Bab 11
Beberapa saat Constan mengamati wajah Limin.
Kau cantik. Kau cocok untuk menjadi model potret," ucapnya cekikikan.
Limin mencebikkan bibirnya yang hanya berjarak beberapa inci saja dari bibir Constan.
"Aku jadi ingin mencongkel matamu sampai keluar dari relungnya!" kata Limin sarkas.
"Kenapa kau sangat berani berbuat seperti itu terhadapku? Hal semacam itu layak kau lakukan terhadap Dygta dari pada diriku," lanjutnya lagi.
"Apakah aku sungguh kejam terhadapmu?" sahutnya sambil mengangkat salah satu keningnya untuk mengejek Limin. "Ya, dengan seperti itu kau tidak akan berkeinginan agar aku mendekatkan bibirku ke bibirmu, kan?"
"Oh, tidak! Kau sungguh tidak sopan!" kata Limin dan kedua lengannya memeluk leher Constan penuh keinginan. "Kau tahu benar aku ingin kau menciumku jika kau sungguh jadi milikku, Costan!" ucapnya dalam nada sensuall Limin.
...****************...
Dgtya dari keluar langsung dari ruang keluarga menuju ke kamarnya. Namun, anehnya dia merasa sangat risau ketika menutup pintu ruangan itu. Sebentar lagi pelayan akan memanggil mereka pada saat makan malam tiba dan dia pun harus segera turun. Dia benar-benar enggan untuk turun makan malam bersama saat di ruang makan di bawah, membayangkan Constan akan selalu memandangi gerak-gerik dirinya.
Dygta segera membuka pintu kamarnya, yang terdengar bantingan cukup kuat, dan berlari turun ke ruang makan. Dia melintasi ruang keluarga. Segera ia meraih mantel yang tergantung di gantungan, kemudian dia segera mengenakannya dengan terburu-buru.
Kabut malam musim gugur menutupi pepohonan pinus, dan Dygta sudah berada di luar dan bersiap untuk pergi dari rumah menuju jalan pepohonan pinus berada. Malam yang tidak dapat menghangatkannya malah angin yang berhembus kencang membuat tubuh mungilnya menggigil kedinginan walaupun sudah mengenakan mantel yang cukup tebal yang diraihnya dari gantungan itu. Dygta menarik sebagian mantelnya ke atas untuk menutupi sebagian wajahnya yang seolah-olah angin menyentuh kulitnya tanpa henti. Dia tidak tahu harus ke mana dan berjalan tanpa tujuan.
Dygta hanya merasa bahwa dirinya harus pergi dari kediaman Peters dan itu suatu keharusan yang dilakukannya. Bagian bawah mantelnya berterbangan terkena terpaan angin malam, yang mengingatkan Dygta pada hari Minggu pagi bersama Manner, berjalan-jalan bersama. Manner pun menggunakan mantel yang sama pada saat itu. Dari sana dia juga dapat mengenal bagaimana kehidupan sehari-hari keluarga Peters. Tapi Dygta tetap heran kenapa tidak ada satu orangpun yang melaporkan atas kehilangan dirinya kepada polisi setempat untuk mencari dirinya?
Manner sendiri berulang kali datang ke kantor polisi untuk menanyakan apakah ada keluarga yang merasa kehilangan seseorang dalam anggota keluarganya, tapi sayangnya polisi selalu menggelengkan kepalanya memberitahu bahwa itu tidak pernah terjadi, sehingga polisi menduga atau beranggapan bahwa orang atau penderita amnesia itu selalu tidak memiliki keluarga atau hanya hidup sebatang kara, sehingga Dr. Peters harus bersabar sampai gadis itu mengingat kembali dirinya sendiri dan darimana dia berasal.
...****************...
Dygta menghela napas panjang sambil berjalan dan mengepalkan tinju di dalam saku mantelnya. Sungguh hal yang menyedihkan membayangkan dia hanya hidup seorang diri, alias sebatang kara di dunia ini, dan tak ada seorang pun yang memperhatikan dirinya. Dan lebih menyedihkan lagi saat mendengar pertanyaan Constan Peters terhadap dirinya, "Apakah Manner sudah melamar dirimu? Atau dia masih memikirkan bahwa kau masih milik orang lain?" Ironis sekali pertanyaan itu yang mengandung arti bahwa dia tidak mempercayai Dygta ada yang memilikinya. Tak ada suami. Lalu cincin macam apa yang berbekas pada jarinya itu? Cincin stempel yang tidak cocok di jari lain sehingga ia kenakan di jari manis tangan kirinya?
Dygta menghela napas panjang lagi di kala memikirkan hal itu. Dia merasa lelah, lalu bersandar disebuah salah satu batang pohon Pinus. Ke mana ia akan pergi? Ke Brinsham? Ya, kenapa tidak ke sana saja? Di sana ada rumah sakit dan dia tidak akan merasa menjadi seorang pelarian dalam rumah sakit itu. Constan tidak akan datang ke situ dan mengejek dengan tuduhan-tuduhan yang dilayangkan terhadap dirinya. Bahkan kemarin dia menuduh Dygta untuk mendapatkan Manner.
Di sela-sela sandarannya, Dygta menangis seorang diri. Air matanya luruh jatuh begitu saja ke pipinya, tubuhnya gemetaran karena merasa kedinginan dan memelas. Dia menangisi hilangnya ingatannya, takut jika ketidak ingatannya itu akan berlangsung terus menerus sebagai suatu kehampaan pikiran dan hatinya.
Ketika badai, tangisannya berhenti juga. Dia merogoh sesuatu di dalam saku mantelnya dan merasakan ada benda lembut yang tersentuh dengan tangannya. Ternyata itu adalah sapu tangan yang ternyata itu sapu tangan Constan yang meninggalkan bau menyengat cerutunya di dalam sana. Dia pun segera memasukkan kembali ke dalam saku mantel itu.
Dygta tahu, mantel itu pernah dipakai oleh Limin. Timbul pertanyaan dipikiran Dygta, apakah Limin pernah meminjam sapu tangan Constan di suatu waktu mereka berkencan bersama? Yang tentunya, Constan akan memberikan kissnya dan sapu tangan itu untuk mengusap sisa-sisa kissingnya.
Burung-burung berbunyi berkerisik disarangnya masing-masing. Bintang-bintang di langit pun bertaburan dan terlihat jelas dari bawah saat dia mendongakkan kepalanya ke atas. Itu pertanda bahwa dirinya harus segera bergerak. bukan hanya menangis atau memikirkan perkataan Constan terhadap dirinya. Dygta pun segera meninggalkan pohon Pinus yang dia gunakan untuk bersandar sementara dengan mata yang agak bengkak karena ia menangis. Dygta terkejut saat ia ingin beranjak dari sana mendengar suara nyalakan anjing. Dygta sudah memastikan bahwa dirinya hanya seorang diri untuk melarikan diri ke hutan pohon Pinus itu. Tetapi kenapa ada suara nyalakan anjing di sini? Suara hewan yang satu itu tidak asing bagi dirinya. Dia pernah mendengar suara nyalakan itu sebelumnya.
Oh! Banker! Iya, itu suara Banker.
Banker menyalak seperti seseorang yang memberitahukan pada dirinya bahwa dia tidak perlu takut kepada Constan. Dan Banker hanya sendirian saja di sana. Segera Dygta berlari ke jalan dan berteriak memanggil Banker untuk menghampiri dirinya. Banker pun mendekat dan langsung berlari ke pelukan Dygta dengan manja dan menyerusukan kepalanya pada mantel Dygta.
Tidak seperti dugaannya, Dygta tidak jadi melarikan diri karena anjing itu mengikutinya bahkan menemukan dirinya di sana. Tak butuh waktu berpikir, Dygta pun melangkahkan kaki nya untuk menuju ke kediaman keluarga Peters untuk mengantar Banker ke sana.
Akhirnya mereka sampai pada tujuan mereka, dan Dygta segera menekan bell yang ada pada rumah itu. Berharap David membukakan pintu.
Ketika pintu terbuka, memang David yang membukakannya. Dia keheranan mendapatkan Dygta mengenakan mantel yang kepanjangan untuk ukuran tubuhnya, itu sampai pada pergelangan kakinya, bahkan ia membawa anjing besar di belakangnya bersama dirinya. Tak lama mereka pun masuk bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments