Part 11

Kedua mata Aesira terus mengikuti Kay yang baru saja masuk melalui pintu sampai laki-laki itu duduk manis di kursi sampingnya. Tidak mau membuat Keily curiga, ia segera menarik pandang dan mengetikkan pesan di ponsel yang berada di pangkuannya.

“Kukira kau sakit? Tapi tampaknya pagi ini kau terlihat berbeda?”

Satu denting notifikasi mampir ke ponsel Kay yang tenggelam di saku jas. Melihat siapa pengirim pesan, Kay tak buru-buru membalas, ia pergi ke kantin untuk berjaga-jaga agar gadis itu tak dapat masalah.

Ting!

“Gelang di tanganku ini menyiksaku. Aku juga tidak tahu sebabnya. Yang jelas, gelang ini tidak mau lepas.”

Aesira menutup mulutnya dengan telapak tangan saking terkejut.

“Bagaimana kalau nanti kita temui pemilik toko aksesoris kemarin? Mungkin dia bisa membantu?”

Ting!

“Aku sudah ke sana tadi malam sembari menahan rasa sakit. Tapi nyata atau tidak, toko tersebut menghilang!”

Aesira hanya membaca pesan Kay yang sedetik lalu terkirim.

“Aneh,” gumamnya lirih. Diletakkanya ponsel dengan casing merah muda itu. Ia sempat melirik ke samping ketika Keily dan tiga sahabatnya keluar dari kelas. Ia sungguh tak peduli pada pandangan jijik yang diterimanya dari gadis-gadis tak berperasaan itu, pikirannya kini sedang mencari cara untuk membantu Kay terbebas dari jeratan gelang terkutuk tersebut.

Aesira menyabet ponsel di meja dan jari-jarinya mengetik beberapa kata di layar. Belum sempat ia menekan tombol kirim, tiba-tiba saja wajahnya diguyur seember stroberi vanila yang langsung membuat setengah badannya lengket dan basah.

“Ini hukuman karena kau berani jalan bersama Kay anak miskin!”

Setelah melempar ember itu dengan keras ke sebelah meja Aesira. Gadis-gadis itu kembali ke tempat duduknya sambil tertawa terbahak-bahak.

Aesira mengusap wajahnya dan segera melarikan diri dari kelas. Karena terburu-buru, gadis itu harus terpeleset dan hal itu membuat semua orang di kelas terhibur dan memberikan tawanya. Gadis malang itu mengangkat kaki dan terus menjejakkan kakinya menapaki ubin menuju luar kelas, batinnya perih menerima perlakuan semena-mena ini.

Kay yang tak segera mendapat jawaban dari Aesira usai pesannya terkirim acap meninggalkan kantin karena khawatir. Setibanya ia di depan kelas, ia melihat sendiri keadaan gadis yang dikhawatirkannya dengan kondisi yang tidak baik-baik saja.

“Ae?” panggil Rui di belakang Kay. Gadis berbando itu mendekati sahabatnya.

“Keily lagi?”

Aesira hanya mengangguk tanpa berekspresi apapun.

“Ayo aku antar ke kamar mandi,” ajak Rui.

Melihat secara langsung pengakuan Aesira itu, tangan Kay mengenal kuat tanpa ia sadari gelang di tangan kirinya itu mengeluarkan binar-binar cahaya merah.

Kaki laki-laki itu menggertak lantai kelas, membuat semua orang memandang takut rona wajah marahnya.

“Membela gadis itu apa gunanya? Lebih baik kau memperbaiki kesalahanmu karena sudah bersama gadis miskin itu!”

Kay mendorong Keily dengan keras ke kursinya. Gadis itu terperanggah, tidak percaya tunangannya itu berani berbuat kasar kepadanya.

“Aku hanya cemburu! Kau itu kekasihku, Kay!”

Kay menepis ucapan Keily tersebut dengan mendengkus. “Kekasih? Kekasih karena bisnis orang tua kita?” Kay memajukan mukanya sembari melipat tangan. “Apa pernah selama ini aku mengakuimu?”

Pandangan sengit muncul sesaat di antara keduanya. Hingga Kay dengan emosi menendang kaki meja Keily, membuat gadis itu berteriak kaget. Kay menyisipkan tangannya ke kedua saku celana dan duduk santai di kursinya dekat jendela. Sesekali, mata laki-laki itu menatap naas area meja Aesira.

“Entah kenapa, aku tidak bisa melindungi gadis itu …”

...----------------...

Syukurlah Rui meminjamkan seragam olahraganya sebagai ganti kalau tidak, tentu ia akan merasakan lengket seharian.

“Memangnya … selain kita belajar kelompok sebulan yang lalu, kau benar jalan dengan Kay?”

Aesira merapikan kaos olahraga itu sembari mengeluarkan diri dari pintu toilet. “Aku hanya tidak dengan bertemu dia yang bersedih di tepi jalan, makanya aku menghiburnya dengan mengajak ke taman bermain.”

“Apa kau tidak bisa menahan diri untuk tidak mengajaknya?”

Aesira menghentikan tangannya yang melipat pakaian kotornya.

“Spontan.”

Udara panjang keluar dari lubang hidung Rui. “Kau ini memang suka sekali menyusahkan diri! Kau tahu kan kalau posisimu setelah berjalan bersama Kay tidak akan aman di sekolah?”

Aesira tertawa kecil. Dan melanjutkan mengemas pakaiannya ke dalam paper bag yang dibelikan Rui.

“Agaknya … kali ini aku tidak bisa tinggal diam? Gadis itu harus sesekali diberi pelajaran,” tukas Rui sembari menoleh ke Aesira yang mendadak lemas lalu, jatuh ke lantai.

“Ae!” teriak Rui. Ditepuk-tepuknya pipi gadis itu memastikan apakah gadis itu pingsan atau tertidur.

Gadis itu terdengar mengigau dengan berteriak. Rui mengelus dada. “Syukurlah dia hanya tertidur.”

Rui melirik kanan kiri, pun keadaan di luar kamar mandi hening menanjak bel masuk berbunyi.

“Sial!”

Rui meraih paper bag lalu mengantungkan ke lengan, perlahan ia mendirikan tubuh temannya yang lemas itu lalu, mengalungkan tangannya ke pundaknya. Dengan kepayahan, Rui menyeret kaki temannya agar bisa hengkang dari lantai kamar mandi. Keluar dari pintu kamar mandi, Rui mendapat pertolongan dengan kehadiran Kay.

“Mau membantu ‘kan?” tanya Rui dan spontan saja menyerahkan Aesira ke pelukan Kay. Padahal sebelum Rui menanyakan hal itu, Kay hendak membantah dan memberikan sedikit argumennya dengan berpura-pura tidak sengaja lewat namun, pada intinya ia memang akan menolong dengan terhalang gengsi yang tinggi.

“Ae hanya tertidur, gendong saja dia ke tempat perawatan sekolah, agaknya dia juga kelelahan karena membuat banyak pesanan kue tadi malam.”

Tanpa mau mendengar celoteh Rui lagi, Kay menarik Aesira ke gendongannya.

Perlahan dari mimpi buruknya, Aesira seperti kembali dan mendengar detak jantung seseorang. Gadis itu mengerjap dengan napas seprrti tertarik. Matanya terbuka lebar dan mengetahui sosok wajah yang sungguh ia kenali.

“Kay?!” Sontak saja, gadis itu terkejut dan meloncat jatuh dari gendongan laki-laki tersebut.

Namun, setibanya punggung gadis itu menabrak ubin sekolah, mendadak saja ia kembali ke alam mimpi.

“Apa tadi Ae terbangun?” tanya Rui yang berbalik ke belakang.

“Gadis ini memang aneh! Tadi dia bangun dan terkejut ketika melihatku lalu, dia jatuh dan tidur lagi.”

Rui menggosok dagunya. “Tidak seperti biasanya Ae dapat bangun secepat itu ketika tertidur. Apa … apa itu karena kau menggendongnya? Maksudku, kau tahu dongeng putri tidur bukan?”

Rui menjeda ucapannya. “Mungkin kau ditakdirkan untuk menjadi pangeran bagi Aesira guna menyingkirkan kutukan tidurnya?” tebak Rui.

“Coba kau gendong lagi anak ini.”

Kay mengenggam tangan Aesira beberapa detik.

“Ae bangun, Ae. Kau pasti bisa melewati mimpi burukmu,” gumam Kay dalam hati.

Seketika, gadis itu bangun dengan sendirinya.

“Apa baru saja tadi ada orang yang memintaku untuk bangun?” tanya Aesira sembari menghinggapkan seluruh nyawanya.

Rui dan Kay saling melempar pandang. Dalam mata Rui ia mengatakan,”apa sekarang kau percaya kalau apa yang aku ucapkan tadi nyata, Kay?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!