Part 6

...⚠️**Awas typo bertebaran!!⚠️...

...Tandai jika bertemu 'TYPO'...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ**...

Layaknya kemarin, hari ini Aesira datang ke sekolah berselang lima menit dari bel masuk berbunyi. Gadis itu berlari di tengah-tengah halaman sekolahnya, menaiki ratusan tangga menuju lantai tiga.

Memiliki rambut berwarna pirang, membuat gadis itu tak sulit dikenali banyak guru yang mulai hilir mudik ke kelas ajar. Sesekali, Aesira menyapa para guru dengan membungkukkan badannya. Tiba di kelas, masih dengan napas menderu, ia melangkah ke mejanya yang sudah hilang entah kemana bersama set kursinya. Ia melirik ke deretan meja kanan mejanya, tepat disana, lima geng nenek sihir yang diceritakan Rui kemarin menatap Aesira dengan pandangan puas karena sekali lagi mereka berhasil mengerjai gadis aneh karena berambut pirang dan tidur seperti putri tidur.

“Ada di rooftop,” ucap anggota geng nenek sihir berambut ikal.

Tanpa basa basi, Aesira menarik diri sebelum bel berdenting. Ia tidak peduli seberapa peluh memenuhi dahinya, juga tak peduli kakinya akan pegal besok akibat banyak berlari hari ini.

Aesira menumpukan kedua tangannya ke lutut, ia mengambil napas sejenak sebelum menaiki tangga dari dua lantai agar bisa sampai ke rooftop.

Dengan semangatnya, gadis itu berlari dengan cepat, derap kakinya mengguncang koridor kelas kakak tingkat. Ia menghiraukan hal itu dan tetap melangkah walaupun menjadi pusat perhatian mereka yang mengintip dari jendela.

Tinggal satu lantai lagi menuju rooftop. Rasanya, Aesira hampir tak sanggup memijakkan telapak kakinya untuk melangkah. Tetiba, bunyi bel mengejutkan gadis itu dan membuatnya harus kembali menghabiskan anak tangga untuk mengambil kursi dan mejanya.

Di tangga terakhir, Aesira mendorong pintu rooftop dengan sisa tenaganya. Di deoan pintu itu, ia terduduk lemas dengan seragam yang sudah basah karena keringat. Mulutnya setengah terbuka karena mengambil oksigen, ia butuh sekali oksigen untuk melepaskan kepenatan di dadanya.

Saat mulai stabil, Aesira mengedarkan pandangan.

“Aish! Seharusnya aku tidak percaya dengan ucapan mereka!”

Aesira menonjok kepalanya pelan. “Kau ini, percaya saja dikerjai!” Ia mendengkus panjang. Lalu, berdiri hendak pergi dari tempat itu. Namun, telinganya samar-samar menangkap suara orang meminta tolong. Aesira menajamkan pendengarannya kembali, mungkin saja apa yang didengarnya hanya halusinasi.

“Tolong!”

Aesira menutup mulut terbukanya dengan telapak tangan karena terkejut jikalau suara itu memanglah nyata.

“Hai, kau siapa? Kau dimana?” teriak Aesira.

“Aku di sini! Tolong! Aku sudah tidak sanggup!”

Aesira berlari ke ujung kanan rooftop. Benar saja, ia mendapati Kay yang bergelantungan di pagar rooftop dengan wajah ketakutan. Aesira mengulurkan tangannya untuk menarik tubuh Kay yang beratnya dua kali darinya. Dengan mengerahkan energi penuh sampai menjerit-jerit, Aesira berhasil membawa laki-laki itu mendarat sempurna di rooftop.

Mereka terduduk bersamaan dengan napas terengah-engah.

Aesira menoleh ke laki-laki itu. “Ini bukan tempat yang cocok untuk bunuh diri, Kay. Akreditasi sekolah ini bisa turun kalau ada kasus siswanya bunuh diri.”

Setelah mengatakan kalimat itu, Aesira teringat kalau ini adalah pertama kalinya ia berbicara pada laki-laki yang sering ia amati di kelas. Ia tidak menyangka kalau hari ini ia berani mengomeli laki-laki itu begitu saja, padahal biasanya ia bisa malu setengah mati hanya karena Kay lewat di depannya.

“Ya Tuhan, Ae. Siapa yang hendak bunuh diri? Aku tadi terpeleset dan terjatuh. Aku tidak akan sebodoh itu mati dengan keadaan konyol!” bantah Kay pada gadis itu.

“Begitu?” balas Aesira merasa bersalah karena menganggap yang tidak-tidak.

Keduanya selama beberapa menit terdiam, suara angin berhembus menemani keduanya bergelut dengan pikiran masing-masing.

“Kenapa kau ada di sini?” tanya mereka bersamaan. Dan itu membuat mereka tertawa kecil.

“Aku mengambil mejaku, tapi tenyata aku hanya ditipu Keily dan teman-temannya,” terang Aesira.

“Kau ini memang polos atau bagaimana? Kenapa kau tidak mengambil meja di gudang saja?”

Perkataan Kay barusan menyadarkan Aesira. Gadis itu merutuki dirinya karena sudah berhasil menyusahkan diri sendiri menaiki anak tangga sebanyak itu tadi.

“Aku terburu-buru, mana sempat memikirkan sampai di situ?” balasnya. Dan ucapan gadis itu membuat Kay tertawa singkat. Melihat Kay tertawa, Aesira menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya. Setelah mengumpulkan keberanian, gadis itu menolehkan wajahnya.

“Kau sendiri, kenapa berada di sini?”

