Bab 12
Manner dan Constan akan pergi ke Brinsham untuk memeriksakan kesehatan Banker ke dokter hewan yang ada di sana. Sebenarnya Cottage Constan lebih dekat ke daerah Brinsham. Karena mereka pergi dari Devon maka mereka memerlukan waktu yang cukup panjang untuk menempuh jalan ke kota Brinsham.
Nenek cemas pada Banker. Banker hanya memeriksakan kesehatannya saja karena dia sudah berumur tujuh tahun. Dia hanya hewan yang sudah berumur.
"Oh, hentikan tatapan tajammu, Nenek. Dia akan baik-baik saja. Aku tidak tahu apakah aku akan lama ditempat itu. Jangan terlalu mencemaskan Banker," ucap Manner yang mengerti akan kegelisahan dan kecemasan yang dialami oleh neneknya itu terhadap Banker. Banker yang malang, memang anjing kesayangan.
"Apa Constan akan kembali kemari lagi?" tanya nenek.
"Aku kurang tahu, nenek. Dia bisa saja memilih untuk pulang ke Cottage nya," jawab Manner.
Nenek memandangi Manner dibalik kacamatanya yang bertengger di hidungnya, "Apakah Limin berada di ruangan itu, melakukan kebiasannya untuk memegangi lengan Constan?"
Manner tertawa pelan, "Limin hanya ke atas untuk mengambil mantelnya. Dia akan ikut ke dokter untuk memeriksakan Banker bersama kami."
Pintu pun ditutup kembali, ruangan perapian itu pun kembali sunyi. Terdengar koran diangkat lagi ke atas untuk dibaca, Namun segera dilemparkan lagi ke samping.
"Huh, tentu saja dia ikut pergi juga! Kesempatan besar bagi dirinya untuk dapat merayu Constan dan bersikap dengan penuh simpati!" mata nenek menatap wajah Dygta yang ada disampingnya duduk bersama dirinya.
"Gadis itu menginginkan anak laki-lakiku, Dygta .. apa kau mengetahuinya?" tanya nenek lagi.
Dygta pun mengangguk.
"Bagaimana pendapatmu tentang itu?" tanya nenek kepada Dygta.
"Saya kira Limin cocok dengan Constan," sahut Dygta berkata jujur.
"Cantik. Dia cantik sekali," ulang Dygta untuk dirinya sendiri. Nyonya Peters pun menghela napasnya dalam-dalam mendengar apa yang dituturkan oleh Dygta.
"Yah, dia cantik," kata nenek menyetujui perkataan Dygta. Sekarang untuk yang pertama kalinya wanita itu terlihat lelah dan letih yang terlihat melalui matanya. "Tetapi ada sesuatu pada diri Constan, yang di mana wanita itu tidak akan pernah tahu dan tidak akan pernah dapat mengukur kemampuan untuk memahami Constan. Aku takut Constan akan kembali pada dirinya yang dulu. Aku mengerti akan diri Constan karena dia juga tidak jauh dari diriku dan sekarang. Ngomong-ngomong, gadis kecil, maukah kau meletakkan mantel itu ke belakangku? Mantel itu sungguh mengganggu pandangan mataku. David akan membawanya pergi jika dia masuk kemari sembari membawakan nampan yang berisi kopi untukmu beberapa menit lagi. Apa kau tak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat, Sayang," ujarnya bercerita dan dilanjutkan bertanya karena dia melihat wajah Dygta memucat.
"Saya baik-baik saja. Hanya tangan saya saja terasa sangat dingin." Dygta duduk berhadapan dengan Nyonya Peters sambil memanaskan tangannya pada tungku penghangat di ruangan itu.
"Jadi kau yang membawa Banker pulang, ya?" kata nenek. "Entah ada apa dengannya sehingga dia diperiksakan ke dokter hewan. Aku berharap dia baik-baik saja. Aku tidak terlalu mencemaskan hewan itu."
"Tetapi Tuan Peters sangat cemas."
"Ya, dia terlalu berlebihan menghadapi hewan. Orang yang kesepian suka membuat hewan seperti anaknya atau dijadikannya binatang kesayangannya, dan aku kira kau menganggap hal itu aneh, dan bukan omong kosong belaka yang aku katakan padamu, bahwa Constan sebenarnya kesepian."
Dygta memikirkannya sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya. "Tidak. Saya tidak menganggap itu adalah hal yang aneh. Bukankah kita juga merasa kesepian?"
"Tidak semua seperti itu," bantah nenek. "Dan tidak semua menangani kesepian dengan cara yang sama. Yang jelas bukan seperti Constan. Katakan, apa yang kau ketahui tentang keluarga Peters selama kau di sini?"
"Aku tahu anda termasuk keluarga yang paling tua di keluarga Peters."
"Ya, kau benar, Dygta. Bahkan sangat tua."
Nenek memandangi lukisan yang ada di ruangan itu, tepat memandangi lukisan seseorang, Zoffany yang mendominasi dalam lukisan itu.
"Dia disebut Adam Peters dan dia seorang aktor seperti Constan. Constan mirip dengannya. Bukankah begitu?"
"Sangat mirip dan itu jujur menakutkan," kata Dygta menimpali ucapan nenek.
"Kenapa kau menyebutnya seperti itu? Apa yang terlihat olehmu dalam wajah Adam Peters?" tanya nenek.
"Saya... saya... tidak tahu," jawabnya tergagap.
