Episode 4:
18+
Adegan ini terasa semakin panas ku rasakan. Refleks aku memejamkan mata merasakan sensasi yang luar biasa ini, tubuh ku mulai menegang saat jemari tangan nya menyelinap masuk kedalam kemeja ku. Kecupan nya turun menjelajah setiap jengkal leher ku, membuat ku mengerang, tapi tiba-tiba,,,,,,.
Tok Tok Tok.
" Kanaya kamu di dalem?, kok lama banget, kamu gak papa kan?." Seru mbak Ita yang mengagetkan ku.
Aku tersadar dan membuka mata ku. Tiba-tiba aku sudah tidak menemukan lagi keberadaan pria tersebut di dalam toilet. Aku berdecak heran dengan kepergian nya yang secara tiba-tiba itu, namun ku tepis dulu perasaan ku, karena sedari tadi mbak Ita sudah menggedor pintu dan memanggil nama ku entah berapa kali.
" Iya mbak, aku gak papa. Sebentar ya aku bukain pintu nya." Ucap ku dari dalam toilet.
Aku pun segera membukakan pintu untuk mbak Ita.
Cklekk
" Kamu tuh, dari mana aja sih?. Ke toilet kok lama banget, wasir apa sembelit sih." Omel mbak Ita.
" Ihh, si embak. Jorok ah mbak, kaya gitu di bilang-bilang." Rutuk ku.
" Ihhh dia jijik, kalau gak boker aja, sakit baru nyahok kamu." Timpal mbak Ita, membuat ku berdecak kesal.
" Lagian ngapain sih mbak nyariin aku?, kangen ya!." Ledek ku. Kini gantian mbak Ita yang merasa kesal pada ku.
" Lagian siapa sih yang cariin kamu, nih handphone kamu dari tadi bunyi terus, ketinggalan di atas meja. " Ucap nya sambil menyodorkan ponsel kepada ku. Aku pun menerima ponsel ku dan mengambil dari tangan nya.
" Siapa?." Tanya ku.
" Liat aja sendiri, pasti kamu berbunga-bunga lihat nya." Ucap mbak Ita.
Aku pun melihat nama yang tertera di layar hp, dan benar saja aku langsung tersenyum kala melihat nama itu.
" Dion!!." Ucap ku.
" Nah tu kan, mulai deh lebay nya." Ejek mbak Ita sambil memcebik. Aku tak menjawab ucapan mbak Ita karena fokus dengan layar ponsel.
*****
Aku dan mbak Ita berjalan menuju meja kerja kembali, sedangkan aku sibuk memainkan handphone ku sambil berjalan untuk membalas pesan Chet dari Dion kekasih ku.
" Woy, kalau jalan pakai mata jangan pakai hp." Celetuk Arya yang tiba-tiba menegurku.
Aku langsung menoleh pada nya.
" Kalau jalan ya pake kaki upil, masa pakai mata, bisa pecah mata gue." Sambung ku.
" Ye ni anak di bilangin malah bilangin gue balik. Eh kalau pakai kaki doang, serem tau, masa kaki gak ada tubuh nya. Hiii." Ucap Arya sambil bergidik.
" Gue gak bilang gak pake tubuh ya, gue bilang pake kaki. Lagian kaki udah punya mata, ngapain pake mata lagi. Mendingan mata Lo- Lo donorin, atau enggak di jual noh, entar duit nya Lo kasih deh ke gue." Jawab ku asal.
" Ngapain jadi bawa-bawa mata gue?. Elo tuh yang harus donorin mata, sedekah Sono biar dosa-dosa elo ke gue itu berkurang." Umpat nya kesal.
" Idih, sejak kapan gue punya dosa sama lo!, Lo harus nya bersyukur punya temen kayak gue, udah cantik, baik hati dan tentunya tidak sombong." Kami terus berdebat tidak henti-hentinya.
" Udah-udah. Kalian nih kenapa sih, kalau ketemu berantem terus, gak pagi, gak siang, gak malem, gak subuh. Ada aja bahan buat berantem, heran gue." Kesal mbak Ita.
" Dia tuh!." Tunjuk ku dan Arya bersamaan.
" Kok gue?, elo tuh." Kesal ku.
" Elo." Ucap Arya.
" Elo."
" Elo."
" Ishhh. Elo."
Tidak ada yang mau mengalah di antara kami, perdebatan kami seakan tak henti-hentinya, membuat yang mendengar merasa risih. Karyawan lain hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala memandangi kami yang saling bertengkar. Mereka menganggap ini sudah biasa kami lakukan, jadi ekspresi wajah mereka biasa-biasa saja.
