Bab14

Frederic duduk terdiam diatas kursi kebesaran dengan ruangan yang begitu luas. Selama ini, ia bekerja berbagi ruangan dengan karyawan lain. Bermodal laptop, melaksanakan seluruh tugas dari atasan.

Kini, Frederic sudah menjadi atasan mereka. Bahkan, semua karyawan sudah menyegani keberadaannya. Setelah semua karyawan mengetahui status Frederic adalah anak dari pemilik perusahaan, seluruh karyawan menghormat padanya.

Di depan ruangan, sudah ada seorang sekretaris yang bekerja untuk mempersiapkan segala hal kebutuhan pekerjaan. Hari pertama menjadi CEO, pekerjaan Frederic cukup rumit. Ia meminta seluruh berkas dibawa untuk ditinjau ulang.

Meski selama jadi karyawan, ia sudah mencari tahu seluk-belum perusahaan. Namun, banyak hal yang harus diketahui lebih lanjut, misalnya tentang karyawan, hasil produksi perusahaan, keuangan perusahaan, dan masih banyak lainnya.

"Nia, ke sini!" titah Frederic yang kebingungan membaca laporan yang telah dibawakan oleh beberapa manager padanya tadi pagi.

"Ada apa, pak?" tanya Sekretaris Frederic—Nia saat menghampiri bosnya.

"Baca laporan ini, persingkat intinya apa! Saya bingung apa dalam isi laporan ini, terlalu berbelit. Atau minta bagian mereka meringkas laporannya!" tegas Frederic tak ingin bertele-tele.

"Baik pak!" jawab Nia, kemudian ia berlalu pergi menuju depan ruangan Frederic, dimana tempat bekerjanya berada.

Nia pun mulai melakukan tugas sesuai perintah atasan. Ia meringkas laporan itu sendiri tanpa mengembalikan kepada bagian divisi yang memberikan laporan.

Sementara, Frederic tetap melanjutkan untuk membaca laporan lain. Satu hari penuh, ia lakukan untuk mengentaskan pembahasan laporan hingga ia akhirnya mengerti apa saja yang harus dikerjakan kedepannya.

******

Setelah Leticia sibuk rebahan di atas ranjang, bola matanya berpacu pada jam di dinding. Siang itu, ia mulai kelaparan. Hari-harinya begitu kosong semenjak ditinggal oleh sang ibu.

Pikirannya masih kalut, bahkan ia terus berniat ingin mengakhiri masa kontrak pernikahan ini. "Kapan sih tenggat pernikahan ini berakhir? Aku lelah! Aku sudah tidak berniat untuk melanjutkan pernikahan ini," batin Leticia seraya menatap langit-langit kamar.

Meski mereka selalu tidur bersama, bahkan Leticia kerap memeluk pria itu. Namun, benih-benih cinta untuk Frederic tak kunjung muncul. Apalagi saat ibunya sudah pergi, hanya rasa kecewa yang tersisa pada dirinya.

Namun, Leticia tetap mencoba tegar di mata kedua adik kembarnya. Ia tetap ingin merawat kedua anak itu agar tumbuh dengan kehidupan yang layak. Bahkan, bisa meraih cita-citanya tanpa dibebani pikiran biaya.

"Apa aku bisa membiayai sekolah mereka tanpa bantuan Frederic?" gumam Leticia menatap langit-langit, ia tak ingin lagi memakai uang milik pria itu.

Pengobatan untuk sang ibu, menurutnya sudah sangat besar dikeluarkan oleh pria tersebut. Kini, ia harus bersusah payah untuk mencari kerja lain? Profesi yang tidak merusak citra suaminya.

"Tidak mungkin aku menjadi seorang pelayan seperti dulu? Bisa-bisa tuan Frederic protes kalau aku bertahan untuk mencari kerja sendiri? Apa yang harus aku lakukan? Ibu, tolong beri petunjuk padaku!" Leticia lagi-lagi larut dalam pikiran sendiri.

Tok ... Tok ...

Dei dari balik pintu muncul. Ia membawakan nampan berisi makanan dan minuman. Sontak, Leticia pun langsung terkejut dengan kehadiran perempuan muda yang sudah menjadi seorang pelayan di rumah mereka.

"Mbak, nanti saya ke meja makan. Tidak perlu dibawa ke kamar," kata Leticia, saat itupun ia masih merasa sungkan pada pembantu itu.

"Baik, nyonya!" Dei kembali lagi membawa nampan. Ia menyimpan di atas meja makan. Saat Leticia beranjak, kedua adik kembarnya sudah tiba di rumah.

"Mbak! Mbak ...?" teriak Fani, ia mengedarkan pandangan mencari sosok perempuan yang tidak ia temukan sejak pagi tadi.

"Ada di kamar, non," jawab Dei saat mendekati Fani yang berteriak-teriak di dalam rumah.

"Oke mbak, makasih." Fani pun langsung menuju kamar atas, mencari perempuan yang sudah menjadi tulang punggung bagi mereka.

Tok ... Tok ...

"Mbak, boleh masuk?" kata Fani usai mengetuk pintu.

"Masuk Fani!" titah Leticia setengah berteriak, saat ia mendengar teriakan Fani setelah beranjak, ia kembali merebahkan diri di atas ranjang.

Ia malu mempertontonkan wajah suram pada adik-adiknya. Oleh karena itu, Leticia lebih baik menghindari wajah kedua adiknya daripada harus saling menatap.

"Mbak, kemana aja sih? Nggak kasihan apa sama suaminya dibiarin gitu aja? Fani sama Fano juga nyariin dari pagi," cerocos Fani dari batas ambang pintu dengan protes.

"Mbak, lagi nggak enak badan, Fan," balas Leticia berpura-pura lemas.

"Tahu nggak, tadi pagi kita diantar sama mas Frederic! Orangnya ternyata baik banget loh," ucap Fani seraya menghempaskan tubuh tanpa sungkan di ranjang milik sang kakak.

Sementara, Fano langsung bergegas ke kamar. Mengganti baju dan merebahkan diri diatas ranjang empuk. Menutup telinga dengan airpods. Mendengarkan musik dari sambungan ponsel.

"Terus kenapa kalau orangnya baik?" Leticia pun mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.

"Ya, enggak apa-apa sih! Makanya mbak harus kasih perhatian penuh sama mas Frederic! Kurang apalagi coba, udah baik, kaya raya, bisa kasih semuanya buat mbak!" tutur Fani sok tahu.

"Ehmm ... tapi bukan itu masalahnya Fan, kamu tidak tahu kalau kami hanya terikat pernikahan kontrak semata," batin Leticia tertegun seraya menundukkan kepala.

"Mbak! Malah bengong!" protes Fani sembari menggoyangkan tubuh Leticia, menunggu jawaban kakak sulungnya.

"Fani, sana kamu ganti baju. Daripada disini menggosip. Suruh Fano juga makan siang bareng, mbak bentar lagi kebawah!" tandas Leticia mengakhiri percakapan mereka.

"Yah, mbak kenapa sih? Nggak bersemangat banget! Masih teringat ibu?" cecar Fani dengan tatapan menyelidik.

"Iya, mbak kangen ibu! Ibu terlalu cepat pergi," sambung Leticia tanpa basa-basi.

"Sudahlah mbak, doakan ibu berada di tempat yang terbaik! Kita juga punya kehidupan disini, kehidupan yang harus dilanjutkan," papar Fani menyadarkan dan sok bijak.

"Iya, bawel! Anak kecil sok tahu! Buruan sana ganti baju, mbak juga mau ke meja makan!"

Keduanya pun akhirnya keluar beriringan. Leticia juga tak ingin membiarkan adik perempuannya itu berada di dalam kamarnya berlama-lama. Apalagi gadis remaja seperti itu sedang dilanda rasa penasaran terus-menerus.

"Fano, Fano? Ayo, makan?" teriak Leticia saat ia sudah berada dibawah anak tangga terakhir.

Fano tak mendengar teriakan itu lantaran masih menggunakan air pods. "Udah, mbak duluan saja! Nanti aku panggilkan Fano," seloroh Fani, ia pun masuk ke dalam kamar.

"Mbak Dei, ayo sini makan! Ajak yang lain!" kata Leticia, membuat Dei mengerutkan kening, ia tak mengerti maksud wanita itu.

"Maksudnya gimana, nyonya?" Dei menatap lekat pada manik mata yang berwarna kecoklatan milik Leticia.

"Ayo makan sama saya disini!"

"Hah?" Dei termenung seketika. Pikirannya melayang entah kemana.

"Mbak Dei, ajak yang lain juga," kata Leticia membuyarkan lamunan Dei.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!