17 Tentang Pak Teguh

Sebagai seorang anak, tidak ada tugas lain selain melaksanakan hak dan kewajibannya. Tidak sepatutnya jika anak turut serta memikirkan masalah ekonomi keluarga.

Namun sepertinya tak sedikit juga anak yang memikirkan keuangan keluarga.

Utami salah satunya!

Dirinya sadar akan kegiatan yang padat di sekolah, memikirkan Tugas sekolah, Keanggotaan OSIS, dan juga ektrakulikuler. Menyebabkan dirinya hampir tidak ada waktu untuk di rumah.

Lebih menguras uang ibu karna uang sakunya mengalir setiap hari, tanpa jeda hari libur.

Lelah? Jelas,!, orang tua ataupun dirinya sama merasa lelah, Dia tau itu. Tapi untuk sebuah harapan di masa depan, Utami ingin merubah dirinya jauh lebih baik lagi.

Mengapa? Karna Utami adalah pribadi yang tertutup, pemalu, Literasinya yang amat buruk namun sejak mengikuti keorganisasian, kini dia lebih berani dan percaya diri saat berdiri di depan banyak orang.

Berkat bantuan dan dukungan pak Teguh, sekarang dirinya sedikit berubah, Utami tidak akan melupakan jasanya, sampai kapan pun.

Kini, dia tersenyum-senyum setelah selesai menulis curahan hatinya di buku hariannya. Tentang Pak Teguh, dia pasti sudah gila jika menyukai gurunya sendiri.

Mengingat bagaimana seminggu penuh dirinya terus bersama guru itu, entah itu membahas soal OSIS, Hafalan, atau apapaun itu, bahkan sekarang mereka lebih dekat karna ia akan ikut serta dalam lomba antar sekolah, Utami ikut Tahsin Qur'an dengan di bimbing pak Teguh, hanya saja bersama Daniel juga.

"Umi, Ikut yuk sama Bapak!"

"Umi cepetan, udah sampe mana hafalannya?"

"Umi hayu mondok!"

"Jangan lupa jaga kesehatan, jangan stres karna hafalan"

"Jangan lupa berdo'a, supaya dilancarkan terus urusannya"

Begitulah kira kira yang dikatakannya setiap hari, kemanapun Pak Teguh pergi, walau hanya sekedar membeli es batu untuk persediaan es di kantin, Pak Teguh akan mengajaknya.

Mereka sering bercanda, seperti adik kakak, bahkan Utami tak segan untuk menggandeng tangannya, walau kulit mereka tak secara langsung bersentuhan karna terhalang pakaian. Namun masih wajar kah jika hubungan guru dan murid seperti itu?

Entahlah, dia tidak tahu!.

"Teh, ada yang Nyamper tuh" Teriak Ibu dari luar.

Utami bergegas, memakai mukenanya dan membawa jinjingan di tasnya, berisi buku buku dan alat tulis anak anak serta Alqur'an.

"Bu, Umi pergi ya, Assalamualaikum" pamitnya kemudian mencium punggung tangan Ibu.

"Waalaikumsallam, Pulangnya jangan malem banget, besok sekolah" tegas ibu.

"Iya"

Tiga sekawan yang selalu bersama itu berjalan beriringan menuju masjid, Rumah mereka memang agak berjauhan walau masih satu Kelurahan, Di antara ketiganya, Rumah Asri lah yang paling jauh. Namun dirinya tetap mau pergi mengaji.

"Kalau di pikir-pikir, kenapa kamu nggak ikut pengajian malam di sekolah aja?" Tanya Utami.

"Mau sih, tapi kalian berdua pada gak mau, kenapa sih?" Asri balik bertanya.

Dengan cepat Trixi menjawab. "Aku punya dua alasan" Sambil mengangkat dua jarinya "Pertama, belajar kitab itu bikin kepala pusing, dan kalian tau kalau baca kitab itu harus lancar dulu baca Alqur'annya, secara aku kan baca Alqur"an nya masih terbata bata, di tambah makhrojul huruf sama tajwidnya masih suka Pabeulit, Jadi Plis ya, aku mau bolak balik belajar tajwid sama makhrojul huruf dulu"

(Pabeulit \= Berbelit)

"Terus yang ke dua?" Tanya Utami.

"Di sekolah kebanyakan bucin woiy, Kek judulnya aja gitu sekolah ada pesantrennya, isinya sama aja kaya SMA Negri, banyak orang pacaran, gak tahan aku ngeliat tatapan kecemburuan cewek cewek murahan itu" Jelasnya dengan nada suara yang di lebay-lebaykan di iringi dengan tangannya yang mengibas ngibas penuh rasa ilfeel.

Temannya yang satu ini memang agak alay!

"Ya wajar sih menurut aku, Sekolah kita kan baru di dirikan, muridnya aja masih sedikit, di tambah fasilitasnya masih belum lengkap, pembelajaran juga masih kurang stabil, penerimaan murid pun gak ada seleksi, buktinya, masih ada siswa yang buta huruf" jelas Utami benar adanya. "Dan Asrama akhwat sama ikhwan masih berdekatan, jadi mudah bertemu" tambahnya.

Mereka terus mengemukakan pendapat masing masing hingga tak terasa langkahnya sudah sampai di masjid.

Tampak Ramai sore ini, Alunan musik Nasyid yang di nyalakan oleh Si Abah memambah semangat kaum adam yang tampak sibuk.

Menyapu, mengepel, menggelar karpet, dan beberapa orang gotong royong untuk mengangkat rak Alqur'an baru yang lebih besar. Memindahkan rak lama yang sebagian Alqur'an nya sudah usang dan di penuhi rayap.

"Assalamualaikum" salam Abi, bersama kawan kawan berpecinya.

"Waalaikumsallam" jawab para Ukhty bersamaan.

"Buku anak-anak ya?" Mata Abi tertuju pada tas yang di jinjing oleh Utami.

"Iya"

"Udah di periksa kan jawabannya?"

"Udah kok, nilainya bagus bagus, udah pada pinter anak anak" senyumnya bangga.

"Alhamdulillah, Yuk masuk" ajaknya. "Sini tasnya aku bawain" sambil mengambil tasnya di tangan Utami. Kemudian mendahulukan para Ukty untuk masuk duluan.

Sambil tertunduk mereka masuk, Asri dan Trixi bergantian menyenggol pinggul Utami sambil merayunya. Membuat pipi gadis itu merona.

...***********...

Sambil menunggu Adzan magrib, Para ikhwan nadzoman terlebih dahulu, tampaknya anak anak jalanan itu tidaklah nakal sangat. Buktinya, mereka tahu beberapa sholawat Nabi. Pasti dulunya mereka juga pernah mengaji.

Anak anak pun sudah berbaris rapi seraya melantunkan Sholawat yang di bimbing oleh pria bersuara merdu itu.

Lain hal dengan Abi, yang masih asyik menata Alqur'an di rak baru, sebenarnya sudah selesai, saat ini dia hanya mematung di depan rak Alqur'an sambil membaca buku.

Menyadari keberadaan Abi tak ada di dekat mimbar, Utami mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru. Dan betapa terkejutnya saat mendapati Abi yang sedang senyum senyum membaca buku.

Tidak, bukan masalah bukunya, tapi itu buku harian Utami, pasti karna buru buru tadi sehingga dia tak sengaja memasukan buku itu ke dalam tasnya.

SRET!

Sejurus kemudian ia berhasil merebut buku itu dari genggamannya.

"Ini punyaku!" ucapnya galak, jelas tak suka.

"Tenang aja, aku belum baca semuanya kok" Abi tampak menahan tawa, semakin membuat Utami kesal dan malu. Pasti wajahnya sudah merah mirip babi panggang sekarang.

"Beneran!" Abi mengangkat dua jarinya membentuk huruf V. Mencoba meyakinkan Utami.

"Kamu jangan bohong ih, ini di mesjid lho, baca sampe mana tadi?" Tanya Utami serius, dia was was sekali, takut Abi membaca halaman terakhir buku diarynya. Dimana itu berisi tentang Pak Teguh.

"Sampai...." kalimatnya sengaja di gantung, makin membuatnya geregetan.

"Sampe mana ih?" desaknya.

Utami sudah mencubit kecil lengan atas pria itu, membuatnya mengaduh dan tak bisa berkutik.

"Sampai kalimat Aku tidak bisa memilikinya meski aku mencintainya karna dia tidak akan pernah mengerti perasaanku" jelasnya.

Mata Utami melotot, "Terus?"

"Udah itu doang"

Fiuh!

Dengan lega Utami melepas cubitannya, untung saja Abi tidak membaca halaman berikutnya, karan tertulis nama Abi di sana.

"Bisa kok, kamu bisa memilikinya, dia pasti mengerti perasaanmu" ucapnya lagi lagi membuat Utami Melotot horor.

"Maksudnya?"

Tak ada jawaban, Pria itu malah langsung keluar untuk mengambil wudhu.

"Utami, dasar bodoh, gimana kamu bisa ceroboh banget sih, masukin buku harian ke tas pengajian" batinnya sangat menyesal.

...**********...

...**************...

...****************************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!