bab 04

Pagi itu Ara sedang bengong setelah bangun dari tidurnya, bahkan setelah mandi pun gadis itu tetap saja bengong, ketika menyisir rambut, memakai make up, baju atau melakukan aktivitas lainnya dia seringan banyak bengong seperti tengah kesambet setan di pagi hari.

" Gue mimpi nggak sih tadi malam itu, tapi kalau mimpi kok berasa banget ya … tapi kalau nyata, kayaknya nggak mungkin deh." 

Rupanya yang mengakibatkan gadis itu banyak bengongnya di pagi yang cerah ini ternyata sedang memikirkan kejadian tadi malam di mana dirinya tidak ingat apapun, hanya saja samar-samar ingatannya sedikit jelas namun ia sendiri tidak yakin apakah itu mimpi atau nyata tentang di mana bibirnya diemut oleh Varo. Karena sedikit mabok sehingga Ara agak melupakan kejadian tentang tadi malam. Bangun-bangun dirinya sudah berada di kamarnya, bahkan dia lupa siapa yang membawanya pulang dari klub. Apakah Nisya sahabatnya? Atau bisa jadi bibinya, dan atau mungkin saja seperti yang dia pikirkan saat ini, yaitu Varo. 

" Ah tapi kayaknya nggak mungkin deh kalau Paman Vari sampai mencium gue, menjemput gue saja rasanya tidak mungkin, ada-ada saja." 

Ara memukul kepalanya sambil tertawa kecil, dia pun menggeleng-gelengkan kepala karena tidak mungkin jika Varo yang menjemputnya di klub dan bahkan sampai melakukan hal yang tidak mungkin terjadi seperti mencium bibirnya itu. 

Walaupun rasanya sangat begitu nyata bahkan bibirnya terasa agak sedikit bengkak. Namun Ara selalu untuk tidak berpikir yang bukan-bukan, karena menurutnya itu sangat mustahil. Toh Varo selama ini tidak pernah melirik dirinya, apalagi sampai tergoda dan lebih tepatnya Varo adalah tunangan dari bibinya, jadi tidak mungkin laki-laki itu mau melakukan hal yang tak senonoh seperti itu mengingat akan kesetiaan Varo terhadap bibinya tersebut. 

" Ya sudahlah jika ini memang mimpi aku tidak akan pernah melupakannya seumur hidup," ucapnya dia pun memakaikan bibirnya itu dengan lipstik berwarna merah muda. 

Cara mencoba untuk menelepon sahabatnya menanyai tentang kejadian semalam Karena dia sama sekali tidak ingat. 

" Tumben sekali anak ini nggak dijawab telepon dari gue, masih molor?" Heran Ara karena biasanya sahabatnya itu walaupun sedih tidur Seninnya apapun pasti akan terbangun jika mendengar suara handphonenya berdering. Apalagi jika yang memanggil adalah dirinya.

" Aneh banget." Karena kesal adapun tak ingin lagi menelepon sahabatnya itu dia pun bangkit dari tempat duduknya yang tengah berhadapan dengan kaca riasnya kemudian dia keluar dari kamar. Ara berjalan pelan-pelan takut akan bertemu dengan bibinya dan pasti ceramah tujuh hari tujuh malam tidak akan kelar. 

" Ngapain kamu jalannya pelan-pelan begitu?" 

Sontak Ara menghentikan langkahnya kemudian dia membalikkan tubuhnya perlahan lalu me nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. 

" Eh Bibi, hehehehe. Selamat pagi," siapanya dengan tawa yang dibuat-buat. 

Nuri melipat kedua tangannya di dada menatap tajam Ara, hingga gadis itu bergidik ngeri melihatnya. 

" Duh mampus gue, tanduk Bibi sudah keluar gimana dong?" Batin arah dalam hati dia tak sampai berani menatap wajah amarah dari bibinya. 

" Tahu sekarang apa kesalahanmu, hem …" 

" Hehehehe, bisa nggak nanti aja ceramahnya. Laper banget, mau makan dulu," ucap Ara takut-takut. 

Dia sudah sangat lapar akibat tadi malam tidak sempat makan sehingga pagi ini perutnya sudah sangat keroncongan dan niatnya ingin diam-diam mengambil makanan lalu membawanya ke kamar tapi bibinya itu sudah mengintai dirinya san rencananya pun gagal. Sambil nyengir bak kuda yang memperlihatkan deretan gigi. Ara melangkah mundur perlahan hendak menuju ke dapur. 

