"Anaknya teman Bapak seorang perawan. Umur dua puluh dua tahun, namanya Siti Juriah. Bapaknya ingin dia segera menikah. Dan setuju biarpun menikah jadi istri kedua!"
"Bapak?"
"Kenapa? Bagus kan!? Kamu menikah lagi dengan anaknya teman Bapak tanpa harus menceraikan Si Amel? Kesempatan langka yang ga akan ada dua kali dalam hidupmu. Bahkan banyak laki-laki menginginkan hal itu terjadi!"
Tentu saja Soleh meradang. Bagaimana bisa Ia menikah lagi sedangkan saat ini statusnya sudah menikah.
"Tinggal si Amel yang tentukan pilihan!" sela Mariana, Ibunya dengan sikap cuek seolah poligami bukan masalah besar baginya.
"Bu! Kenapa Ibu ga mikirin perasaan Amel sama sekali? Ibu juga perempuan kan? Mana mau Ibu dimadu Bapak? Pasti Ibu juga menolak!" kilah sang putra dengan suara nge-gas.
"Ibu akan mengikuti langkah ini kalau Ibu jadi istrimu itu! Kenapa? Karena punya kekurangan, belum bisa memberikan keturunan!!!" timpal Mariana tak kalah sengit pada anak sulungnya itu.
"Bu!!! Amelia bukannya punya kekurangan! Tapi hanya belum dikasih kesempatan sama Yang Maha Kuasa untuk bisa memberiku keturunan!"
"Hei, Soleh! Jaga ucapanmu pada Ibumu! Dia yang melahirkanmu!!! Si Amelia itu cuma istrimu! Kalau Allah berkehendak, kalian bisa saja bercerai. Tapi Ibu sampai mati pun tetaplah Ibu. Ibu yang melahirkan dan membesarkanmu sampai jadi orang!!!"
Anta marah besar. Kini keadaan semakin memanas.
"Kau lebih memilih istri ketimbang kami, orangtua yang jelas-jelas selalu ada untukmu sejak kau masih bayi merah! Padahal istrimu belum tentu ada sampai kau tua dan mati!!!"
Solehudin menunduk. Wajahnya pucat pasi menahan emosi.
Amelia tak kalah gemetar melihat dan menyaksikan sendiri kekuatan kedua mertuanya yang sangat jelas menginginkan sang suami menikah lagi.
Entah dia harus bagaimana dan seperti apa. Tak faham pada apa yang akan terjadi kedepan nanti.
Amelia tak kuasa melanjutkan obrolan yang terkesan menyudutkan dirinya. Orang tua Soleh bahkan seolah menjadikannya kambing hitam atas semua ketidak beruntungan anaknya dalam hidup, membuat Amelia bangkit dan masuk ke dalam kamar.
Soleh sendiri tidak berani mengejar Amelia dan beranjak dari tempat duduknya di hadapan Ibu Bapaknya yang inginkan dia menuruti semua kehendak.
"Menikahlah lagi! Aku tidak minta kamu menceraikan Amelia!" kata Anta sekali lagi dengan tegas.
Soleh terdiam terpekur menatap knat lantai rumah kontrakan mereka yang dingin.
"Bukan menyuruh cerai! Dan dimana bisa kamu dapatkan perempuan yang mau dijadikan istri muda hanya demi status saja! Kami ini sangat berbaik hati, membuat kehidupanmu lebih bagus lagi, Soleh!" timpal Mariana dengan suara cemprengnya.
Amelia yang mengintip dari balik pintu merasakan tubuh lemas dan lututnya gemetar.
Kedua mertua menyuruh suaminya untuk menikah lagi. Bahkan tanpa perlu susah payah mencari istri lain yang bisa sesuai harapan mereka.
"Ini. Lihat fotonya! Cantik, manis. Bahkan lebih muda dari istrimu yang gabug itu!"
Bagaikan petir menyambar di atas kepala. Amelia mendengar Ibu mertuanya mencapnya dengan label gabug. Dalam bahasa Indonesia artinya mandul, tidak punya anak.
Amelia menahan tangis di balik pintu.
Tetes demi tetes air mata meluncur membasahi kedua belah pipinya.
Ingin sekali melawan, tapi tidak kuasa.
Ingin membangkang, Ia juga tak berani.
Hanya menangis sendirian tanpa ada yang menghibur kesedihan hatinya yang luluh lantah bagaikan dihempas angin badai yang membabi buta.
Sepuluh tahun. Memang waktu yang cukup panjang untuk Amelia dalam penantian.
Tuhan Azza Wajalla belum juga memberikan kepercayaan dan kesempatan pada Amel agar bisa seperti perempuan bersuami pada umumnya.
Hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal yang paling Amelia cemburui dari para teman juga tetangga yang sudah dan sedang merasakan.
