15. Tidak perlu cemburu

Utami mendudukan dirinya cepat begitu ia tiba di Alun alun, kepalanya masih berdenyut akibat menghantam truk tadi. Pandangan yang dari tadi memgabur sekarang kembali normal.

Kini Utami dapat melihat dengan jelas, jika bukan hanya dirinya, Asri, Terixi, Rendy juga Daniel, tapi anak anak pondok yang kini berbaris hampir memenuhi setengah lapangan.

"Ichi!"

"Ni"

"San"

Seruan hitungan dalam bahasa Jepang yang terdengar serentak membuat suasana pagi ini sangat bersemangat. Pakaian mereka seragam, putih-putih, dengan sabuk merah yang terikat kuat di pinggang mereka.

Berbeda dengan Pak Teguh, yang sabuknya hitam legam. Ya, tingkatan paling tinggi dalam bela diri Karate.

Pantas saja Utami mengagumi tubuh kekar Pak Teguh, dia baru tahu kalau ternyata gurunya memiliki bakat yang luar biasa, Lihat bagaimana tubuhnya memberi gerakan dasar dan menjelaskan bagaimana cara melakukannya dengan benar, urat ditangannya bermunculan, amat tegap, bagai bangunan yang begitu kokoh.

Wanita mana yang tidak menginginkannya?

PUK!

Tiba tiba sebuah kerikil mengenai dahinya.

"Aww!" ringis Utami lebay. Ia tersadar dari keterpesonaannya pada Pak Teguh, sebab dirinyalah yang melempar kerikil padanya.

"Jangan ngelamun!" tegurnya berfokus pada Utami sejenak, kemudian beralih lagi pada anak anak untuk mengatakan waktunya istirahat.

Pak Teguh berjalan ke arah Utami, mengambil sebotol air mineral di tas yang ada disampingnya, dan meneguk setengah botol air mineral dengan cepat.

"Kenapa kalian berdua terlambat?" Tanya Pak Teguh di tujukan pada Rendy dan Daniel yang sedari tadi hanya duduk diam.

"Daniel pak lama mandinya!" Jawab Rendy.

"Kok Daniel? Rendy yang bolak balik terus ke toilet tadi, minta ditungguin lagi" sargah Daniel tak terima.

"Sana!" Dengan dagunya Pak Teguh memerintahkan keduanya untuk segera menuju lapangan "Udah tahu kan, konsekuensi datang terlambat?"

"Tau pak" jawab keduanya menunduk dan langsung berlari memutari lapangan.

"Pak, Asri mau ikutan Karate juga dong" ucap gadis itu saat perhatian Pak Teguh masih kepada Rendy dan dan Daniel.

"Boleh" secepat kilat pria itu menoleh kembali ke arah mereka.

Asri melirik pada Trixi "Kamu mau ikutan?"

Dengan cepat gadis itu menggelang "enggak deh"

"Kenapa? kan bisa tuh ngurangin berat badan kamu biar gak gendut" tawanya merasa lucu.

Merasa tersinggung, Trixi refleks menoyor kepala Asri.

"Gak papa gendut, daripada kamu kaya triplek, rata" Tak mau kalah, Trixi membalasnya.

"Jangan suka dzalim sama orang lain" Pak Teguh melerai sekaligus memberi dalil, bahwa Allah SWT melarang seorang muslim untuk mengejek, mengolok-olok, mencela, atau menghina orang lain, hal ini tercantum dalam Surat Al Hujurat ayat 11, yang artinya

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”

Akhirnya keduanya pun saling meminta maaf dan memaafkan.

Lain hal dengan Utami yang pandangannya berfokus pada satu titik, Fikirannya entah ada dimana, Fokusnya hilang.

PUK!

"Heh jangan ngelamun" Tegur pak Teguh untuk yang kedua kalinya, Membuat Utami mengerjap berkali-kali dan sedikit linglung saat melihat Asri dan Trixi sudah tak ada di sampingnya, tinggal dirinya dan Pak Teguh sekarang.

"Kamu yang maju ke depan dan bacain ini besok!" ucapnya sambil menyodorkan beberapa lembar kertas dalam map biru.

Diraihnya Map itu dan di baca. "Kok Umi pak? Kan ketuanya Rendy?"

"Kamu aja gak papa, Rendy ga serius, kemarin diajak diskusi juga malah main main" terangnya terdengar malas menyebut anak itu.

Utami turut kesal, ia merotasikan matanya malas, sudah tidak di ragukan lagi, dia tak pantas menyukai pria tidak bertanggung jawab sepertinya.

Dan lihat apa yang terjadi sekarang, selepas melewati hukuman dari pak Teguh, ia sedang menggoda Selly di sebrang lapangan sana, dekat gerobak siomay.

"Panggilin gih" Titah Pak Teguh, enteng.

Dengan memaksakan diri, Utami berjalan menghampiri mereka, walau sudah di peringati oleh tatapan tajam Selly dan teman-temannya, ia tetap memaksakan kehendak, demi perintah seorang guru.

"Assalamualaikum!" salamnya.

"Ngapain sih, suka banget ya jadi hama?" Ucap Selly langsung sewot.

Utami berusaha tak menanggapi mereka, fokus pada tujuannya. "Rendy, di panggil Pak Teguh!"

"Halah, modus baru" mereka kembali mencibir.

"Sekarang!" Setelah merasa urusannya selesai, Utami pergi dengan kepala tegak kali ini. Untuk apa membungkuk sopan pada orang tidak tau diri seperti mereka.

Keduanya kembali berjalan beriringan untuk menghampiri Pak Teguh, pria itu tak lagi bicara. Membuat Utami kesal namun juga senang.

Di bawah pohon Rindang mereka berteduh, membahas dan merencanakan sesuatu. Lagi lagi, yang serius hanya Utami dan Pak Teguh, pria itu hanya mencuri curi pandang ke arah Utami.

...************...

...**********************...

...*******************************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!