Part 3

... Pangeran Udaya berdecak tanpa sebab.

“Tidak! Itu rencana yang bodoh! Kau sendiri tahu, Putri Jazira ini menguasai ilmu dari enam negara. Tentu dia akan langsung menyadari rencanaku! Ash! Sial! Bagaimana aku bisa memenuhi ramalan ayahku agar aku bisa tetap hidup?!”

Melihat Pangeran Udaya yang agaknya sedang berpikir keras, Jazira melipat tangannya dan berkata,”tidak usah berpikir keras untuk mencari cara menikahiku, Pangeran Udaya. Karena sampai kapanpun dan bagaimana pun, aku tidak akan memenuhi ramalan itu. Lebih baik kau membawaku ke air kesembuhan Udaya agar aku bisa menyembuhkan kakiku yang menyulitkan ini!”

“Tidak sebelum kau memenuhi ramalan ayahku!”

“Baik, aku akan mencarinya sendiri dan sepertinya, perjanjian kita bisa saja batal,” ancam Jazira dengan liciknya, membuat Pangeran Udaya mengerang kesal.

“Mungkin tubuhku cacat, tapi tidak dengan otakku!” Jazira tersenyum miring. “Ayo cepat, antar aku ke air kesembuhan!”

Pangeran Udaya mengetukkan tongkatnya ke lantai dan membuat mereka sampai begitu saja ke tempat yang dituju.

“Apa?! Bagaimana air kesembuhan itu mengering?” tanya Jazira yang entah untuk siapa.

“Aku tidak tahu. Mungkin, ayahmu sendiri yang dulu melenyapkan tempat ini.”

Jazira menghempaskan punggungnya ke sandaran sambil mendengkus sebal.

“Kau tahu Putri. Kelumpuhanmu itu adalah kutukan dari kakekmu sendiri karena menentang ibu dan ayahmu bersatu. Mereka berasal dari klan yang berbeda jauh, ibumu dari klan keturunan dewa sementara, ayahmu hanyalah manusia biasa yang ahli dalam berpedang dan memanah.”

“Jangan berlagak tahu tentang latar belakang hidupku!” Kesal Jazira. Ia mendorong kursi rodanya menuju taman bunga yang dipenuhi warna hitam. Namun, ia berhenti karena hendak menyampaikan sesuatu.

“Yang kutahu dari buku yang kubaca, obat dari kelumpuhanku ini adalah air kesembuhan di Negeri Udaya. Tapi sepertinya, takdir tidak mengizinkan untuk sembuh.” Nada ucapan gadis berambut pirang itu melandai.

Pangeran Udaya mengetukkan tongkatnya, dan mereka kembali ke altar singgasana kerajaan Udaya yang sudah rapi dipenuhi kristal hitam dengan para panglima yang gagah perkasa berjajar rapi menyambut kehadiran keduanya. Tidak ada lagi kata porak-poranda di ruangan itu. Tirai-tirai hitam berlenggak-lenggok mengantuk sisi-sisi ruangan. Salam hormat prajurit yang tetap awet muda usai terkurung di dalam portal, menggetarkan hati Jazira. Ia didorong oleh Pangeran Udaya menuju singgasana yang dikelilingi batu ametis hitam-ungu yang berkilauan.

Namun sebelum itu, penasihat kerajaan melantik Jazira sesuai perjanjian para kesatria bagi siapapun yang membuka pintu portal akan mereka jadikan pemimpin. Kesatria Udaya terkenal akan kepatuhan, kebengisan, juga tidak suka ingkar janji. Meskipun mereka tahu, orang yang akan mereka jadikan pemimpin adalah keturunan dari orang yang sudah membuat mereka terkurung puluhan tahun di tempat tanpa nama, tapi bagi mereka, janji tetaplah janji.

Mereka sangat yakin, ramalan Raja Karhu tak akan salah. Gadis berkursi roda ini bukanlah gadis sembarangan dan akan membawa Udaya menuju kejayaan suatu nanti.

Para kesatria dan prajurit yang berkumpul di altar menyeret tongkat mereka mengarah ke langit-langit. Di sana, mereka menyalurkan kekuatan untuk membuka mahkota kerajaan Udaya yang terkunci. Perlahan-lahan, mahkota berwarna hitam keunguan tersemat ke atas kepalanya. Kedua bola mata Jazira terpejam, ia merasakan kumpulan energi yang sangat banyak terserap tubuhnya. Saat mahkota itu berhasil duduk di atas kepalanya, tubuh Jazira terangkat dari kursinya naik tepat di depan jendela besar bermozaik. Kedua tangannya membentang, matanya masih tertutup rapat, cahaya hitam dan ungu berpadu mengelilingi tubuh gadis itu. Gaun putih yang dikenakannnya perlahan berubah menjadi hitam dengan rumbaian manik-manik yang terjuntai panjang. Juga, punggung Jazira tumbuh sepasang sayap dengan warna senada. Semua orang diruangan itu takjub dengan kejadian itu, mereka semua menundukkan kepala dan menyorakkan kalimat kehormatan bagi pemimpin baru mereka.

