Tanda Tanya

Episode 8:

Pagi menyapa. Sinar matahari memaksa ku membuka mata ku yang masih setia terpejam karena masih mengantuk dan sangat kelelahan akibat aktivitas kantor ku.

Perlahan, aku mulai memperlihatkan bola mata ku yang berwarna hitam pekat itu. Aku perlahan meninggalkan tempat tidur ku menuju ke kamar mandi.

Setelah selesai bersiap dan sarapan bersama kedua orang tua ku, aku menjalankan aktivitas seperti sebelumnya, yaitu pergi ke kantor menggunakan taksi. Berhubung papa tidak mengizinkan ku menyetir mobil, jadi setiap hari aku harus memesan taksi online untuk berangkat ke kantor.

Di tengah perjalanan, entah mengapa tiba-tiba aku merasa sangat haus. Jadi aku meminta supir taksi tersebut untuk menurunkan ku sebentar di supermarket yang kami lewati, untuk membeli air mineral.

" Pak, berhenti di sini sebentar ya! saya mau beli sesuatu sebentar, bapak jangan ke mana-mana dulu." Tak lama supir taksi tersebut menghentikan mobilnya tepat di depan supermarket yang ada di seberang jalan.

" Baik mbak." Aku pun langsung turun dan menuju supermarket tersebut.

Kini aku sudah berada di supermarket dan mencari air mineral yang ku maksud, aku juga mencari beberapa cemilan dan tisu, agar belanjaan ku tidak terlalu sedikit.

Di rasa cukup, aku segera ke kasir untuk segera membayar barang belanjaan ku.

" Sayang kamu janji kan bakalan tanggung jawab dan akan nikahin aku." Tanya seorang wanita terdengar manja, yang tak lain adalah pengunjung supermarket tersebut. Namun bukan itu yang membuat ku terkejut, melainkan suara laki-laki yang bersama nya, mungkin pasangan dari perempuan tersebut. Dan menurut ku suara tersebut tidak asing bagi ku.

" Iya nanti aku ngomong dulu sama papa kamu ya." Jawab nya begitu mesra. Namun saat aku menoleh ke asal suara, sayang nya mereka sudah berlalu, hingga yang terlihat hanya punggung mereka. Tapi ada yang membuat ku ingin tau, siapa sosok laki-laki tersebut. Bagaimana tidak, jika di lihat dari belakang, seperti nya aku mengenal sosok tersebut, apa lagi dari cara dia berjalan serta postur tubuhnya, mirip sekali dengan seseorang.

Tapi aku tidak ingin berfikir negatif dan menuduh tanpa ada nya bukti yang kuat. Bisa saja mereka hanya mirip saja dari segi suara atau pun bentuk tubuh.

Aku menepis jauh-jauh perasaan curiga yang tak ada bukti ini, dan kembali melanjutkan perjalanan ke kantor.

***

Di kantor.

Mbak Ita dan Arya pun sudah datang lebih dulu dari aku.

" Pagi mbak Ita!. Pagi upil!." Sapa ku kepada mbak Ita dan Arya.

" Elah. Pagi-pagi julukan nya gak enak banget di denger." Protes Arya.

" Lah. Lo pan emang upil. Terus gue harus panggil apa?. Ingus gitu?." Tambah ku. Sontak membuat Arya semakin kesal.

" Lo ni ya. Tambah parah dong kalau gitu!. Babang ganteng atau pangeran gitu, kan enak di dengar nya." Sambil menaik- naikan alisnya.

" Halah. Pangeran-pangeran. Pangeran kodok kali ah." Cibir ku. Aku pun langsung berlalu meninggalkan mereka dan beralih duduk di kursi ku.

" Lo pada ni ya, sehari aja nggak berantem, kayaknya gak idup gitu!." Tambah mbak Ita yang jengkel melihat tingkah kami berdua yang setiap hari selalu adu mulut.

" Ya elah mbak, kita kayak gitu berarti kita itu saling sayang." Celetuk Arya.

" Saling sayang kepala Lo peyang. Ngapain gue sayang sama Lo?, ih jijai." Sahut ku ala-ala anak alay.

" Ya elah Nay, gitu amat Lo sama gue. Emang Lo gak sayang sebagai sahabat?. Berarti selama ini gue doang dong yang sayang sama elo dan menganggap Lo sahabat terbaik gue, tapi Lo nya enggak." Mendadak Arya menjadi melow, membuat ku merasa bersalah telah berkata begitu. Mungkin ucapan ku terlalu kelewatan hingga membuat dia tersinggung begitu.

" Yah pil, maafin gue ya. Gue kan cuma bercanda, masak Lo anggap serius sih. Kita kan udah biasa bercanda!. Maafin gue ya!." Ucap ku dengan bersungguh-sungguh, namun tiba-tiba Arya tertawa terbahak-bahak. Aku yang paham maksud tawanya itu, menjadi sangat kesal.

" Ihhhhs. Lo ya." Geram ku.

" Iya maaf-maaf. Tapi beneran kok, kalau gue itu sayang banget sama Lo bukan hanya sebagai sahabat, tapi juga saudara. Gue udah anggap Lo sebagai saudara." Ulang nya. Kesal ku berubah menjadi haru. Padahal selama ini kami sering cekcok dan adu mulut, meskipun tak sampai berlarut-larut, tapi aku tak menyangka Arya sangat menyayangi ku, dalam artian sebagai sahabat.

" Udah sayang-sayangan nya?. mbak nggak di libatin di sini. Merasa dunia milik berdua, iya?." Bukannya merasa bersalah, aku dan Arya malah tertawa mendengar ucapan mbak Ita, karena memang kami tau, mbak Ita tidak sungguh-sungguh. Kami memang selalu begitu, terlihat jarang untuk bicara sungguh-sungguh, meski begitu, persahabatan kami tidak pernah ada masalah sedikit pun.

Tiba-tiba mbak Ita mendekat pada ku, dia meraih kursi nya dan mendengarkan nya tepat di samping ku.

" Eh Nay, embak mau cerita sama kamu." Ucap nya frontal.

" Cerita apa mbak?." Tanya ku tak sabar menunggu lanjutan nya.

" Suami embak udah pulang loh." Jawab nya sambil tersenyum malu.

" Yang benar mbak?." Tanya ku kaget bercampur bahagia. Mbak Ita hanya mengangguk sambil tersenyum malu.

" Wah, aku ikut senang ya mbak. Akhirnya setelah sekian purnama menunggu, akhirnya mas Indra datang juga."

" Apaan sih Nay!." Mbak Ita masih terlihat malu-malu. Wajah nya terlihat sangat bahagia.

" Kapan pulang nya mbak? terus gimana penampilan nya sekarang? pasti lebih ganteng ya mbak? dapat hidangan panas dong malam tadi?." Cerca ku dengan banyak pertanyaan.

" Apaan sih Nay. Gimana mbak jawab nya kalau nanya gak ada rem nya gitu." Cetus mbak Ita.

" Ya maaf, habisnya penasaran banget." Bela ku.

" Iya, mas Indra udah pulang dua hari yang lalu, dan kemungkinan dia nggak balik ke sana lagi, dia mau pindah tugas di sini aja, kata nya supaya lebih dekat sama istri dan anak."

" Oh gitu. Pasti sekarang lagi bahagia banget ya mbak?."

" Ya mau jawab apa lagi selain itu." Tampak senyum bahagia tercetak jelas di wajah cantik nya. Aku juga bisa merasakan betapa bahagianya mbak Ita sekarang ini.

Tiba-tiba aku teringat akan kecurigaan ku tadi pagi saat berada di supermarket. Aku berniat untuk menanyakan nya kepada mbak Ita, mungkin lebih tepatnya bercerita dan meminta pendapat.

" Mbak!."

" hemm." Mbak Ita pun sontak menoleh pada ku. Aku masih ragu-ragu untuk bercerita tentang hal ini kepada nya.

" Emmmm,,, gak jadi deh." Aku berfikir untuk mengurungkan niatku.

" Udah gak usah sungkan gitu, kayak sama siapa aja." Gumam mbak Ita.

Aku berfikir kembali, menimbang-nimbang pikiran yang berkecamuk di hati. Tanda tanya yang membuat ku bingung, harus percaya pada hati atau penglihatan yang belum jelas ini.

" Emmmm,,,,,,." Aku kembali bergumam, menyatukan dua ujung telunjuk ku karena grogi yang melanda.

" Apa?, kalau mau nanya, nanya aja!." Tegur nya, seakan tau apa yang akan aku sampai kan.

" Eeeeeee,,,,,,! tapi mbak jangan marah ya." Ucap ku was-was.

" Iya, dengar aja belum. Apa coba yang harus di marahin." Tukas mbak Ita.

" Ka-lau seandainya mbak Ita lihat orang yang mirip sama mas Indra, tapi lihat nya dari belakang, terus dia lagi jalan sama cewek lain dan mbak dengar kalau mereka membicarakan tentang masa depan. mbak bakal ngelakuin apa?." Tanya ku ambigu.

" Maksud pertanyaan kamu itu mengarah ke mana sih?. Kamu emang beneran lihat mas Indra jalan sama cewek lain, atau jangan-jangan,,,,,,!." Pertanyaan nya terjeda, dia seakan paham tentang arah pertanyaan ku tersebut. Sontak aku langsung mengangguk mantap, membenarkan yang di katakan mbak Ita.

" Hahh. Yang benar?." Mbak Ita terlihat sangat terkejut mendengar pengakuan ku. Dan lagi-lagi aku menjawab dengan anggukan, namun kali ini sangat lemah.

Terpopuler

Comments

🤗🤗

🤗🤗

🌹🌹 biar tambah semangat beb

2023-04-15

1

ig : @tuan_angkasaa

ig : @tuan_angkasaa

lanjut thor, jgn lupa mampir ya

2023-02-21

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!