"Apa yang kau lihat, Dygta?" nadanya mengintimidasi untuk Dygta mengatakannya. Nenek juga mengusap cincin batu Ruby yang ada di jari tangannya sebelah kiri. "Kau bisa melihat sesuatu, bukan? Apakah kau tidak dapat menyebutkannya dengan kata-kata?" tanyanya lagi.
"Keangkuhan, kekerasan hati...," ucapnya.
"Keangkuhan, kekerasan hati, dan kesepian yang ada pada dirinya. Ya, itu semua ada dalam dirinya. Tergambar jelas di raut wajahnya walaupun di dalam lukisan sekali pun. Tetapi jika kau mengamati lukisan itu lagi, kau tidak melihat Adam Peters. Aku sendiri tidak melihatnya. Malah aku mengira itu adalah Constan."
"Jadi anda juga melihatnya?" mata hijau hazel Dygta seperti mencari-cari pada wajah tua itu, dan nenek meanganggukkan kepalanya. Dygta melonggarkan lilitan di jari jemarinya. Dia merasa seperti berbagi rahasia dengan nenek Peters.
"Ya, Dygta, kau benar. Saya melihat Constan... Dan saya mengenalnya. Itu sebabnya saya semakin merasa prihatin melihat pertumbuhan hubungannya dengan Limin. Aku sampai bertanya pada diriku sendiri, apakah Limin bersungguh-sungguh terhadap Constan untuk memahami dirinya?" kata nenek sambil menebarkan lengannya.
"Constan yang tidak mengerti dirinya sendiri dan mengapa dia semacam diburu oleh sesuatu, yaitu kesepian. Jawabannya yang kau berikan padaku tidak dapat meyakinkanku juga, Dygta," lanjut nenek itu.
"Bahkan kalaupun mereka mungkin saling mencintai, Nyonya?" tanya Dygta.
"Bahkan menghadapi kemungkinan yang seperti itu, dia terlalu sepenuhnya apa yang ada pada dirinya. Seorang wanita yang sehat dan penuh dengan nafsu* serta cantik. Tak ada yang lebih daripada itu di dalam dirinya. Sedangkan Constan memerlukan lebih daripada itu. Dia perlu dipahami seperti apa sebenarnya dia, atau menurut terhadap kehendaknya. Kalau tidak, dia akan berlaku seperti ayahnya."
Kemudian nenek menyunggingkan senyumannya kepada Dygta, "Kau nampaknya tidak terkejut mendengar Constan akan berbuat di luar nalar seperti itu. Apakah kau sangat tidak menyukainya?" tanya nenek tua itu lagi.
"Saya hampir tidak mengenal dia, Nyonya."
"Hemm. Aku heran, bagaimanapun, aku akan menjelaskan kepadamu, keluarga Peters yang sesungguhnya. Ini sebenarnya terikat untuk membuat keturunan dalam keluarga ini. Agar silsilah keluarga ini tetap ada. Dalam keluarga ini pasti ada salahnya untuk bersikap buruk dan kejam. Dan itu ada pada Constan. Seharusnya dia lahir di zaman Romawi yang berkelakuan bengis dan selalu memakai baju perangnya dan membawa pedang bahkan belatinya kemana-mana. Tapi tidak dengan Constan, karena ia lahir di zaman sekarang. Dia hanya bisa melakukan kekejaman atau mengeluarkan sifat aslinya saat dia menjalankan syuting dalam dunia perannya. Dan itulah yang sesungguhnya yang ada pada keluarga Peters, Dygta. Keluarga Peters tidak sepenuhnya baik hati yang seperti kau ucapkan. Itu yang ada pada Constan, Dygta." Penjelasan panjang lebar yang dijelaskan oleh nenek membuat Dygta semakin menarik dirinya dalam memahami seluk-beluk keluarga Peters.
Tangan nenek Peters diangkat dari lututnya, kemudian diletakkan lagi. Mengisyaratkan untuk berdiam diri dalam kecemasan yang ia alami.
"Aku menyaksikan ayah Constan menghancurkan hidupnya sendiri. Sungguh miris hidupnya. Aku berdoa untuk tidak menyaksikan hal yang semacam itu lagi. Semoga itu tidak terjadi lagi dalam keluarga ini!" ucap nenek. Ada ke khawatiran dalam dirinya yang renta itu.
"Tetapi nenek, hanya manusia lemahlah yang menghancurkan dirinya sendiri, dan Constan bukan termasuk orang yang lemah...." sahut Dygta mencoba menenangkan nenek Peters.
"Kehancuran Constan bukan datang dari kelemahannya, Dygta. Itu terjadi karena dia merasa kesepiannya. Jika ia terjebak dalam kesendiriannya, ia akan menyerah pada kebiasaannya. Aku kira dia sendiri tahu bahwa itu dapat terjadi pada dirinya, dan itu sebabnya dia mulai melirik ke arah Limin. Dia pasti menanyakan pada dirinya sendiri, apakah dirinya menginginkan Limin atau tidak untuk menemaninya dalam kesunyian. Aku sungguh berdoa pada Tuhan, apabila keinginan Constan memang seperti itu dan memenuhi hatinya, aku hanya bisa berdoa, aku ingin dia melangsungkan pernikahan dengan lancar tanpa hambatan. Jika tidak, hanya kesenangan atau hanya kemaksiatan yang dibawa oleh Constan. Ia akan membawa Limin untuk menemani dirinya."
...****************...
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments