bab11

Varrel mendekati ketiga kakak beradik itu dan mengatakan ucapannya. "Bagaimana kalau adikmu ajak ke rumah kalian saja? Kasihan kalau harus tinggal berdua di rumah,"

Saran dari Varrel tak bisa begitu saja ia terima. Ia menunggu keputusan dari Frederic, sang pemilik rumah. Leticia melihat wajah Frederic dengan tatapan sendu. Frederic tidak mengerti apa maksud tatapannya.

Karena terdiam begitu lama, Varrel berinisiatif membuka suara pada putra semata wayangnya. "Bagaimana, Nak?" tanya Varrel dengan tatapan tajam agar disetujui oleh putranya.

Tanpa pikir panjang, Frederic mengangguk menyetujui saran dari sang ayah. Leticia membantu kedua sang adik mengemasi seluruh pakaian dan barang yang perlu dibawa

"Jangan lupa seragam sekolah kalian, Dek." Leticia mengingatkan saudara kembar itu.

Barang bawaan Fani dan Fano ternyata cukup banyak hingga memenuhi bagasi mobil Frederic. Mobil biasa Frederic gunakan selama bekerja memang kecil.

Mereka berempat sangat sangat cocok dengan kapasitas mobil. Fano dan Fani bingung mengapa iparnya memilih mobil kecil yang biasa seperti ini, padahal mereka tahu iparnya adalah pria muda kaya raya dan pewaris tunggal.

Sementara, Varrel memilih untuk mengendarai mobil sendiri dan pulang ke kediamannya tanpa mengantarkan menantu dan adiknya. Fani dan Fano sangat terpukau dengan rumah yang ditinggali oleh kakaknya.

Mereka belum pernah ke rumah ini. Dibandingkan rumah kecil milik mereka yang tidak ada apa-apanya. "Ayo masuk! Anggap saja rumah sendiri," perintah Frederic pada kedua adik iparnya.

"Kalian bebas melakukan apapun disini! Senyamannya saja," lanjut Frederic.

Fani dan Fano tersenyum mendengar ucapan iparnya. Mereka akan tinggal sebagai orang kaya seperti kakaknya saat ini. Tak perlu malu lagi pada teman-temannya jika mengajak ingin bermain ke rumah mereka.

Leticia mengantarkan Fani dan Fano ke masing-masing kamar. Dua kamar tamu akan mereka gunakan dan dijadikan kamar pribadi selama dua tahun kedepan.

"Mbak, enak banget tinggal disini! Apa ada kolam renangnya?" tanya Fano yang mulai melupakan kesedihannya.

"Ada! Sudah kamu besok lihat saja seisi rumah. Sekarang lebih baik istirahat. Segera mandi dan bereskan baju kalian. Sebentar lagi kita makan malam," jelas Leticia.

Leticia masuk ke dalam kamar, meninggalkan adik kembarnya yang mulai sibuk menata baju-baju mereka. Baru membuka daun pintu kamar, dia terkejut melihat Frederic telanjang dada dan hanya menggunakan handuk untuk menutupi area sensitifnya.

"Astaga!" teriak Leticia seraya memegangu dadanya dengan kedua tangan.

"Ada apa?" tanya Frederic panik.

Leticia menunjuk handuk Frederic. Frederic tidak sadar kalau dirinya belum berpakaian. Ia segera pergi ke ruang ganti yang terhubung dari kamar mereka dan segera memakai baju.

"Maaf tadi saya tidak sadar! Saya lupa, karena mengira kamu tidak akan masuk ke kamar," ucap Frederic yang baru saja kembali ke kamar.

Kedatangan Frederic membuat Leticia kikuk dan kaku. Dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Karena seharian sibuk dengan pemakaman sang ibu.

Di dalam kamar mandi, Leticia merintih dan sesenggukan menangis seorang diri. Dia mengingat perjuangan seorang ibu untuk menafkahi anak-anaknya setelah ditinggalkan oleh ayah mereka.

Leticia bahkan dituntut dewasa karena tidak tega melihat ibunya yang sakit-sakitan tetap bekerja. Sehingga setelah menyelesaikan sekolah, ia memilih langsung bekerja sebagai seorang pelayan.

Tidak ada pengalaman yang ia miliki, sehingga dengan pasrah menjadi seorang pelayan di restoran karena gaji yang ditawarkan lumayan tinggi dan mampu membantu keluarga mereka.

Hanya saja, hasil gaji itu tidak cukup untuk membantu pengobatan sang ibu yang sangat mahal. Kini, ibunya sudah tidak merasakan kesakitan lagi dan sudah tenang dialam baka.

Leticia menyiram dirinya dengan air hangat yang dialirkan diatas shower yang menyala. Air matanya pun tidak terlihat terjatuh karena tersiram air dengan sendirinya.

Frederic hendak memanggil Leticia untuk mengajak makan malam tapi malah terdiam didepan kamar mandi. Dia kebingungan mengapa Leticia mandi begitu lama. Ia ingin mengetok kamar mandi, namun suara sesenggukan tangisan dari dalam menghentikannnya.

Ia tidak jadi mengetuk pintu kamar mandi dan diam mendengarkan tangisan Leticia didepan pintu. Ia semakin khawatir pada Leticia karena daritadi tetap tegar dan tidak menangis untuk menutupi kesedihannya didepan adik kembarnya.

"Sesedih itu kamu kehilangan ibumu," batin Frederic.

Huft ...

Ia menghembuskan nafas kasar dan kembali menarik nafasnya. Mendengar suara air yang berhenti sekaligus tangisan Leticia menghilang, Frederic berlari dan duduk diatas ranjang.

Ia mengambil ponsel diatas meja nakas dan berpura-pura sibuk untuk mengecek pekerjaan yang ada didalam ponsel agar tidak mencurigakan bagi Leticia. Bisa malu ia jika ketahuan tadi sempat menguping dan mendengarkan Leticia menangis.

Istri kontraknya itu baru saja keluar dari kamar mandi. Tangisannya selama setengah jam didalam kamar mandi, ternyata membuat matanya bengkak. Dengan cepat Leticia ke kamar ganti melalui lorong kamar yang terhubung. Ia melintasi Frederic dan menunduk agar tidak kelihatan.

Namun Frederic diam-diam melihat wajah Leticia yang matanya tampak bengkak karena tangisan yang disembunyikan saat pecah di kamar mandi. Selesai berpakaian, Leticia menghampiri Frederic.

"Tuan, apa kamunmau melanjutkan kontrak ini? Atau bolehkah aku memutus kontrak secara sepihak?" tanya Leticia dengan wajah sendunya.

Rasa sedihnya belum juga hilang. Namun bengkak diwajah sengaja ditutupi dengan make-up tipis natural. Mendengar permintaan Leticia, Frederic mengerti apa yang ia rasakan. Kawin kontrak yang disetujui oleh Leticia awalnya disetujui karena ia memerlukan dana untuk pengobatan sang ibu.!

Kini, sang ibu telah tiada, sehingga dia tidak memerlukan dana besar lagi. Tidak ada lagi alasan bagi Leticia untuk melanjutkan kontrak tersebut. Kalau sekedar menafkahi adik kembarnya, ia bisa kembali bekerja. Tidak perlu bantuan uang dari Frederic.

"Kamu sudah baca kontraknya dengan teliti? Di dalam kontrak tertulis. Salah satu pihak dengan alasan apapun dilarang untuk memutus kontrak," ucap Frederic dengan lugas.

"Terus, kalau aku putusin bagaimana?"

"Tentu saja kamu akan terkena denda! Tiga kali lipat dari dana yang kuberikan untuk pengobatan ibumu. Apa kamu sanggup? Itu semua sudah tercantum dalam kontrak yang kutulis," balas Frederic dengan santai.

Leticia menggelengkan kepala. Ia memang tidak pernah membaca isi surat kontrak pernikahan mereka. Yang ia tahu adalah syarat darinya terpenuhi. Yaitu dana pengobatan sang ibu serta menafkahi kedua adiknya.

"Jadi sesuai dengan rencana kontrak akan berjalan selama dua tahun?" tanya Leticia lagi.

"Pasti! Apalagi kita baru menikah, masa tiba-tiba cerai," ketus Frederic, mengernyitkan alisnya.

Leticia kemudian berpikir lagi. Ibunya baru saja pergi, sementara ia malah bercerai. Orang-orang nantinya akan berpikiran buruk padanya jika benar terjadi perceraian.

"Tapi apa boleh adikku tinggal disini sampai kontrak kita selesai?" tanya Leticia dengan polos.

"Boleh! Aku akan mengurus dan menafkahi mereka," balas Frederic.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!