Kecuali mbak Ita yang selalu terganggu dengan pertengkaran kami. Acap kali dia juga yang melerai pertikaian kami.
" Stooooooop!." Teriak mbak Ita lantang, membuat kami semua terdiam begitu pun para teman karyawan lain.
" Apa sih mbak?. Jebol ini telinga ku mbak." Protes Arya yang membuat mbak Ita menatap tajam ke arah nya.
" Idih mata nya keluar. Ngeri!." Ejek Arya lagi. Aku langsung menyentak perut Arya dengan keras, sehingga sang pemilik kesakitan.
" Argh... Sakit tau Nay." Protes Arya.
" Elo gimana sih, orang lagi marah malah di ledekin." Ucap ku berbicara dengan gigi di rapat kan sambil tersenyum kepada mbak Ita.
" Maaf mbak. Tau nih temen nya lutung kasarung, gak bisa diem. Di mana-mana selalu di angep rumah nya yang selalu berisik." Kata ku sambil nyengir kuda.
" E,,, buset. Di kira kita kera sakti apa." Celoteh Arya.
" Bisa diem gak?, kalau enggak gue aduin ke pak Haris nih." Ancam mbak Ita.
" E,,, Jangan-jangan mbak." Ucap ku dan Arya hampir bersamaan.
" Kita janji gak ribut lagi deh." Ucap ku setengah memohon.
" Kita nyambung nya pas jam istirahat aja deh mbak." Sambung Arya yang membuat ku melotot ke arah nya.
" Ya udah. Sekarang kerja, dan jangan berdebat lagi." Perintah mbak Ita yang di sambut anggukan oleh kami berdua hampir bersamaan.
****
Di meja kerja, aku kembali mengeluarkan ponsel ku, menyambung chetan yang tadi tertunda karena perdebatan kecil. Aku membalas pesan Chet via wa dari Dion sambil tersenyum-senyum sendiri.
Dion
( Hay sayang, apa kabar? aku kangen banget sama kamu.)
Kanaya
( Hay juga sayang nya aku. Kabar aku baik, aku juga kangen banget sama kamu, malah berkali lipat.)
Dion
( Kamu bisa aja bikin aku makin kangen. Oya sayang, besok aku pulang loh, kamu mau aku bawain apa?.)
Kanaya
( Yang benar sayang?. Ah aku seneng banget akhirnya kamu pulang juga, gak papa sayang, gak usah bawa apa-apa juga aku udah seneng. Aku cukup di bawain cinta kamu aja aku udah seneng.)
Dion
( Oh ya udah deh kalau kamu gak mau apa-apa. Kalau cinta udah pasti gak akan lupa atau ketinggalan.)
Kanaya
( Ya udah, makasih ya sayang. Besok aku tunggu di rumah aja ya, soal nya besok aku sibuk banget. Dah sayang, muuuuah.)
Aku langsung menaruh kembali ponsel ku di atas meja, aku jadi senyum-senyum sendiri sangking bahagia nya karena besok orang yang aku tunggu akhirnya pulang juga setelah dua bulan kerja.
" Woy. Senyum-senyum sendiri lagi. Gak takut kesambet." Lagi-lagi suara mbak Ita yang mengagetkan ku.
" Embak ih, demen banget ngagetin. Entar kalau aku jantungan gimana?." Protes ku kepada mbak Ita.
" Elah ngambek. Lagian senyum-senyum sendiri, kenapa? naik pangkat, atau dapet bonus kamu?." Tanya mbak Ita asal.
" Lebih dari itu mbak. Besok Dion pulang." Ucap ku girang.
" Hah yang bener?." Tanya mbak Ita kaget. Aku pun mengangguk semangat mengiyakan pertanyaan mbak Ita.
" Cie yang besok bakal kangen-kangenan." Ledek mbak Ita.
" Ihhh apaan sih mbak." Aku pun tersenyum malu.
" Tapi kalau dia tau kamu gak perawan lagi gimana?." Bisik mbak Ita dengan nada mengejek.
" Embak, bercanda nya jangan kelewatan ah." Kesal ku. Tapi entah mengapa hati ku seakan membenarkan perkataan mbak Ita, meski dia sebenarnya hanya mengejek ku. Bersamaan dengan itu pula, tiba-tiba saja aku teringat pria tampan yang berada di toilet bersama ku tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments