Bab 3
Senja menyonsong hari itu. Limin memegang gelas anggurnya dengan tersenyum cantik memandangi Constan di meja makan.
“Apa kau menyesal telah berlibur dari pekerjaanmu, Constan?” tanya Limin.
“Sejujurnya, ya, sedikit,” sahut Constan tersenyum. “Suatu drama yang sudah diselenggarakan selama dua setengah tahun sudah menjadi habitatku, seperti memerankan sebuah casting drama romantis. Apalagi di akhir scane sebuah perpisahan dalam drama, pasti akan ada scane baik lelaki dan wanita akan mengecup bibir untuk menandakan perpisahan walaupun tidak semua seperti itu,” Constan tersenyum dalam kalimatnya yang langsung memandangi netra Limin yang berwarna biru terang. Sungguh matanya salah satu daya tarik untuk memikat seseorang agar tertarik pada dirinya. “Kau sungguh terlalu menarik dengan sebagai sekertaris,” Constan menambahkan.
Pipi Limin memerah seketika, dan dia segera melirik pada gadis yang duduk disebelah kiri Constan. Gadis itu hanya menunduk dan menatap pada piring yang ada di depannya tanpa dia sentuh. Tak berapa lama Limin sedang memandangi gadis itu, sesaat dia mendongakkan pandangan ke depan. Saat itu juga, mata kebiruan milik Limin bertemu. Bertatapan dalam sengit yang menandakan ia tidak suka dengan gadis itu. Padangan gadis itu pun tak kalah sengit terhadap Limin. Terlihat jelas raut garis wajahnya yang keras dan menegang.
Tiba-tiba Manner berkata menghadap ke arah Dygta. “Apa kau tidak lapar? Kau boleh makan sebanyaknya di sini.”
Dygta agak gelagapan melepaskan tatapannya kepada Limin. “Tidak. Aku tidak terlalu lapar, Dokter Peters.”
Mendengar kata itu, Constan segera melihat ke arah wajah kurus nan pucat itu. Sejak acara makan malam dimulai, ia tidak berbicara sama sekali kecuali menganggukkan kepalanya waktu dia diperkenalkan oleh Manner. Suara yang rendah dengan alunan suara merdu mengagetkan Constan.
“Apa kau tidak menikmati makan malam ini dengan menu yang tersedia di meja makan saat ini?” tanya Constan.
Wajah gadis pucat itu menatap Constan dan melihat sikap penasaran dengan dirinya. “Maaf, saya tidak paham maksud perkataan anda.”
“Benarkah?” kata Constan dengan bibirnya menyungging sedikit ke arah atas.
“Sudahi pertanyaanmu yang hanya membuat dirinya canggung dan hilang akan selera makannya, Cons,” Manner berkata dengan tajam untuk menanggapi sepupunya yang menyebalkan dengan tingkah ke absurd-annya.
Constan hanya mengangkat bahunya dan kembali memerhatikan Limin yang berada tepat di hadapannya. “Jika saja besok kalau dibolehkan mengambil cuti, aku akan mengajakmu ke cottage yang baru saja aku beli. Bagaimana Manner? Apa kau akan memberikan izin untuk Limin pergi bersamaku?” tanya Constan.
“Ayolah, Manner. Izinkan aku untuk cuti sehari saja,” ucap Limin memandangi tuannya untuk mendapatkan izin dari dirinya. “Apa aku boleh pergi bersama dengan Constan. Aku akan bekerja pada hari berikutnya jika memang ada yang harus aku kerjakan. Walaupun itu di hari weekend.”
“Kenapa tidak ke cottage pas hari weekend saja? Sabtu atau Minggu?” kata Manner bernada datar.
“Aku hari itu akan mulai mengangkut barang-barangku. Akan sibuk pindahan. Aku mengirimkan sejumlah perabotan rumah dari London ke cottage baruku,” jelas Constan.
Kemudian Constan mengangkat gelasnya dengan senyuman yang terpancar di raut wajahnya, “Biarkan dia libur sehari dari pekerjaan yang padat dan meletihkan itu, Manner. Aku akan mengembalikannya utuh dan tidak akan cacat sedikit pun. Ini janjiku padamu.”
“Kau benar-benar penggoda. Mengganggu saja!” Manner tertawa pelan yang dipaksakan. “Baiklah, aku berikan dia untukmu. Tapi hanya untuk besok saja!” Manner akhirnya memberikan izin terhadap Limin untuk cuti hari esok.
“Ah, begitu. Terima kasih, Manner,” kata Constan perlahan. “Kau dengar itu, Limin. Kau sepenuhnya milikku besok,” lanjutnya menatap ke arah Limin.
“Terima kasih, Manner,” ucap Limin dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Anting-anting milik Limin bergoyang-goyang menarik karena semangat yang ditampilkan oleh dirinya.