Kau melipat kakinya dan menarik wajahnya ke Aesira. Laki-laki itu tertawa renyah dan menunduk dengan ekspresi seperti orang yang tengah dilanda kecemasan.

“Tiap pagi, tempat inilah yang akan pertama aku sambangi. Bertemu banyak orang membuat diriku diserang kepanikan berlebihan. Di tempat inilah, aku dapat menenangkan diri an sanggup berjumpa dengan orang-orang yang spekulasinya memenuhi otakku. Walau aku sendiri tidak tahu apakah mereka berpikiran negatif tentangku atau tidak, tapi aku selalu dibuat tidak nyaman dengan tatapan mereka yang seolah-olah hal itu menganggu hati dan pikiranku. Juga, berada di keramaian, selalu saja membuatku memikirkan hal-hal buruk yang bisa saja menimpa sewaktu-waktu …,” Kay tertawa. “Padahal, hal-hal buruk itu kenyataanya tidak pernah terjadi.”

Sekarang Aesira jadi tahu kenapa laki-laki di sampingnya ini sering masuk kelas setelah bel masuk berbunyi. Dan jawaban atas pertanyaan itu terjawab sudah.

“Apa kita akan di sini dan tidak mengikuti pelajaran?” tanya Aesira mengingatkan.

“Apa bel sudah berbunyi?” Balik Kay bertanya.

“Sudah lewat lima belas menit yang lalu,” tukas Aesira santai.

“Sial!” umpat Kay. Mereka bangkit dan berlari dengan tergesa-gesa. Aesira memimpin di depan namun, tetap saja kalah dengan langkah kaki Kay yang lebar. Aesira mencoba mengimbangi. Melewati gedung kakak tingkat, mereka kini menjadi pusat perhatian karena langkah kaki mereka yang terdengar nyaring dari dalam kelas. Semua siswa kakak tingkat sekali lagi mengintip Aesira dan Kay berpulang ke kelasnya yang berada di lantai tiga.

Mereka berdua hampir kebablasan dari kelasnya selangkah. Kau membuka pintu dan di depan kelas sudah ada guru mata pelajaran fisika yang menatap mereka berdua dengan mata nyalang.

“Kalian habis mengikuti lagi marathon atau bagaimana?”

“Maaf, Pak. Tadi kami dari rooftop, meja saya dipindahkan ke sana oleh Keily dan teman-temannya,” jelas Aesira apa adanya.

“Meja? Bukankah itu mejamu Ae?” tunjuk guru fisika tersebut.

Aesira menarik kepalanya ke arah yang ditunjuk. Benar saja, di sana sudah ada meja dan kursinya berdekatan dengan meja Rui.

Keily dan ketiga sahabatnya menatap Aesira dengan tatapan mengejek. Mereka bertos diam-diam untuk merayakan keberhasilan mereka mempermainkan Aesira.

“Silakan kalian berdua duduk, bapak akan memberikan tugas ulangan dari Pak Hiroshi di papan tulis. Jadi, kalian silakan persiapkan diri.”

Setelah menuliskan soal, guru piket tersebut mendapatkan panggilan telepon dan izin mengangkatnya di luar kelas.

Terlambat, tidak ada waktu belajar, dan pagi diawali dengan ulangan matematika. Aesira dibuat menyerah dengan kesialan yang bertubi-tubi menimpanya.

Aesira memutar-mutar pensilnya yang terhimpit dua jarinya. Otaknya berkelana mencari jawaban untuk soal di kertas ulangannya. Baru empat soal yang baru ia kerjakan, itu pun dengan rumus asal.

Tetiba, kepala gadis itu menyentuh permukaan meja dengan mata terpejam sempurna. Kutukan yang teman-temannya sebut ‘kutukan putri tidur’ hinggap di tengah-tengah ulangan.

“Ssst! Ae!” Rui mencoba menggoyang-goyangkan kaki kursi Aesira namun, tidak ada respon.

“Aesira!” panggil Rui setengah berbisik.

“Ada yang sudah selesai?” tanya guru fisika yang berjalan dari arah pintu, membuat Rui mengembalikan badan duduk tenang dengan berpura-pura mengerjakan soal. Padahal, gadis itu sudah menyelesaikan sepuluh soal matematika bab logaritma.

“Kalian percaya kutukan?” tanya guru fisika dengan rambut memutih itu sembari menarik lembar jawaban Aesira dari meja.

“Kalau bapak percaya. Ini buktinya,” tukas guru tersebut sambil menunjuk Aesira, dan membuat kelas yang hening berubah pecah dengan tawa.

Bel pergantian pelajaran berbunyi. Semua siswa di kelas itu keluar menuju ruang ganti untuk bermain softball. Sementara itu, Rui masih berusaha membangunkan Aesira yang terlelap dalam ke mimpinya. Mimpi yang terus menghantuinya sampai alam sadar. Mimpi yang di dalamnya terdapat jeritan wanita bergaun hitam dan memiliki sayap gagak raksasa. Wanita tersebut dililit dengan rantai besar hampir di sekujur tubuhnya. Hal paling mengerikan bagi Aesira adalah dikala sayap wanita itu dipotong dan mengakibatkan wanita itu berteriak kesakitan yang amat memekikan pendengarannya. Siksaan yang didapat wanita itu seakan-akan juga menyiksa batin Aesira. Aesira sadar kalau ia tengah bermimpi, tapi entah kenapa ia sulit skelai untuk enyah dari mimpinya sendiri.

Terpopuler

Comments

Aspia Roza

Aspia Roza

Semangat 😎💪

2023-03-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!