“Kay! Bangun, Kay! Kau mendengarku?”

“Kay! Kau pasti bisa, ayo bangun.”

Lirih suara itu memancing nyawanya kembali. Ia tidak salah dengar, agar itu, adalah suara yang sangat ia kenali. Suara dari seorang gadis yang membuat dirinya entah kenapa berani mempertaruhkan hidupnya.

Silau cahaya tertangkap retina, ia memgerjap perlahan. Samar, bayangan gadis yang sungguh dikhawatirkannya terbentuk nyata di mata. Gadis itu, menangis di hadapannya. Masih dengan keadaan berbaring, ia menoleh ke samping, gadis itu menarik Rui ke pelukannya dengan tangis yang pecah.

“Aku pikir kau mati, Ae!” tukas Rui asal-asalan di sela-sela menangis sedu.

Kay, laki-laki itu tertawa singkat sambil menahan rasa sakit. Ia memaksa hendak bangun. Namun karena keadaanya terlalu lemas, Aesira acap melepaskan pelukannya dan membantu laki-laki itu untuk duduk dengan tetap memegang pundaknya.

“Tempat macam apa ini? Apa kita hanyut ke negara lain?”

Melihat energi Kay cukup untuk menegakkan punggung sendiri, Aesira beralih ke kaki Rui dan mengikatkan telapak kakinya dengan selembar sapu tangan. Saat Aesira menyelamatkan Rui, gadis itu datang dengan keadaan kaki terkoyak, entah apa uang menyebabkannya terluka.

“Ini terlalu dalam, kita harus mencari bantuan untuk mengobati kakiku, Rui.”

Rui mendesis kesakitan.

“Ae, coba kau ceritakan. Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kita bertiga bisa sampai di tempat aneh semacam ini? Terakhir kali, yang ku ingat, di danau tadi aku diseret oleh cahaya.”

“Cahaya?” Kay menolehkan pandangan pada Rui. “Aku mengalami hal yang sama.”

Mereka berdua beriringan menatap Aesira.

“Aku tidak tahu banyak apakah di danau itu ada cahaya yang kalian maksudkan atau tidak. Karena, kutukan tidur itu datang, jadi aku tidak tahu jelas bagaimana kejadiannya. Saat aku tersadar, aku sudah mengambang di bibir pantai ini. Aku mencoba ke daratan dan beristirahat. Tidak lama, dari kejauhan aku melihat sesuatu di tempat yang sama saat aku tersadar. Aku kembali ke sana dan ternyata itu Rui, sahabatku.” Aesira memandang Rui haru sembari tersenyum.

“Aku membawanya ke tepian. Aku mencoba menyadarkannya, namun sekali lagi aku menangkap sesosok di tempat yang lagi-lagi sama. Dan, sosok itu adalah kau, Kay.”

Aesira bergantian menatap pemilik nama yang ia sebutkan diakhir kata.

“Aku sungguh tidak tahu apa yang terjadi di perkemahan selepas Keily mendorongku. Tapi yang jelas, dan aku sangat yakin akan hal ini, kalian berdua berusaha untuk menyelamatkanku dengan menghiraukan nyawa kalian sendiri. Mengambil risiko sebesar ini atas nama persahabatan, ini adalah pengorbanan terbesar dalam hidup. Terima kasih,” ujar Aesira lalu, ia menundukkan kepala.

Rui menarik badannya dan memeluk Aesira sekali lagi ia menepuk-nepuk pundak gadis itu perlahan. Kay yang melihat saja berdeham sekali. Kemudian, Rui melepaskan satu pelukannya dan memberikan isyarat ajakan pada laki-laki itu. Kay mendekat dan merangkul erat dua gadis yang sekarang ia sebut sebagai sahabatnya.

***

Mereka berdua memapah Rui. Sebetulnya, mereka tidak tahu akan kemana. Tempat yang hanya dipenuhi warna hitam ini sungguh membawa pesan yang kurang baik.

Ketiganya sepakat untuk menyamarkan diri dengan menutup sebagian wajah dengan syal, jaket, dan masker yang melekat di pakaian mereka sebelumnya.

“Tetap waspada, kita tidak tahu siapa penghuni tempat menyeramkan ini.”

Aesira menelisik ke sekeliling. Ia mengambil selembar daun berduri.

“Bahkan daun-daun di sini berwarna hitam,” gumamnya.

Kepala Aesira naik, memandang langit berkabut. Ia menarik pandangannya ke samping namun, tetap saja langit terselimuti kabut yang pekat.

“Tertangkap kalian!” teriak seseorang dari arah belakang.

Mereka bertiga yang akan menoleh tetiba ditodong busur panah yang siap melesat ke tubuh mereka jika mereka berani bergerak secenti saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!