“Sudahlah. Jangan mengucapkan terima kasih kepadaku.” Manner tertawa dengan ucapan Limin yang sedikit berlebihan menurutnya.
Constan sangat senang dan puas mencuekkan gadis disebelahnya ketika gadis itu kedapatan menunduk dan meneteskan air matanya. Mendadak gadis itu menyandarkan punggungnya di kursi makan, dan tak berapa lama ia segera bangkit dari kursi itu dan melarikan diri. Manner yang melihat hal itu segera mendorong kursinya ke belakang dan bangkit berdiri mengikuti Dygta yang berlari sambil mengumpat kata serapah dari mulutnya.
“Nah, apa kau senang sekarang, Constan?” tanya Limin tersenyum menggoda.
Constan hanya mengangkat keningnya, “Apa yang kau lakukan?!”
“Kau melihatnya tadi.”
“itu buruk.” Constan mengangkat gelas anggurnya lagi dan mengamatinya perlahan, “Apakah kau ingin aku membuatmu menangis jika aku memandangimu, Limin?”
“Kau memandangi aku tidak semacam kau memandangi anak malang itu,” bantah Limin dengan sikap yang puas. “Dan kalau kau melakukan itu sama persis seperti tadi, yakinlah aku rela mengelaurkan air mataku ini untukmu, Constan,” lanjutnya lagi.
Limin bangkit berdiri dari tempat duduknya sambil menjatuhkan serbet yang berada di samping piringnya. “Aku akan pergi ke ruang keluarga untuk mengobrol santai dengan nenek,” izin Limin.
Jika saja Manner kembali, mulutnya akan mengomel. Sungguh Limin, kau telah menendang kucing kesayangannya.
“Tunggu sebentar, Limin,” kata Constan dan bangkit menyusul untuk melangkah ke arah Limin dari belakang. Kemudian Constan memegangi lengan Limin yang halus dan lembut mulus. “Apakah Manner benar-benar terpikat oleh gadis itu?”
Limin mendongakkan kepalanya dengan rambutnya yang pirang itu. “Aku kira, makhluk istimewa itu membangkitkan rasa untuk melindungi dalam diri Manner bangkit,” jawabnya dengan tertawa agak jahat.
“Manner yang malang! Tapi kakiku kau injak,” seru Constan kasar. Kemudian Constan menarik Limin semakin dekat dengannya sambil berkata, “Bagaimana sebenarnya rasa untuk melindungi itu bisa muncul?” Constan menciumm tengkuknya kemudian mata Limin. “Kenapa kau tidak membuat aku dapat memprotek dirimu, sayang?”
Limin mencebikkan bibirnya dan melepaskan diri dari Constan. “Aku tidak berharap menjadi seperti dirinya.” seketika Limin melesat pergi dari ruangan itu, ia hanya mendengar suara tawa Constan yang mengolok-olok dirinya dengan durasi yang lumayan lama sehingga berlalu begitu saja dan suara itu sudah tak terdengar lagi.
“Dia mengira saya penipu, kan?” Dygta berdiri dekat dengan meja perpustakaan, sambil mengusap air mata yang jatuh dari kedua matanya. Ia menyapunya dengan sapu tangan yang telah diberikan oleh Manner kepadanya. Dygta melihat ekspresi wajah Manner yang nampak tidak senang dan Dygta pun segera mengganti kalimatnya, “Saya rasa, saya tidak bisa berada di sini lebih lama, Dr. Peters. Mungkin lebih baik saya ke rumah sakit saja.”
“Ini rumahku, Dygta. Bukan rumah Constan!” mata Manner yang memancarkan keprofesionalannya sebagai seorang dokter itu mengamati gadis kecil dihadapannya, dan ia mengkerutkan keningnya melihat sebuah keraguan yang ada di dalam diri gadis itu. “Dia di sini hanya sehari atau dua hari saja, hei anak kecil. Dia akan pindah ke cottage-nya sendiri pada hari Sabtu. Kau sendiri tadi mendengar perkataannya, kan?” kata Dr. Manner tersenyum kepada Dygta. “Jangan kau khawatir karena dirinya. Constan memang mempunyai humor aneh seperti itu. Kau tahu, jika dia berhasil dengan humornya yang aneh itu, dia kan semakin merasa senang dan akan semakin menjadi-jadi untuk melancarkan serangan selanjutnya. Susahnya, dia sangat suka puji-pujian yang berlebihan yang selalu dilontarkan kepada dirinya. Yah, memang diakui, dia benar-benar hebat dalam karirnya dan menjadi seorang aktor yang sukses dalam seni perannya. Tapi tolong, jangan katakan padanya,” jelas Manner.
“Saya tidak memiliki hasratt untuk mengatakan kepadanya, Dr. Peters,” ucapnya tegas. “Saya kira saya tidak akan suka dengan saudara sepupu anda itu,” katanya menambahkan.
Manner tertawa mendengar celotehan dari gadis kecilnya itu.
...****************...
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments