Bab 18

Bab 18

"Yak, kau memang sangat cocok tidur dibawah pohon Rowan."

Dygta tersentak mendengar suara itu, berpaling ke arah sumber suara melihat orang yang berdiri beberapa meter darinya, yang ternyata Constan Peters.

Constan tidak mengenakan topinya dan rambut kehitaman miliknya diterpa angin sepoi-sepoi. Bibirnya terangkat menandakan dia tersenyum aneh. Dijulurkan tangannya ke arah Dygta agar dapat bangun dari duduknya.

"Oh, tidak! Badanku kaku semua!" kata Dygta bangun dari duduknya yang dibantu oleh Constan.

Constan menggosok-gosok kaki dan badan Dygta agar bersih dari debu bahkan kotoran yang menempel. Dan dia juga membantu agar mengurangi rasa kaku dari tubuh Dygta.

"Apakah tak cukup tempat tidur di kediaman Peters sehingga kau harus tidur di bawah pohon Rowan?" tanyanya masih mengulumkan cerutunya. Asap yang mengepul-ngepul dari mulutnya, dibiarkan lolos begitu saja. Mata Dygta mengedip-ngedip masih merasa kantuk. Dia memandangi Constan dengan mata yang masih agak buram dan kurang jernih, terus saja digosok-gosokkan agar menyadarkan dirinya bahwa itu adalah nyata.

Constan yang masih menggosok-gosok lengannya ke kaki, bahu, dan lengan Dygta dengan kuat sampai-sampai gadis dihadapannya itu merasa kesakitan karena ulah Constan.

"Kenapa kau berkata bahwa aku cocok tidur dibawah pohon Rowan?" tanya Dygta yang mendapatkan kesadaran diri dari tidurnya.

Constan menatap Dygta dengan wajah yang sudah ingin tertawa, "Pohon Rowan itu adalah pohon penyihir. Apa kau tak tahu sebelumnya?" tanyanya.

"Oh. Tetapi aku bukan tukang sihir, Tuan Peters," kata Dygta memandangi balik mata Constan.

"Apakah benar begitu?" Constan tertawa perlahan dengan raut wajah Dygta. "Aku pikir kau bagian dari mereka. yang suka memberikan mantra dan ramalan. Nah, apakah kakimu sudah tidak kaku lagi?"

"Ya, terima kasih."

"Terima kasih kembali. Sekarang katakan, kenapa kau di Padang rumput ibu seorang diri saja..? Tidur dibawah pohon Rowan? Dan maaf, jamku menunjukkan sekarang sudah pukul lima sore."

"Oh, tidak. Ini bukan inginku."

Constan melihat jamnya lagi. "Jelas ini pukul lima kurang delapan belas menit!" kata Constan meyakinkannya.

"Kalau begitu, aku sudah tertidur dua jam di sini!"

"Ya, di Padang rumput ini, dan ini akan segera turun hujan. Lihat saja itu langitnya mendung semakin gelap, seperti serdadu akan menyerbu."

Dygta memandangi ke arah yang ditunjukkan oleh Constan. Dan itu benar.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, mengapa kau berada di sini seorang diri? Apa yang kau lakukan ditengah Padang rumput ini?" tanya Constan.

"Aku kemari untuk mencari jati diriku sendiri. Siapa aku dan dari mana asalku. Dan aku kira, aku mendapatkan sebuah petunjuk di sini setelah aku berada ditengah Padang rumput ini," jawab Dygta sambil memandangi tanah tandus yang luas dihadapannya.

"Dan apakah kau tidak mengingatnya?" Mata Constan menatap dengan pancaran mengejek khas dirinya. Di Padang rumput dengan buah Arbei dan pohon Rowan, dengan cuaca yang cloudy, gadis itu menjelma menjadi gadis yang menarik di mata Constan saat ini. Dia menyadari bahwa Dygta menarik saat ini.

"Kau ke cottage-ku saja. Aku akan menyeduhkanmu teh hangat, dan kau dapat mengucapkan selamat kepada Banker," kata Constan sambil mengamati ke dalam netra Dygta lamat-lamat yang murah dan gelisah.

"Cottage Tuan? Oh, tidak. Aku kira...," Dygta sulit mempercayai apa yang diucapkan oleh Tuan Peters kepadanya.

"Tidak, jangan mengira-ngira, Dygta," tukas Constan tersenyum dan menjentikkan puntung rokoknya sehingga terbang jauh jatuh entah di mana. "Menyerah saja kepada impulsifmu, akan lebih menyenangkan jika kau pasrah saja. Dan barangkali kau akan terkesan dengan cottage kecil milikku."

Dengar kasar Constan langsung menarik lengan Dygta dan nampak rintikan hujan mulai berjatuhan. "Mau tidak mau, kau harus ikut denganku, atau aku akan basah kuyup karena hujan ini," kata Constan lagi, "Kita tidak berada jauh dari cottage, tapi untuk kembali ke kediaman Peters sungguh tidak sedekat itu."

Hujan mulai menggerasak jatuh bersama-sama, seperti serdadu yang siap menyerang permukaan bumi, suaranya menimpa dedaunan.

"Mungkin aku harus kembali bersama Tuan," kata Dygta dan ketika itu Constan tertawa lepas. Dygta mengamati wajah Constan yang benar-benar sama persis dengan lukisan yang berada di ruangan tengah di kediaman keluarga Peters, tak kenal dengan kemuraman, seperti diburu sesuatu kepahitan yang sangat rahasia.

"Tentu saja, kau harus mengikutiku," kata Constan. "Tak ada jalan lain bagimu. Bukankah seperti itu, Dygta? Kita sama-sama penasaran ingin mengetahui satu sama lain, dan tak seorang pun akan tenang sebelum dipuaskan dengan terpenuhinya keingintahuan kita terhadap sesuatu. Ayo!"

Tanpa disadari oleh Dygta, dia berlari bersama dengan Constan dengan tangan digenggam oleh Constan yang memang sudah tidak dapat terelakkan lagi.

...****************...

Mereka berdua terengah-engah dengan wajah yang basah oleh air hujan, ketika mereka sudah sampai di cottage Constan.

"Bukan main ..," kata Constan sambil mengusap air diwajahnya. "Nah, mari masuk. Apakah kau dengar, Banker?" Anjing itu menyahut dengan nyalakan. "Nah, kau, jangan menyalak, keadaan baik-baik saja. Lewat sini, Dygta."

Constan membuka pintu dan Banker segera melompat kegirangan karena hewan itu mengenali Dygta dan kedua kakinya menaiki bahu Dygta. Constan melihat itu, cekikikan. Banker menjilati pipi Dygta yang basah karena air hujan. Constan segera menyalakan lampu. Sesudah itu dia menambahkan umpan api di tungku penghangat.

Lampu yang temaram menemani mereka. Dygta memeluk Banker dan sekaligus Banker menjadi pelindung ketika sewaktu-waktu Constan ingin menyerang dirinya. Ada senyuman yang tersemat di bibir Constan yang masih mengamati Dygta dan Banker.

Dygta menyukai ruangan itu.

"Bagaimana?" tanya Constan.

"Aku terkesan. Kau memang cocok dengan semua itu, warna merah keemasan, hitam, dan warna batu Ruby," kata Dygta lugas.

"Seperti suasana panggungku?"

Dygta berpikir bila warna-warna itu menjadi warna gorden dengan latar belakang lukisan yang tergantung di ruangan keluarga di kediaman Peters. Constan mengetahui hal itu, karena mulutnya melengkung ke atas seolah ingin tersenyum smirk mengamati Dygta. Mungkin Constan lagi membaca pikiran Dygta.

Kemudian Constan memegang jaket Dygta, "Kau basah kuyup. Apakah kakimu juga basah?"

"Tidak," kata Dygta terkejut atas sikap Constan yang spontanitas bagi Dygta. "Tidak, kakiku tidak basah. Kenapa?"

"Kedengarannya aku sudah mirip dengan Manner?" lanjut Constan setengah menyeringai sambil membantu melepaskan sepatu yang dikenakan oleh Dygta, berserta jaketnya. Kemudian dia letakkan di kursi, lalu menaruh kursi itu dekat dengan tungku penghangat. "Manner hari ini pergi ke Plymouth, kan?"

Dygta menganggukkan cepat kepalanya, berpikir bahwa Limin akan memberitahukannya di setiap perjalanannya pada waktu dia di Brinsham semalam. Dygta mengelus leher Banker dan memandangi api di tungku penghangat. Tentu Limin tidak akan senang jika mengetahui dirinya di sini, untuk memenuhi undangan acara minum teh yang tanpa rencana ini. Dia pasti akan berang sekali, lalu mengucapkan kata-kata kejam dan memuakkan untuk telinga Dygta.

"Lebih baik aku pergi menyiapkan teh hangat yang aku janjikan itu kepadamu," kata Constan beranjak berdiri. "Apa kau lapar?" tanyanya lagi.

"Ya..."

"Oh, baiklah. Aku akan membuatkan telur dadar dan jamur. Kita akan makan dengan dua menu itu. Aku baru saja menemukan jamur itu di potongan kayu di belakang cottage tadi pagi. Apakah menu makanan itu cukup menarik?" ujar Constan.

