Bab 16

Bab 16

"Segala yang ada di sini udah tua! Semuanya sudah tua dan expired!" keluh Limin. "Sekarang, apa rencanamu? Apakah rencana mu juga termasuk mencakup Manner?" tanya Limin kepada Dygta.

"Bagaimana aku dapat merancang masa depanku tanpa mengetahui apa sebenarnya masa lampau ku?" sahut Dygta.

"Kalau begitu katakan sesuatu yang lain. Apa kau melarikan diri dari kediaman keluarga Peters ketika kau menemukan Banker waktu itu?" tanyanya Limin sambil mengamati Dygta.

"Bagaimana aku bisa memikirkan itu, sedangkan aku kembali," kata Dygta menatap kembali tatapan yang dilayangkan Limin.

"Ya, aku tahu, kau kembali. Siapa sebenarnya orang yang tidak dapat kau tinggalkan, Constan atau Manner?" Mata Limin terus mengamati Dygta. Dia tersenyum samar ketika menyaksikan Dygta menghela napasnya panjang.

"Kau melarikan diri, kemudian datang kembali, membawa anjing itu. Kau tampak seperti dalam kegundahan sore itu saat aku melihatmu."

"Tentu saja aku kebingungan dan dalam kegundahan waktu itu," Dygta sudah terengah-engah napasnya menjawab pertanyaan Limin. "Siapa yang sampai tega melihat binatang terluka seperti itu?"

Limin tertawa tidak lucu. "Terutama karena binatang itu milik Constan, ya? Nak, aku akan katakan sesuatu kepadamu. bahwa mungkin Constan sangat berterimakasih denganmu malam itu tentang apa yang kau lakukan, menggiringnya kembali pulang ke rumah. Namun jangan salah paham, untuk memikirkan hal yang lainnya selain itu. Kegelandanganmu di Padang rumput rawa-rawa bukan suatu daya tarik yang bisa memikat dirinya untuk simpati pada dirimu."

"Aku tidak ada niat untuk memikat dirinya," Dygta hampir saja terjatuh dan segera menjaga keseimbangannya. "Bagaimana kau mengatakan hal semacam itu? Kita semua tahu bahwa Constan tidak menyukai aku. Kau malam itu ada di ruang keluarga, dan mendengar segala ucapan Constan terhadap diriku."

"Dan apa yang ia katakan kepadamu pada Sabtu malam itu?" tanya Limin dengan sengaja untuk mengingatkan kembali apa yang telah dikatakan oleh Constan.

Ketika Dygta tidak menjawab, Limin semakin mendekatinya dan parfum yang ia kenakan sungguh menguar menyeruak ke permukaan.

"Lihat kemari dan tatap mataku, Dygta. Sebaiknya kita blak-blakan, kau sudah mendapatkan Manner dalam genggaman tanganmu dengan pancingan yang gunakan selama ini, dan Manner terjebak dan terbuai dalam jebakanmu itu. Tetapi aku tidak. Jika kau sampai membuat Constan juga kau jadikan targetmu, aku akan peringatkan kepada dirimu, jangan kau membuat Constan menjadi bintang buas yang dapat menerkammu dan memakanmu hidup-hidup. Dan aku bukan hanya dapat berbicara kasar kepadamu, tapi juga dapat bertindak kasar."

Kata-kata Limin jelas tidak diragukan lagi bahwa dia bukan sekadar main-main dengan sikap proaktif dan bibir yang sumringah, dia menunjukkan kebencian secara terang-terangan.

"Aku kira, aku tidak akan pernah tahu bagaimana kau mengerjap-ngerjapkan matamu terhadap Constan di Sabtu malam itu. Yah, aku melihatnya sendiri. Kau harus tahu bahwa Constan berbeda dengan Manner. Karena kata "tidak" tidak termasuk dalam kamusnya. Kau dapat mengucapkan itu terus-menerus sampai binatang peliharaanmu kembali dalam pelukanmu." Limin tertawa penuh arti.

Limin membenarkan tatanan rambutnya yang sudah dirapikan, dan menyebarkan wangi parfum yang dia kenakan saat ini dari tubuhnya sekaligus seperti mempertontonkan bentuk tubuh langsing yang dimilikinya.

"Tentu saja, kau tahu, bahwa aku berbicara berdasarkan Pengalaman. Kau menyadari itu, bukan? Kau menyadari bahwa aku, memiliki ikatan dan aku berhak untuk menyatakan ketidak senanganku atas sikap tertarikmu terhadap Constan!"

"Aku tidak berhak melakukan apa yang baru saja kau tuduhkan kepadaku!" bantah Dygta. Dia membelakangi Limin dan ingin beranjak pergi karena muak mendengarkan kata-kata yang terlontar dari mulut manisnya itu. Juga cara gadis itu memamerkan lekuk tubuhnya.

"Yang aku cari di sini adalah bagaimana aku teringat kembali siapa diriku dan dapat kembali ke tempat asalku. Itu yang terpenting bagi diriku!" ucap Dygta ingin beranjak pergi.

"Kemana? Ke Padang rumput rawa-rawa? Bukankah di sana kau berasal?" kata Limin mengejek Dygta.

Angin semilir menerpa rambut Dygta dan mantel yang dikenakannya, seperti membisikkan kepedihan dan kesepian yang dirasakannya selama ini. Limin mengatakan kata-kata pedas itu, tetapi bagaimana andaikan itu merupakan kunci rahasia ingatan kehidupan masa lampaunya yang hilang? Siapa tahu di landaian yang curam, tempat burung-burung mencicit, disitu masa lampau yang hilang dapat ia temukan kembali?

Mendadak terdengar suara peringatan di dalam rumah kediaman Peters, Limin melemparkan puntung rokoknya.

"Sungguh aneh kau tiba-tiba berada di sini. Jika kau memikirkannya, seperti adegan film yang ada di drama-drama datang menggunakan sepatu sendalmu yang penuh dengan lumpur, keluar dari Padang rumput rawa-rawa, lalu datang kemari. Sudah berapa lama kau berada di sini? Tentunya kau sudah lebih dari sebulan, kan? Aneh..." kata itu diucapkan penuh dengan tekanan. "Lucu, tak ada seorang pun yang sibuk dan heboh atas kehilangan dirimu, sehingga membiarkan kau berada ditangan Manner. Aku yakin orang itu salah mengirim kau ke rumah keluarga Peters, bahkan tak ada nama alamat pengirimnya."

Kata-kata itu terus terngiang di kepala Dygta sampai waktu untuk menyantap makan malam di meja makan. Dan kemudian beralih ke ruang keluarga. Sesudah itu, Limin meminjam kunci mobil Manner, di mana mobil kecil yang dipinjam Limin dan ia pun segera pergi dari kediaman Peters.

"Aku rasa dia pergi untuk menjenguk Constan," kata Nyonya Peters kepada Dygta.

Manner menutup pintu sambil tersenyum, memandangi mereka dengan pandangan menyetujui ucapan neneknya.

"Aku tidak suka Constan menikahi perempuan itu. Memang dia cantik, tapi..." kata nenek lagi.

"Limin tidak mengatakan kalau dia pergi ke kantor agama untuk mengurus surat pernikahannya. Dan aku yakin dia akan mendapat kendala saat mengurusnya," Manner tertawa.

Dia menuju meja dan menyalakan radio portable. Musik dansa berkumandang memenuhi ruangan itu. Tak menduga kalau Manner mengulurkan tangannya ke arah Dygta untuk mengajaknya berdansa bersama.

"Maukah kau berdansa bersama?" tanya Manner.

"Aku... aku rasa aku tidak bisa berdansa," katanya mengelak menjauh.

Nyonya Peters terpikirkan akan drama yang selalu dilakoni oleh Constan, "Sayang sekali kali ini tidak ada syuting atau drama Opera yang bisa dilakoni oleh Constan. Apa kau tahu kapan latihan akan dibuka lagi dan memulai dengan drama baru, Manner?"

"Dia mengatakan kepadaku waktu itu akan segera setelah mereka menemukan seseorang yang mungkin dapat diterima oleh penonton, sebagai anaknya. Anak itu harus berusia sekitar dua puluh tahunan. Karena anak-anak berumur dua puluh tahunan itu belum memiliki pengalaman bermain akting baik saat syuting maupun di pentas panggung saat bermain Opera. Dan harus memiliki baby face untuk itu," jelas Manner kepada neneknya.

"Yah, Constan sendiri baru berumur tiga puluh empat tahun. Jika dia memerankan lakonnya, dia masih terlihat muda daripada umur sebenarnya. Dan dia mendapatkan peran sebagai seorang ayah. Mungkin itu yang menyebabkan dirinya tertarik dengan Limin, semacam sesuatu kebutuhan psikologis untuk merasakan sebagai seorang ayah."

...****************...

tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!