Saat kedua kaki Jazira menapakkan lantai di depan kursi singgasana, ia membuka matanya yang sudah berubah merah persis seperti orang-orang dari Udaya.

“Kuterima salam kalian!”

“Sumpahku adalah janjiku. Darah terbayar darah, harta terbayar harta, dendam yang terpendam akan terbayarkan!” Jazira mengangkat kedua tangannya. “Kobarkan kembali api para kestaria Udaya!!!” seru Jazira dengan suara kencang. Auman para kesatria Udaya membuncah di altar kerajaan itu.

Sementara itu, Pangeran Udaya dibuat terheran-heran melihat Jazira yang jauh berbeda dengan yang ia temui beberapa menit yang lalu sebelum pelantikan. Aura kebencian di mata gadis itu kontras dengan pakaian yang dikenakannya sekarang. Entah kenapa, ia merindukan sosok Jazira yang selama ini ia awasi dari balik cermin. Jazira yang lemah, suka berdebat, dan sering menangis.

“Sepertinya, mahkota itu membawa pengaruh besar terhadap perubahannya sekarang. dia … seperti bukan sosok yang kukenal. Dia berubah layaknya orang asing. Apa benar di sebelahku ini adalah gadis yang kubawa dari Arsh tadi?”

Jazira mengerak-gerakkan tangannya membentuk pola abstrak. Tak lama binar cahaya menembus ujung istana dan membawa sebuah tongkat dengan panjang sebahu dan di atasnya terdapat sulur yang menangkup bola kristal ungu. Jazira menenggam tongkat itu di tangan kanan dan mengarahkannya ke langit. Kekuatan besar itu seketika menyebar dipenjuru Udaya.

Bangunan-bangunan yang hancur kembali berdiri kokoh, hutan yang gersang perlahan menghijau, di sekeliling perbatasan, benteng-benteng ditinggikan dengan perlindungan mantra, serta para keturuan Udaya yang merupakan penyihir hitam mendapat pesan untuk kembali hidup di Udaya. Semua itu, tentu saja atas campur tangan kekuatan Jazira tadi. Tidak hanya alam yang mendapatkan bagian kekuatan tapi, seluruh kesatria yang berkumpul di altar tersebut juga merasakan kekuatannya bertambah pesat.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

“Kita belum sempat bertukar nama.”

Jazira memutar kepalanya ke samping.

“Apakah itu penting?” ungkap Jazira dengan nada penting.

“Membungkuklah dan ucapkan namaku dengan sebutan ratumu!” sindir Jazira kemudian.

Pangeran Udaya tersebut menghela napas lirih dan mengiyakan perintah gadis itu.

“Maafkan hamba, Ratu.”

“Bagus!” balas Jazira dengan angkuhnya lalu, pergi meninggalkan singgasana entah mau kemana.

“Menjengkelkan! Kenapa gadis itu berubah menjadi lebih menyebalkan?! Sepertinya, mahkota itu mempengaruhi cara pikir gadis itu. Sial! Lalu, bagaimana dengan rencanaku? Oh ayah … bantu aku.”

Tak mau terus khawatir dengan pikirannya, Pangeran Udaya itu mengekor di belakang Ratu Jazira. Mereka berhenti di balkon istana yang menghadap langsung ke pemukiman rakyat yang hening.

“Pangeran Eleazar, kau kuangat sebagai penasihat kerajaan.” Jazira berbalik, Pangeran Udaya yang masih terkejut karena gadis itu mengetahui nama aslinya walaupun ia tidak pernah mengatakannya, membungkuk hormat.

“Amanah ini akan aku jalankan dengan sebaik-baiknya, Ratu.”

Jazira kembali memutar badan memandang hamparan rumah-rumah rakyat yang terpisah aliran sungai di bawah jurang sana.

“Akan kucari cara lain untuk membebaskan gelang kutukanmu itu selain kau harus menikah denganku.”

Pernyataan Jazira tersebut membuat Eleazar menengakkan punggung. Pikirannya menerbitkan perkataan ayahnya dua puluh tahun yang lalu saat ia coba disembuhkan oleh tabib istana akibat gelang ditangannya ang membuat sebagian tubuhnya berubah menjadi seekor naga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!