"Wow! Aku sungguh suka dengan jamur," sahut Dygta tersenyum senang.

"Baunya khusus jika dimasak," Constan terkekeh nampak seperti kanak-kanak yang senang dengan mainannya. Constan berjalan ke arah pintu dan kemudian berpaling sambil memandang Dygta sekali lagi yang masih memeluk Banker.

"Dygta, kenapa kau dulu berpura-pura tidak menyukai Banker saat di kediaman Peters?" tanya Constan mendadak belum beranjak dari depan pintu.

Dygta menundukkan kepalanya dan mengamati anjing itu dengan kebingungan. "Aku... aku... aku menyukainya." Dygta menyentuh hidung Banker yang terasa dingin di jarinya. "Aku sangat menyukainya."

"Ah, begitukah?" kata Constan terkekeh. "Jadi yang kau tidak sukai adalah aku!" tuduhnya.

"Kau sangat tidak ramah padaku waktu itu. Kau menunjukkan bahwa kau seorang laki-laki yang sangat tidak ramah dan membenciku dari tatapan matamu mengatakan hal itu," kata Dygta melemparkan pandangan tidak senang ke arah Constan. Di saat itu juga, Banker menjilati dagu Dygta dengan lidahnya yang kasar.

"Banker! Hentikan itu segera!" marah Constan terhadap anjingnya. "Simpan lidahmu itu!"

"Oh, tidak apa-apa. Dia baik-baik saja. Lidahnya tidak menyakiti aku," sahut Dygta yang mencium kepala Banker seperti bonekanya.

"Hanya lidahku yang menyakiti kau, kan, Dygta?"

Dygta mendongakkan wajahnya. Tersemat senyuman di wajah Constan persis senyuman yang ada di Padang rumput sore itu. Saat ia membantu Dygta untuk mengangkatnya dari duduknya di rerumputan. Senyuman aneh, penuh dengan misteri, dan menunggu.

Pintu ditutup dan Dygta berpikir bahwa ada sesuatu dibalik undangannya untuk acara minum teh. Ia mendadak menjadi ketakutan dan segera bangkit dari duduknya, seperti ingin melarikan diri dari cottage itu. Sekarang...

Banker menyerudukkan kepalanya kepada Dygta dan terjerembab di karpet hangat berbulu.

"Oh, Banker. apa yang harus aku lakukan?" bisiknya. "Aku pikir Padang rumput itu memanggilku untuk kembali ke sana lagi..." bisiknya kepada Banker.

...****************...

Dygta yang mencium aroma masakan, terutama masakan jamur yang menyebar dari dapur. Segera perutnya berbunyi, merasakan lapar yang tak tertahankan. Dygta keluar dari ruang penghangat dan segera ke dapur di mana Constan berada, walaupun dia sempat nyasar.

Kemudian mereka makan di meja kecil yang dapat ia lipat dan disimpan di lemari bawah tangga.

Masakan yang dibuat oleh Constan cukup lezat. Dygta segera menanyakan, bagaimana Constan pandai memasak, sayangnya Constan hanya mengangkat kedua bahunya. Itu memberitahukan bahwa setiap laki-laki lajang harus mampu melakukan berbagai hal, mungkin juga sama dengan halnya wanita yang hidup sendiri. Tak ayal mereka bisa melakukan beberapa pekerjaan kasar.

Kemudian Constan menuangkan Chianti* ke dalam gelas Dygta.

"Aku harus memperlakukan kau sebagai tamuku dan aku sebagai tuan rumah. Benar, kan?" katanya. "Aku tidak ingin sikapku ini di salah artikan."

Dygta memandangi Constan. Raut wajahnya penuh dengan kesedihan. Dygta teringat kata Manner bahwa dia secara alam bawah sadarnya mengingatkan seseorang dengan situasi macam ini, yang dia tinggalkan melarikan diri. Dygta masih mengamati Constan dengan wajah yang kesedihan beraura kehitaman yang dipancarkan dari aura tubuhnya. Dia membenarkan kata-kata Manner waktu itu tentang saudara sepupunya ini.

Sejak bertemu pertama kali, Manner berkata bahwa Dygta telah mengasosiasikan Constan dengan sesuatu yang ia tinggalkan atau melarikan diri. Dan Constan membuatnya ketakutan karena dia tiba-tiba saja teringat akan sesuatu yang membuatnya hilang ingatan. Dari sesuatu yang membuatnya melarikan diri darinya...

Suatu ingatan...

Apa?

...****************...

tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!