Dia, 30 tahun, namun belum juga mendapatkan kebahagiaan itu. Solehudin usianya lebih tua lima tahun dari Amelia. Sudah pasti juga memiliki kerinduan akan hadir momongan sama seperti istrinya.
Seringkali Amelia menangis sesegukan di dada bidang Soleh. Mengungkapkan kegundahan hatinya yang begitu ingin diberi momongan.
Tapi apa mau dikata. Tuhan belum juga memberi jawaban.
Tangis Amelia kian pecah, ketika terdengar lagi suara Bapak mertuanya yang bilang kalau semua sudah diatur di kampung.
Soleh cukup pulang dan datang ke kampung halaman. Maka prosesi pernikahan itu tinggal dilaksanakan saja tanpa menunggu lama.
Bahkan tanpa perlu Soleh memikirkan biaya untuk pernikahan. Cukup duduk manis pasang badan, ucapkan ijab kabul, selesai. Dan resmi jadi suami.
Tapi satu yang paling Amelia sesalkan. Ia harus mau kerja sama. Mau tanda tangan dan menyetujui kalau Sang suami boleh menikah lagi.
Artinya pernikahan kedua Soleh dilakukan secara resmi. Bukan nikah batangan atau nikah siri. Dan mereka berdua mendapatkan buku nikah resmi dari pihak KUA setempat.
"Amel, Amelia!"
Amelia mengusap air matanya. Ia segera menjawab panggilan Mariana dan bergegas membenahi wajah serta penampilan yang acak-acakan.
Amelia berjalan bagaikan hendak disidang di ruang pengadilan. Amelia berjalan bagaikan tersangka yang menunggu vonis.
Kedua mertua dan juga suaminya menatap Amelia dengan berbeda pandangan.
"Duduk!"
Istri Solehudin itu menurut.
"Amelia! Dengarkan, Aku mau bicara!"
Anta memimpin diskusi yang sudah Amelia prediksi bakalan menyakitkan itu.
"Izinkanlah Soleh menikah lagi! Berikan tanda tanganmu, untuk masa depan orang yang kamu cintai. Jangan jadi perempuan yang keras kepala!"
Amelia merasakan jantungnya nyeri.
"Setujui pernikahan ini, Amel! Dengar, ini untuk keluarga kami dan juga keluarga kecil kamu. Keluarga Siti Juriah memberikan sebidang sawahnya untuk Bapak. Jadi Bapak tidak perlu tergantung lagi pada uang gaji bulanan Soleh!"
"Tapi...,"
"Kenapa? Takut rezeki kamu berkurang?" sela Mariana gemas dengan kata 'tapi' yang Amelia ucapkan.
"Bu!" Soleh ikut angkat bicara.
"Kamu ini tidak perlu memikirkan urusan dapur dengan Juriah! Dia punya segalanya di kampung! Perempuan itu anak orang kaya raya dan ga butuh nafkah lahirmu! Cukup nafkah batin saja. Kurang apalagi coba?! Dimana ada orang tua yang memberikan jodoh terbaik satu lagi selain orang tuamu ini, Soleh!"
"Iya. Emang. Ga ada orang tua yang berfikiran aneh-aneh seperti Bapak Ibu! Orang tua lain justru menasehati anaknya yang sudah nikah untuk tidak poligami! Tapi Bapak Ibu, otaknya sudah koslet!" tutur Soleh dengan menekan intonasi suara serendah mungkin.
Soleh ingat kata guru mengajinya ketika masih kecil. Tidak boleh berkata kasar kepada kedua orang tua. Dosa besar dan hidupnya tidak akan diberkahi Tuhan.
"Hhh..."
Anta menghela nafas.
"Bapakmu berhutang banyak pada Bapaknya Juriah!"
Soleh terperangah.
"Hutang apa? Pasti hutang judi togel Singapura itu kan?"
Soleh kini sudah habis kesabaran.
Amelia yang sedari tadi duduk diam hanya bisa menundukkan kepala. Tak ikut larut dalam pembicaraan kecuali hanya jadi pendengar setia saja.
Akal sehatnya sudah menguap juga. Tapi Ia hanya pasif tak bergeming dan ikut campur urusan keluarga sang suami yang bisa membuatnya gila.
Hardikan dan omelan saling serang saling bantah antara anak dan Bapak hanya ditanggapi dingin oleh Amelia yang duduk diantara mereka.
Mariana sesekali melontarkan kata-kata untuk membantu Anta suaminya, dari serangan amarah Soleh yang kesal tingkat dewa.
Hanya satu harapan Amelia, suaminya tetap pada pendirian. Menolak keras keinginan Ibu Bapaknya yang menyodorkan seorang gadis untuk dinikahi jadi istri muda suaminya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
lina
emng org tua pikiran duit y gitu
2023-05-10
0
tina yusuf
aku dah mampir y thor
2023-03-29
1
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
vote untuk mu
2023-03-13
0