"Amelia..."
"Mbak Amel?"
Amelia pura-pura tidur pukul delapan malam di kasur mertuanya setelah sholat Isya.
Untuk mendapatkan hati Sang Mertua yang seharian ini begitu jutek padanya, Amelia harus bisa memainkan peran.
Malam ini Ia ingin tidur tenang walaupun tidak bisa nyenyak sama sekali.
"Sudah, sudah. Biarkan Amelia tidur di kamar Ibu. Bapakmu juga jaga ronda malam ini. Jadi tidak mengapa kan Amelia temani Ibu tidur? Kalian tidur saja berduaan. Ayo, buat kami para orang tua bahagia. Ya?"
Soleh melirik Juriah yang terlihat berat sekali meninggalkan Amelia yang ketiduran di kamar mertuanya itu.
Seperti ada yang janggal. Soleh merasakan ada sesuatu yang Juriah tutupi. Hingga akhirnya, terkuak juga...
"Jangan sentuh aku!" pekik Juriah dengan suara bergetar.
Soleh baru menyadari kalau ternyata istri mudanya itu memiliki traumatik yang dalam meskipun kejadian perk+saan itu sudah bertahun-tahun yang lalu.
"Juriah..."
"Jangan sentuh Aku, Mas! Hik hik hiks..."
"Tidak. Aku tidak akan menyentuhmu kalau kamu ternyata belum siap sama sekali! Maaf... maaf ya?"
Soleh baru menyadari, Juriah ternyata memiliki ketakutan ketika bersentuhan dengan lawan jenis.
Pantas saja, Ia ingin sekali tidur bersama Amelia di malam pertama pernikahannya. Ternyata...
Soleh hanya bisa menatap sendu wajah Juriah yang menangis dengan wajah tertunduk malu.
"Aku yang minta maaf, Mas...! Aku tidak terbuka menceritakan kelainanku ini. Hik hik hiks..."
Soleh perlahan sekali, berusaha membuat Juriah nyaman berada di dekatnya tanpa Amelia.
"Aku mengerti. Sangat mengerti, Juriah..."
"Tolong, jangan minta itu dariku! Aku... tidak mau, sampai kamu berbuat tanpa seizinku!"
"Tentu. Tentu saja. Aku tidak akan berbuat apalagi memaksa. Oke, oke. Mari kita tidur. Kamu mau Aku buatkan teh manis hangat? Susu coklat hangat? Hm...?"
"I_iya!"
Soleh berusaha menjadi Kakak, teman, sahabat bagi Juriah.
Malam itu, Juriah menangis tersedu-sedu menceritakan kisah malangnya sampai mengandung dan melahirkan prematur seorang bayi namun hanya bertahan hidup beberapa jam saja.
"Itu sebabnya, Aku menerima perjodohan ini. Karena kupikir..., Mas memiliki istri. Cantik, baik hati pula. Kupikir tidak ada salahnya bagiku yang hanya ingin mendapatkan status baru saja. Menghilangkan status burukku di mata masyarakat yang justru memandang rendah kondisi kejiwaanku pasca diperk+s+ bahkan hamil dan sampai melahirkan. Karena Aku hanya inginkan status! Hik hik hiks..."
Soleh mendekat secara perlahan.
"Maafkan Aku juga, Juriah... Aku menikahimu juga karena memiliki maksud lain. Itu sudah jelas karena harta orang tuamu. Aku... memiliki pemikiran yang jahat. Untuk dapat memiliki sedikit kemewahan keluarga kalian dengan mengurus usaha bengkel dan orang tuaku juga bisa bekerja menggarap lahan miliknya sendiri yang bapakmu janjikan jika menikahimu!"
"Iya, Mas! Aku sudah mengetahuinya. Bapak menceritakan semuanya, kalau Ibu dan Bapak Mas meminta imbalan yang cukup besar jika kita benar-benar menikah!"
Soleh menghela nafasnya.
Ada rasa malu dan bersalah dalam hati mengingat kelakuannya dan kedua orang tuanya dalam hal memanfaatkan Juriah sekeluarga.
Pukul dua dini hari, keduanya baru bisa tidur dengan tenang. Dan Juriah juga sudah jauh lebih baik kondisi kejiwaannya kini.
Amelia sendiri tidak bisa tidur meski hanya sekejap saja di kamar tidur mertuanya yang baru pertama kali.
Anta tidak ada. Sedang ada giliran jaga ronda di poskamling desa mereka tinggal. Sehingga Mariana merasa senang, karena Amelia bisa tidur di kamar bersamanya.
Ia berfikir Soleh akan ada kesempatan untuk membobol gawang istri mudanya agar cepat hamil dan punya anak.
Ternyata, khayalnya tidak sesuai harapan.
Amelia hanya menatap langit-langit kamar yang bercat warna putih dan bohlam lampu kamar yang bersinar temaram.
Suara dengkuran Mariana yang keras membuat mata Amelia sulit terpejam.
Sesekali Ia membalikkan tubuhnya ke kanan lalu ke kiri. Mencoba meluruskan badannya dari rasa penat yang mendera.
Pukul empat dini hari.
Lantunan sholawatan menjelang Subuh terdengar dari sayup-sayup dari toa masjid yang tak jauh dari rumah mertua Amelia.
Amel bangun dari tidurnya. Pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu setelah mencuci muka dan menggosok gigi.
"Mbak Amel!"
Amelia menoleh. Juriah sudah berdiri di belakangnya dengan mata terlihat sembab.
Soleh juga terlihat berdiri sekitar satu meter dari Juriah.
Ada apa dengan mereka? Apakah... mereka bergadang setelah menghabiskan... Hhh...
Terasa sesak dada Amelia. Dan kepalanya seketika pusing tujuh keliling sampai nyaris tersungkur jatuh kalau tidak segera dibantu Juriah.
"Mbak! Mbak ga papa?"
"Amelia!!!"
Soleh langsung melesat memegangi tubuh istri pertamanya.
Amelia menghela nafas. Matanya terpejam dan mengingat-ingat kalau kemarin Ia hanya makan nasi sekali. Itu pun hanya di pagi hari, ketika Juriah membantunya memasak.
"Ada apa ini? Amel? Juriah?"
Anta yang baru pulang dari ronda terkejut melihat mereka bertiga berada di pintu dapur menuju kamar mandi.
"Tidak ada apa-apa, Pak!"
"Amel! Jangan mendramatisir keadaan! Ayo, cepat masuk kamarku! Jangan ganggu suamimu!!"
Terluka seketika hati Amel. Bapak Mertua menghardiknya seperti anak kecil yang selalu buat salah.
Tanpa sadar, air matanya menetes dan Amelia tak bisa kendalikan lagi emosinya.
"Bang! Maaf,... Aku mau pulang ke Jakarta sekarang juga!" katanya seraya bergegas masuk kamar Soleh. Merapikan semua pakaiannya ke dalam tas besar.
Amelia ingin pulang ke rumah kontrakan mereka di Ibukota.
"Amel tunggu! Sholat dulu, tenangkan hatimu! Bapak tidak tahu kenyataan yang sebenarnya! Ayolah, kita jangan kekanak-kanakan!"
"Bang! Kenapa kamu memintaku untuk tidak kekanak-kanakan, tetapi tidak memberi orangtuamu pengertian!? Aku, sudah sangat bersabar bertahan di rumah ini bahkan sampai detik ini. Sekiranya keberadaanku tidak diinginkan kedua orang tuamu, sebaiknya Aku segera pergi dari sini! Hik hik hiks..."
"Pergi saja! Pergi dari rumah ini! Keberadaanmu memang tidak kami sukai sedari dulu!"
Suara Anta di ruang tengah terdengar sampai kamar. Semakin membuat Amelia merasa tersisihkan dan tangisnya semakin keras.
"Istrimu itu memang sudah keterlaluan! Sejak dulu, dia memang baperan! Suka drama dan cari-cari kesalahan orang tua!" Anta terus menyerocos bahkan tak peduli azan Subuh sedang berkumandang.
Hanya Juriah yang termangu, bingung sendiri hendak berbuat apa. Hanya diam berdiri melihat keributan yang terjadi antara istri pertama Suami dengan Bapak Mertuanya. Hingga Amelia benar-benar pergi dengan menenteng tasnya, Juriah tidak bisa berbuat apa-apa.
"Amel! Amel tunggu!!!"
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌼Fitalia Sesa🌼
o my gosh😕ity bpa mertua ngitu amat
2023-03-06
0
Nengmela 😘
langsung cuss ke kontrakan bebsss 👍
2023-03-03
2