Bab 9
Dygta berjalan di sepanjang jalan di samoing Manner, sambil mendengarkan dengan asyik cerita Manner yang menceritakan keluarga Peters, bercerita tentang taman yang selalu dilalui oleh orang umum sebagai jalan pintas ke jalan umum.
“Apa alasannya anda menghentikan praktik di Harley Street, London?” tanya Dygta yang tiba-tiba ingin tahu.
“Karena saya tertarik untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang penyakit yang susah sekali disembuhkan. Kau tahu apa itu? Salah satunya penyakit rematik,” jawab Manner.
“Rematik?”
Manner menganggukkan kepalanya membenarkan. Dia mulai menjelaskan bahwa banyak dari pasiennya dulu telah mendapat serangan atau menderita karena penyakit itu dan dirawat dengan berbagai cara selain mengosumsi obat tertentu untuk dapat meringankan terapi hanya dalam waktu yang sangat singkat. Karena itu, dia sekarang sedang mempelajari lebih terperinci tentang rematik itu dan ia berharap dapat membuat suatu penemuan yang berupa obat yang ampuh untuk meringankan penyakit yang di derita oleh penderita.
“Wow! Itu suatu hal yang sangat hebat untuk dilakukan, Dokter!” seru Dygta. “Dan hal ini membuktikan bahwa saya benar tentang anda!” ucapnya lagi.
“Benar tentang diriku?” tanya Manner bingung.
“Iya, anda itu memiliki sifat yang baik hati,” ucap Dygta sambil menyeringai dengan bibir yang lebar.
Dygta menyadari bahwa Manner sedang mengamati sepatu yang ia kenakan saat ini itu basah karena terkena genangan air yang mereka lalui saat berjalan.
Manner berkata, “Justru itu cara seperti yang kau lakukan saat ini. Berjalan di genangan air dan membiarkan kakimu tetap basah, itu bisa menyebabkan kau terkena rematik.”
Saat mereka terus menelusuri jalan yang agak gerimis itu, tiba saja air menciprat ke arah Dygta dan mengenai bagian bawah bajunya dibalik jas hujannya, Dygta tertawa renyah kegirangan.
“Saya senang bermain air! Mungkin saja aku merupakan jelmaan seekor bebek penyuka air ketika sudah melihat air. Ahaha...” ucapnya senang dengan nada yang girang.
Dygta berlarian mendahuli Manner. Rambut hitamnya yang dipotong bergoyang ke sana kemari bagaikan sayap yang mengepak. Lengan jas hujannya melambai-lambai.
Manner tertawa melihat tingkah Dygta yang seperti anak kecil kegirangan jika berjumpa dengan air. Dia memperlebar langkahnya mengikuti Dygta melintasi rerumputan yang basah karena diguyur air hujan.
Ketika Manner telah sampai di ujung ladang, Dygta sudah berdiri di dekat pintu pagar gereja.
“Sungguh suara yang sangat indah. Dr. Peters?” gumamnya mendengar puji-pijian yang terdengar samar-samar di telinganya di dalam gereja. Dygta mencium sesuatu yang ia anggap baru bagi dirinya. Dia belum pernah berjalan-jalan disepanjang jalan Devon’s Hire pada hari Minggu pagi sebelumnya. Dia juga mendengar lonceng gereja yang berdenting. Sepanjang ingatannya dia juga tak pernah tahu adanya kehidupan di dalam keluarga Peters yang mewah seperti itu.
“Anda tahu,” ucap Dygta dengan suara yang bergetar. “Saya tidak dapat terus-menerus menggantungkan diri kepada keramahan dan kebaikan hati anda, Dokter.”
“Panggil aku, Manner. Sudah kukatakan, panggil aku Manner,” dengan senyuman yang mengembang di bibir manisnya lelaki itu, menyentuhkan jarinya pada bibir bawah milik Dygta.
“Kebaikan hati yang kau ucapkan itu, merupakan suatu bagian cahaya mentari yang dapat menyinari semua orang, dan itu merupakan suatu nilai-nilai yang sudah lahir dalam diriku,” jelasnya.
“Anda memang baik, Dokter,” sahut Dygta lagi menghangat. Tiba-tiba Dygta masih terpikir apa yang telah dikatakan oleh sepupu Manner terhadap dirinya.
“Apakah anda tidak pernah terpikirkan bahwa saya telah berbuat sesuatu seperti menipu anda untuk mendapatkan segala sesuatu dari anda?”
“Saya tahu itu tidak benar. Dan tolong lupakan perkataan Constan!” ucap Manner dengan cepat.
Manner membantu Dygta kembali melompati pagar dan berjalan menuju ke rumah keluarga Peters lagi. “Sekarang ini juga, saya kira dia bergulat dengan perabotan rumah yang dia datangkan dari London di cottage nya. Limin mengatakan akan membantu Constan mengurusi barang-barangnya. Dan sayangnya kita tidak tahu, apakah dia benar meminta bantuan wanita itu atau tidak.”
“Rupanya saudara sepupu anda menyukai wanita itu,” ucap Dygta teringat dengan pandangan muram Constan terhadap Limin yang mengenakan baju yang terbuka dibagian bahunya sehingga menampakkan kulit putih mulusnya pada Jumat petang yang lalu. Bagaimana mereka berdua bernyanyi bersama diiringi dengan tuts piano dan saling berdekatan di ruang keluarga.
“Limin memang cantik. Body yang dimilikinya adalah body goal semua kaum hawa. Dan setiap saya berada satu ruangan dengannya, saya merasa seperti anak itik yang buruk rupa, dengan rambut saya yang kusut.” Dygta cepat meraba rambutnya.
Manner pun cepat mengarahkan pandangannya ke arah Dygta, kemudian tawanya seketika meledak, terbahak-bahak.
“Anak itu yang buruk rupa, ahaha... berjanjilah kau tidak akan berubah menjadi seekor angsa,” masih dengan tawanya yang terdengar di telinga.
Dygta tersenyum, malu-malu. Angsa? Pikir Dygta sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jas hujan dan memandang ke arah genangan air. Cipratan air itu berjatatuhan dibawah cahaya matahari, dan ia mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh Nyonya Peters kemarin. Mata yang berwarna hijau hazel itu pun bertemu pandang terhadap netra Manner.
“Kau tidak seperti itu, Dygta. kau memiliki mata yang bagus yang pernah aku lihat selama hidupku,” ujar Manner yang dapat membuat jantung Dygta bergejolak keluar saat mendengarnya.
...****************...
Hari itu adalah hari Jumat, sepanjang siang Dygta berada di kebun belakang dan sedang menyapu daun kering yang berserakan di sana. Ia membantu Turner menyapu halaman kebun. Hari semakin gelap, Dygta bergegas untuk menyimpan sapu dan tempat sampah di dalam gudang penyimpanan.
“Aku akan masuk ke dalam, Tuan Turner,” teriak Dygta sambil mengamati jalan yang sudah bersih setelah dia menyapu area itu.
Turner menganggukkan kepalanya tanda ia mengizinkan Dygta masuk ke dalam rumah. Turner menerima adanya kehadiran Dygta di keluarga Peters sebagaimana mestinya orang baru di keluarga itu. Dan Turner juga memelihara dan merawat bunga-bunga yang ada di area kebun keluarga Peters sebagai pekerjaannya. Dygta juga memperlajari berbagai bunga dan cara merawat bunga, bahkan banyak mendengar kisah tentang keluarga Peters.
Dia menjadi mengetahui bahwa nenek Manner memang sudah dekat dengan keluarga Peters sebelum menikah. Nenek menikah dengan saudara sepupu dari keluarga Peters yang merupakan keluarganya sendiri.
Turner mengatakan, masa itu pernikahan dilaksakan dengan adat yang sangat lumrah agar kekayaan keluarga tidak lepas atau jatuh ke tangan orang lain yang bukan merupakan keluarga atau keturunan dari keluarga itu sendiri. Dia juga mengatakan apakah pernikahan itu benar-benar di dasari dengan adanya cinta, atau tidak, tapi kehidupan pada waktu itu tampak bahagia. Dia mengatakan lagi bahwa Manner Peters menjadi seorang dokter tidak melihat dari seberapa kekayaan dan tidak ingin menjadi seseorang yang kaya raya.
“Tetapi Nyonya Peters sangat menyukai Tuan Constan,” celetuk Dygta.
“Oh, itu kesayangan Nyonya Peters,” ujar Tuan Turner membenarkan.
“Baiklah. Selamat malam, Tuan Turner,” Dygta mendadak berlari menuju ke dalam rumah.
Dygta meloncati tangga masuk dan menuju ke ruang keluarga. Ketika dia membuka gorden saat memasuki ruangan itu, tercium baru kopi yang sangat menyengat dan asap rokok. Kemudian Dygta kaget mendengar suara Limin yang berada di sana.
“Ada apa dengan dirimu, Dygta? Kenapa seperti itu? Kalau kau memang takut, ya masuk saja!” ucap Limin heran melihat tingkah Dygta.
Ketika dia masuk, di amelihat Constan yang berada dibalik punggungnya. Constan menatap wajah Dygta yang ketakutan, lalu dia tersenyum dan melepaskan tatapannya kepada Dygta.
“Nah, lihat! Apa yang ku bawa untuk mengunjungimu,” Constan menunjuk pada karpet yang ada di sana dan dia duduk dengan tenang seperti anak kucing., seekor Banker, binatang yang sangat anggun dan gagah.
...****************...
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments