Hari ini terasa hidup, Bukan karna Abi, tapi karna ketenangan hati Utami untuk pertama kalinya menginjakan kaki di mesjid yang ada di daerahnya ini.
Semua terjadi karna adanya hidayah dari Allah, Utami percaya itu, dari semua kesusahan yang menimpa dirinya, adalah cara Allah untuk mengingatkannya kembali ke jalan yang benar.
Bertemu Abi mungkin suatu bonus, urusan hati simpan saja dulu, Utami hanya ingin merubah dirinya menjadi lebih baik lagi.
"A pulang duluan yah!" pamitnya setelah pengajian di tutup do'a, anak anak mulai beranjak, tersisa Abi dan si Abah disana.
"Iya hati hati!"
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsallam"
Utami sudah berada dalam jarak sepuluh meter dari arah mesjid, mendadak ia mendengar suara teriakan Abi yang kembali memanggilnya.
"Hey!"
Utami pun berhenti dan memutar tubuhnya, menunggu apa yang akan Abi katakan.
"Namaku Muhammad Zainal Abidin, jadi jangan panggil Aa, panggil Abi aja!" teriaknya.
Utami mengangguk lugu, lalu kembali melanjutkan langkahnya, andai saja Abi melihat, senyum Utami tampak manis saat itu.
"Moal di istikhoroh-in Jang?"tanya Si Abah.
"Nanti dulu ah!" senyum Abi malu malu.
...0000000000000000000...
Tiba dirumah, Bahkan Utami tak sempat mengucap salam, saat mendengar suara rintihan ibu di bilik kamarnya, Terdengar dia memuja tuhan, menyebut asma asma-Nya dengan perasaan mendalam.
"Ya robb, Jika anak anakku adalah cara Engkau mengujiku, maka tolong beri aku kesabaran menghadapi anak anakku, berilah Mereka hidayah dan petunjuk agar kembali ke jalan-Mu!"
Utami merasa teriris, rasanya panas, perih, dan pilu. Bagaimana tidak, Ada Hal besar yang selama ini dia sembunyikan tentang masa lalunya, yang pasti akan membuat ibu kecewa dan menangis. Hingga saat ini, kejadian itu masih belum tercium baunya.
"Andai aku bisa katakan, Aku menyesal telah melakukan dosa itu, maafkan aku bu" batinnya perih.
Utami masuk ke kamarnya, melepas krudung dan mengganti gamisnya dengan piyama, kemudian duduk di bibir ranjang dengan kepala menunduk.
Utami masih belum bisa istiqomah dalam memakai hijab, bahkan dia gunakan itu untuk pergi mengaji dan ke sekolah saja. Kesehariannya di rumah, ia selalu menggerai rambut panjangnya yang anti diikat.
TOK TOK TOK!
Pintu kamarnya diketuk dengan pelan.
"Teh, udah pulang?" tanya Ibu.
Utami bergegas membuka pintu. "Udah bu, kenapa?"
"Besok si Aa mau pindah dulu ke sini sementara, jadi teteh tidur sama ibu dulu yah?"
Utami menghela nafas berat, bukannya keberatan, tapi yang di maksud ibu adalah anak pertamanya yang sudah berumah tangga akan tinggal di rumah kecil ini, mungkin karna sudah tak sanggup membayar kontrakan. Di tambah bersama ke dua anaknya yang masih kecil. Salah satu diantaranya hobinya adalah menangis. Pasti akan sangat berisik.
Bukan hanya itu, Keluarga ini begitu ramai, Utami anak ke 6 dari 7 bersaudara, semua laki laki, dua diantaranya sudah menikah dan memiliki anak, sementara yang sudah bekerja baru Fa'iz, sedangkan Ilham dan Rahman masih duduk dibangku kelas 2 SMA, kemudian adik bungsu, yang baru duduk di kelas 7 SMP. bukankah cukup sesak jika di sebuah rumah terdapat lebih dari 7 kepala? dengan ekonomi yang pas pasan karna ayah hanyalah seorang buruh bangunan dan ibu seorang pedagang makanan tradisonal di pasar minggu.
"Yaudah bu, Umi beres beres sekarang!" ujarnya.
"Besok aja beres beresnya, udah malem sekarang mah!"
"Yaudah atuh!" Usai bicara Utami pun kembali menutup pintu dan duduk di bibir ranjang.
Meraih buku diarynya dan menuliskan beberapa kalimat curahan hatinya di sana, Saat ini dia tidak punya ponsel untuk sekedar menulis catatan, dan hanya satu satunya dia yang tidak punya ponsel di sekolah, tapi itu tak membuatnya tertinggal dalam pelajaran, Utami tetap anak yang cukup pintar dan dibutuhkan teman temannya.
...000000000000000000000...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
canvie
adem sekali novel satu ini
2023-05-23
0
Fifi sun
oh ngerti aku di bagian ini teteh lagi nyeritain siapa🤭
2023-04-29
0
Secret Partner
mampir yuk thor
2023-03-28
0