Malam pun telah tiba para wanita pekerja malam mulai mempersiapkan diri untuk tampil secantik mungkin dihadapan para pelanggan setia yang selalu berkunjung ke tempat ini untuk bersenang-senang. Laki-laki kaya dari kaum mana pun berkumpul ditempat itu untuk memilih dan berdansa mereka. "Ladies sudah siapkah untuk keluar dan menemani para tamu Mami? Malam ini kita ada tamu spesial, pengusaha batu bara terkenal. Jangan mengecewakan Mami ya, jangan bikin malu," ucap Mami dengan senyuman penuh harap jika malam ini akan berjalan sesuai dengan harapannya.
"Oke Mam," jawab Dara sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit, ia adalah anak kesayangan Mami, selalu mendapatkan pelanggan tetap yang memberinya bonus setiap hari.
Mami tertawa kecil, ia berjalan mendekati Tasya dan mengusap lembut rambut Tasya yang terurai. "Anak Mami sayang, hari ini kamu harus menari sebagus mungkin ya, bikin semua orang terpukau oleh tarianmu," kata Mami pelan namun tetap ada nada perintah.
Tasya yang merasa tak nyaman menarik nafasnya pelan lalu menghembuskannya kembali, ia menatap kearah Mami dengan tatapan yang seolah memohon. "Mam, sampai kapan Tasya harus kayak gini? Tasya udah nggak mau, Tasya cape," lirih Tasya yang sudah tak tahan lagi dengan semuanya.
Senyuman Mami seketika menghilang, ia menatap Tasya dengan kesal. "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu Hah? Kamu mengeluh? Enggak tahu terimakasih ya kamu jadi anak, kalo bukan Mami yang ngurus kamu dari bayi, udah nggak akan ada kamu di dunia ini," gerutu Mami dengan sindiran yang tajam.
"Udah kalian nggak usah nonton, mulai pergi sana," teriak Mery, asisten pribadi Mami. Ia membubarkan beberapa perempuan yang berbisik tentang pertengkaran antara Tasya dan Mami.
Semuanya pun langsung pergi dan mulai bekerja sesuai tugas mereka. Mau tak mau Tasya pun naik ke atas panggung dan menari sambil menghibur para laki-laki yang berada di bawah sana. Tanpa diduga sebelumnya, tiba-tiba seorang laki-laki berumur 30an naik begitu saja, ia mendekatkan dirinya pada Tasya alih-alih pada wanita lain yang lebih menggoda, mendapatkan perlakuan seperti itu Tasya pun mulai risih dan menatap laki-laki tersebut dengan raut wajah tak suka.
"Tolong jangan menggangguku di sini ya, tolong saling menghargai!" bentak Tasya sekaligus ingin mengalahkan suara bising dari tempat itu, ia berharap laki-laki tersebut mendengar dan langsung menjauhinya.
Namun salah, laki-laki itu tertawa seolah mengejek ucapan Tasya, matanya menatap Tasya dari atas sampai bawah lalu berdecak. "Sombong banget ya kamu jadi wanita penghibur, kamu minta saling menghargai? mau minta berapa? saya bisa hargai kamu tinggi," kekehnya pelan.
Tasya mendengus kasar, sebijak apapun ia berbicara di tempat ini tidak akan gunanya, laki-laki seperti itu tidak akan pernah mengerti. "Om nggak bisa bedain ya kata menghargai sama minta bayaran?" desis Tasya dengan rasa yang ingin sekali mendorong pria itu ke bawah panggung.
"Suka nih sama yang model galak-galak kayak gini," ucapnya sambil menyentuh dagu Tasya. Mendapatkan perlakuan seperti itu, Tasya pun mulai marah dan membentak laki-laki hidung belang tersebut. Perkataan kotor yang merendahkannya keluar dari mulut itu dan membuat Tasya kembali beradu mulut.
Saat Tasya akan menepis sekali lagi tangan laki-laki itu yang akan menyentuhnya, tiba-tiba saja Jho datang dan menolong Tasya, Jho naik ke atas panggung dan langsung melerai, namun saat laki-laki itu hendak memukul Jho, Jho terlebih dahulu yang melayangkan sebuah pukulan di wajahnya. "Ayo!" Jho menarik tangan Tasya dan membawa Tasya pergi keluar Bar. "Kamu baik-baik aja kan Tasya? Dia ngapain kamu aja? Maaf aku terlambat bantuin kamu," ujar Jho dengan begitu khawatir.
Tasya menggelengkan kepalanya pelan, ia melihat ke arah sekitar lalu kembali melihat Jho. "Aku baik-baik kok, yang jadi masalah sekarang gimana kalo kamu di marahin Mami karena udah berantem sama laki-laki tadi, kalo Mami liat bisa abis kamu Jho," lontar Tasya tak kalah panik karena sudah membawa Jho dalam masalah karena ulahnya.