" Nggak ada sarapan pagi ini, kalau mau sarapan masak sendiri. Itu hukuman buat kamu," tegas Nuri kemudian dia meninggalkan Ara yang berdecak kesal sambil menghentakkan kakinya. 

" Bibi nyebelin, kan Ara laper Bi. Ara gak bisa masak," teriak nya ingin mewek. Tetapi Nuri acuh dia malah meninggalkan keponakannya itu. 

" Yah Bibi pergi, makan apa dong apa dong pagi ini. Mana laper banget." Arah melangkah menuju kulkas dia membuka lemari dingin itu dan melihat apa yang bisa ia makan untuk sarapan pagi ini. 

" Yah cuma ada susu sama roti doang. Yaudah deh, daripada mati kelaparan." 

Ara membawa sekotak susu dari dalam kulkas kemudian membawanya kemeja tak lupa mengambil gelas. Sementara roti tawar sudah ada di meja. Ara pun membuka plastik roti tersebut kemudian mengambilnya satu dan langsung menggigitnya begitu saja tanpa harus memberi selai coklat ataupun selai strawberry yang ada di meja itu. Saat dia hendak minum susu terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga sontak membuat Ara menoleh. 

Dia membulatkan matanya bahkan sampai tersedak susu yang ia minum melihat sosok laki-laki yang sangat ia kenal sedang menuruni anak tangga. Laki-laki yang sudah membuatnya begitu banyak melamun di pagi ini.

" Paman menginap di sini?" Tanyanya setelah laki-laki itu sudah berada di dekatnya bahkan duduk satu meja di hadapannya. 

Wajah Ara seketika langsung merah mengingat kejadian semalam di mana Varo yang tengah mencium lembut bibirnya bahkan Ara sampai menikmatinya, walaupun itu hanyalah mimpi tetapi Ara menganggap jika semua mimpi indah itu adalah kenyataan. 

" Kamu cuman makan ini doang?" Tanya Varo mengerutkan keningnya melihat Ara  yang cuma makan hanya dengan roti dan segelas susu saja. 

" Emmm, Bibi jahat Bibi nggak mau bikinin sarapan untuk arah jadi arah makan ini aja deh daripada mati kelaparan," ujarnya dengan wajah melas. 

Varo ingin sekali tertawa, namun ia mencoba untuk menahannya. " Emangnya kamu nggak bisa masak?" 

" Kalau bisa pun, nggak mungkin juga 'kan, Ara cuma makan sarapan ini doang," keselnya. Padahal sudah tahu jika dirinya tidak bisa memasak lalu untuk apa lagi bertanya. 

" Dasar manja, kapan kamu mandirinya?" Varo mengacaj rambut Ara kemudian dia bangkit dari duduknya dan melangkah menuju ke arah dapur. 

" Isss, apaan sih." Ara merapikan kembali rambutnya, dia sedikit merona karena baru pertama kalinya laki-laki itu menyentuh kepalanya. 

Sesaat kemudian Ara membulatkan matanya melihat Varo yang tengah memakai celemek lalu mengambil bahan-bahan di kulkas kemudian laki-laki itu dengan serius mencuci tomat dan juga salada. Ara kembali terpesona melihat ketampanan dari laki-laki dewasa itu, sungguh sangat sempurna sekali seakan tak memiliki kekurangan apapun. Sudah tampan, memiliki tubuh ideal, kaya raya dan juga pandai memasak sungguh sangat bahagia sekali jika menjadikan laki-laki ini suami, pikir Ara. Dia pun berjalan menghampiri Varo yang tengah membuat sandwich untuk sarapan paginya.

" Paman maunya jadi suami Ara?" Ucapnya tiba-tiba sontak membuat Varo menoleh.

" Memangnya jadi Paman saja tidak cukup?" Ujar Varo, dia kembali memanggang daging untuk isian sandwich.

" Enggak, karena Ara cinta sama paman. Jadi Ara ingin Paman menjadi suaminya Ara," ucap Ara tanpa malu sama sekali. 

Baru menghentikan kegiatannya sejenak kemudian dia membalik badannya menatap arah dengan tangan ia lipat. " Apa kamu lupa kalau aku ini adalah tunangan Bibi kamu." 

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

agak raguuu sm sikap varoooo

2024-02-20

0

Puja Kesuma

Puja Kesuma

klo mmg varo beneran tunangan nuri sungguhan pasti varo udah marah ara menyatakan cintanya... tp nih varo keliatan santai... pasti mmg bnran nih hubungan varo dan nuri cuma sandiwara...kenyataan varo memang menyukai ara

2023-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!