"Aku nggak peduli mau Mami cari aku atau marahin aku Sya, yang aku pikirin itu keselamatan kamu. Kalo kamu ngerasa udah nggak nyaman kamu bisa bujuk Mami buat keluar dari sini, kamu cari pekerjaan yang lebih nyaman buat kamu." Jho menatap ragu kearah Tasya. "Kalo kamu terus nari kayak gini, orang-orang juga pikir kamu bisa di beli, lingkungan di sini bukannya emang kayak gitu kan?"
"Kalo emang semudah itu aku udah keluar dari dunia malam ini dari dulu Jho, kamu tahu sendiri kan Mami orangnya kayak apa? Walaupun aku anak kandungnya, aku nggak beda jauh sama perempuan yang kerja di Mami. Kerja apa yang bisa dapet gaji gede perharinya Jho? Mami pasti minta bayaran yang setimpal kalo aku keluar," jawab Tasya dengan penuh kekecewaan.
"Kamu bisa jadi model, coba audisi shooting. Mau aku bantu cari?" tanya Jho.
Tasya menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak mungkin semudah itu Mami ngelepas aku Jho," jawabnya tak bersemangat, tak pernah ia mendapatkan dukungan dari Mami mengenai pekerjaan yang jauh lebih baik dari ini.
Jho pun ikut terdiam, dia menoleh pada Tasya. "Aku sayang sama kamu Tasya, gimana pun juga aku bakalan cari cara biar kamu bisa bebas dari dunia malam ini."
Tasya tersenyum kecil, dalam hatinya ia sudah tahu perasaan Jho, namun tak ada sedikitpun perasaan Tasya yang terikat pada Jho. "Udah, jangan bercanda kayak gitu terus, aku balik lagi ke dalem ya, takut Mami nyariin, sekali lagi aku makasih buat yang tadi," pamit Tasya meninggalkan Jho yang sedang memperhatikan Tasya dari tempatnya berdiri.
***
Pagi harinya Tasya memarkirkan mobil di depan warung makan Gudeg yang sepertinya akan menjadi tempat makan favorit terbaru Tasya, ia berjalan keluar dari mobil dan menghampiri ibu penjual. "Bu, pesen 1 ya," ucap Tasya.
"Ohiya Mbak, di siapkan dulu ya, silahkan duduk," tawarnya dengan ramah. Saat Tasya sudah duduk, Ibu penjual menoleh dan tampak ingin berbicara dengan Tasya. "Mbak maaf, nasinya abis, tunggu sebentar ya Mbak, anak saya lagi bawa ke sini," ujarnya dengan nada sedikit tak enak.
Tasya mengangguk pelan. "Iya nggak apa-apa Bu, aku lagi santai kok," jawab Tasya sambil tersenyum, ia mengeluarkan ponselnya dan mencari sedikit hiburan dari sosial media. Sesekali Tasya melirik ke arah Masjid, ia berharap bisa bertemu dengan ustad muda dan melunasi hutangnya.
"Mak, ini nasinya ya, aku langsung pulang ya," teriakan seorang anak perempuan yang menyimpan sebuah wadah di atas gerobak.
"Iya, langsung pulang ya, jangan main-main dulu nggak jelas, kerjain PR sekolah," jawab sang ibu yang membuat Tasya begitu iri. Saat ia sekolah dulu, Mami tidak pernah memperlakukannya seperti itu, tidak pernah mengingatkan Tasya akan PR dan hanya sibuk pada Bar yang teman Mami titipkan padanya.
Tasya melihat anak perempuan itu mengangguk dan mencium tangan ibunya, mengucapkan salam lalu pergi dengan sepeda yang tadi ia bawa. "Assalamualaikum Bu, pesen nasi yang biasa 3 ya," ujar seorang remaja laki-laki yang begitu bersemangat, Uji.
Mata Tasya seolah langsung bersinar seketika saat melihat 3 orang laki-laki datang. Salah satu dari mereka adalah orang yang sangat ditunggu-tunggu Tasya hari ini. "Waalaikumsalam Dahlan, siap," jawab ibu penjual.
Ketiga laki-laki itu mulai duduk di meja dekat Tasya, terdengar percakapan ketiganya tentang sebuah ceramah mengenai bulan Rajab. Mereka mulai membicarakan tentang puasa sunnah 1 Rajab yang disunnahkan untuk umat muslim menjalankan puasa, sangat dianjurkan untuk menggugurkan semua dosa-dosa yang pernah dilalui, dari obrolan tersebut Tasya pun mendengarkan dengan fokus dan mulai tertarik untuk berpuasa, ia juga ingin kembali mencari tahu tentang bagaimana muslim beribadah dan bagaimana Islam menerima taubatan seorang manusia yang banyak dosa.
"Apa aku bisa mendalami ilmu agama? apa bisa Tuhan menerimaku kembali? kenapa aku mulai tertarik dan tersentuh setelah laki-laki itu menjelaskan tentang agama? Siapa dia dan kenapa Tuhan mempertemukan aku dengan laki-laki itu, apa ada maksud lain? Apa ini cara Tuhan untuk membuat ku kembali memeluk agama?" banyak pertanyaan yang melintas di pikiran Tasya, hingga pesannya tiba dan mengembalikan Tasya pada dunia nyatanya.
"Ini nasi sama teh angetnya Mbak," ujar ibu pedagang nasi.
"Oh iya makasih Bu," ucap Tasya sambil tersenyum dan langsung mengambil sendok yang tersaji di atas piring.
Setelah pergi, ibu itu berjalan kearah meja Azam dan teman-teman. "Ini punya ustadz Azam dulu ya, punya Uji dan Dahlan ibu ambilkan dulu," ucapnya dengan ramah.
Azam yang hendak merapikan alat makan —sambil menunggu makanan kedua temannya datang— melihat-lihat kearah sekitar, matanya tak sengaja melihat kearah Tasya yang sedang makan, senyuman Azam pun mengembang dan ia berdiri dari duduknya. "Saya mau ke sana dulu ya," pamit Azam membuat Uji dan Dahlan langsung menatap kearah Tasya yang sedang makan.
"Itu siapa kak?" tanya Uji penasaran, ia mulai ingat jika perempuan itu adalah perempuan yang kemarin datang ke masjid mencari Azam.
"Eh, itu yang kemarin nyariin Ustadz kan?" tanya Dahlan yang langsung bersuara kencang, membuat Tasya yang awalnya fokus pada makanannya menjadi menoleh pada meja Azam, rasa bingung pun langsung menghampiri Tasya karena ketiganya sedang menoleh kearahnya.
"Itu temen saya," jawab Azam lalu mulai berjalan ke arah meja Tasya, ia duduk di depan Tasya sambil tersenyum. "Assalamualaikum," sapa Azam terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam," jawab Tasya sedikit gugup, ia meletakkan sendoknya di atas piring.
"Maaf ya kemarin saya nggak bisa kesini, kata anak-anak kamu sampai ke Masjid," ucap Azam.
Tasya menganggukkan kepalanya, ia langsung mengambil tas kecil dan mengeluarkan dompet miliknya. "Ini, aku bayar ya utangnya, makasih udah tolongin bayar kemarin lusa," kata Tasya sambil memberikan uang pada Azam. "Aku pernah denger, Allah itu selalu memaafkan hambanya dari dosa-dosa apapun kecuali hutang, benarkan?" tanya Tasya dengan semangat.
Azam membenarkan apa yang diucapkan oleh Tasya, ada rasa senang dan kagum saat Tasya mengatakan itu. "Benar, mau denger yang lebih banyak tentang baiknya Allah?" tanya Azam, ada rasa berbeda saat melihat mata indah itu seakan berbinar dan langsung menganggukkan kepalanya dengan begitu antusias.
"Boleh!" jawab Tasya dengan bersemangat.
Saat Azam akan membuka mulutnya, sebuah teriakan terdengar dari teman-temannya. "Makanan udah pada dateng kak, ayo kita makan," teriak Uji.
Tasya yang sadar akan teman-teman Azam langsung menoleh. "Eh maaf, kamu sarapan dulu aja," ucap Tasya dengan cepat.
Azam berdiri dari duduknya, ia menaikkan sebelah tangannya rendah. "Tunggu sebentar ya," ucap Azam yang langsung berjalan cepat ke arah mejanya dan mengeluarkan sebuah buku dari keresek berwarna putih. Azam terlihat kembali berjalan ke arah Tasya dan memberikan sebuah buku. "Ini ada kumpulan hadist, kamu bisa baca-baca dulu, kalau udah selesai baca boleh di kembaliin ke rak buku di ruangan IKRIMA, kamu juga bisa pinjem buku yang lain, ada banyak di sana, kalo kamu ragu bisa minta anter yang ada di sana," lanjut Azam.
Tasya dengan ragu mengambil buku tersebut. "Emangnya aku boleh keluar masuk Masjid gitu aja?" tanya Tasya.
Azam yang mendengar itu sedikit bingung, ia mengangguk kepalanya. "Tentu boleh, kan niatnya baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
kalo nggak ada ustadz Azam, aku akan mendukung usaha Jho untuk membantu mu keluar dari sana, Tasya... 🤭🤭 tunggu sampai ada pertolongan Allah yang mungkin lewat seorang Azam ya... 😁😁😁
2023-03-03
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
astaghfirullah...
memang nya siapa lagi yang akan mengurus anak nya, kalo bukan sang ibu.. kewajiban mu itu mom 🙄🙄
2023-03-03
0
qeeraira
heeeemmmm maniiizzznya cara penuturan ustadz Azam 🥰🥰
bener banget itu,, segala sesuatu harus dari diri sendri jangan dari paksaan orang lain ☺️
2023-02-22
0