Solehudin pulang ke rumah orangtuanya pukul sembilan malam bersama Juriah, Mariana dan Anta serta Lani juga Tito.
Sungguh tidak Amelia perkirakan sebelumnya.
Dan seperti suatu keadaan yang kikuk, mereka bertiga terpaksa tidur di atas ranjang yang sama. Dimalam pertama pernikahan Soleh.
Mariana sendiri mencoba mencari cara agar menantu pertamanya itu menyingkir semalam saja demi untuk memberikan kebebasan pada pasangan pengantin baru menikmati malam pertama.
Tetapi justru Juriah lah yang menahan Amelia untuk tetap berada di kamar yang sama dengannya dan Soleh.
"Tolong jangan tinggalkan kami berdua saja, Mbak!" pinta Juriah dengan suara memohon. Amelia pun mengurungkan diri untuk tidur di kamar Mariana dan Anta.
Sungguh suasana yang kikuk untuk mereka semua.
Amelia lupa, Soleh dan Juriah butuh privasi. Dia tidak menyangka kalau suaminya itu akan membawa pulang Istri Mudanya malam itu juga.
Amelia pikir, Soleh akan menikmati malam bahagianya di kamar pengantin rumah besar keluarga Juriah. Ternyata tidak.
"Saya yang minta dibawa ke sini malam ini juga." Cerita Juriah pada Amelia ketika Amel berbisik pada Soleh dengan ajukan pertanyaan kenapa tidak menunggu besok pagi untuk membawa Juriah karena Ia sama sekali tidak mempersiapkannya sedari awal.
"Maaf, Juriah... Aku... tidak tau kalau kamu ingin ikut bang Soleh malam ini juga ke rumah ini. Aku bingung, kita akan tidur bersama..."
"Aku mengalah. Kalian tidur di atas ranjang, Aku dibawahnya!"
"Jangan, Bang!"
"Jangan, Mas!"
Amelia dan Juriah kompak bersuara. Seketika keheningan kembali melanda.
"Aku di pinggir, kamu di tengah dan Bang Soleh dipojok sana!" Akhirnya Amelia berusaha mengatur posisi untuk mereka bertiga.
Sungguh ini adalah situasi yang paling rumit yang pernah mereka bertiga alami.
Lagu Melayu jaman dulu yang berjudul Satu Ranjang Tiga Nyawa kini menjadi kisah nyata dalam hidup Amelia.
"Mbak..."
"Ya?"
"Terima kasih, telah memberikan Aku kehidupan baru."
Amelia tidak menjawab. Ia berusaha memikirkan jalan fikiran Juriah, Istri Muda suaminya yang seolah lega hatinya meskipun telah jadi yang kedua.
"Tidurlah. Hari sudah malam. Kamu pasti lelah!" sela Soleh yang diam tak bergerak di pojokan ranjang karena ruang ranjang yang menjadi sangat sempit diisi tiga tubuh orang dewasa.
"Aku masih ingin mengobrol dengan Mbak Amel, Mas! Kalau Mas sudah mengantuk, tidur saja duluan!"
Amel tersenyum dalam hati.
Madunya sangat ceplas-ceplos. Usianya memang masih teramat muda sehingga lebih berani berkata hal sesuka isi hatinya.
Tidak seperti dirinya yang terbiasa menjaga perasaan Soleh jika ada sesuatu yang mengganjal. Terlebih karena ada Ibu mertua yang selalu memantau gerak-geriknya dan memakinya dengan sebutan istri kurang ajar.
"Mbak Amel!"
"Ya?"
"Apakah Mbak mau pindah ke rumah Saya?"
"A_apa?"
Tentu saja Amelia terkejut mendengar ajakan Juriah.
"Kita tinggal bertiga."
"Satu atap?"
"Iya. Kenapa? Tidak perlu pusingkan omongan orang! Mas Soleh bisa bekerja di bengkel dengan tenang karena kita berdua mendampinginya dari dekat."
Amelia menelan salivanya.
"Orang tuamu, bagaimana?"
"Kita tidak tinggal bersama mereka! Saya punya rumah disamping bengkel Bapak di gang Asamka. Jadi kita tidak mengganggu mereka!"
Tinggal bersama istri muda di rumahnya? Apakah ini akan baik untukku? Apa tidak terlalu beresiko nantinya?
Amelia terus memikirkan ucapan Juriah.
"Bang..." Amelia mencoba memanggil Soleh.
"Hm?"
"Apa aku bisa minta pendapatmu?"
"Terserah kamu, Amel! Aku tidak mau memaksa. Kamu berhak mengambil keputusan sendiri."
Hhh... Helaan nafas Amelia terasa berat.
"Lantas, apakah kita akan segera pindah dari Jakarta?"
"Sepertinya iya."
Kini Amelia mulai memikirkan lagi tentang rumah kontrakan yang sudah delapan tahun lebih mereka tempati.
Amelia mulai merasa pening.
"Mbak..."
"Hm...? Tidurlah Juriah. Aku sudah ngantuk!"
Sudah seperti menegur adik kandung sendiri, Amelia membuat Juriah terdiam dan langsung pejamkan mata.
Ketiga orang yang berada dalam satu ranjang itu memiliki pemikiran yang berbeda-beda.
Tetapi semuanya mendapatkan luka dari hubungan segitiga ini.
...............
Malam pertama, tidak seindah malam pengantin pada umumnya.
Soleh sedikit kecewa. Sementara Juriah terlihat biasa saja. Sedangkan Amelia, Ia merasakan tekanan yang lebih besar lagi ketika bangun di pagi hari.
Mariana menegurnya secara langsung di dapur ketika Amelia hendak mandi pukul setengah enam pagi.
"Hehh! Kenapa sih kamu jadi pengganggu di malam pertama Soleh? Bagaimana mungkin cucuku bisa lahir secepatnya kalau kau terus mengekor mereka bahkan tidak memberi kesempatan sama sekali!"
Amelia menggelengkan kepala. Ia mencoba membela diri.
"Juriah yang minta Amel untuk tidak bersama mereka, Bu!"
"Kamu kan bisa menolaknya? Umurmu itu sudah lebih dewasa dibandingkan dia yang masih sangat muda! Kamu harusnya yang punya pikiran untuk lebih bijak menyikapinya!"
"Tapi bang Soleh,"
"Soleh ga akan menyuruhmu pergi. Dia itu pandai menjaga perasaan kalian! Dengar! Nanti malam kau tidur saja di kamarku. Sholat Isya di kamarku dan langsung pergi tidur! Mengerti?"
"Iya, Bu!"
Tekanan itu tidak berhenti sampai di situ.
Mariana terus menerus menyindir Amelia di depan Soleh dan juga Juriah. Bahkan Anta juga turut serta. Kecuali Lani dan Tito yang hanya diam tak ikut larut dalam pusaran kebencian Mariana pada Amelia.
Lani dan Tito justru pergi ke kebun untuk mencari tela sisa di kebun milik tetangga yang baru selesai panen.
"Kamu pintar sekali memasak, Nduk! Tempenya jadi jauh lebih nikmat. Dikasih bumbu apa?" puji Mariana setelah memakan tempe goreng buatan Juriah.
"Cuma bumbu penyedap saja, Bu! Hehehe... Juriah masih belajar, belum bisa masak enak seperti Mbak Amelia. Maaf ya Bu!?"
"Kamu ini sudah termasuk jago lho! Amel dulu jangankan masak tempe, masak mie instan pun kurang air jadi keasinan. Padahal hanya masak mie instan. Dan tekad kamu belajar masak buat menyenangkan suami itu lah poin pentingnya. Nanti lama-lama juga pintar!"
Amelia merasa nyeri di ulu hatinya.
Mariana sedang menyindirnya.
Seperti biasa, Amel selalu saja salah dimata Ibu Soleh yang tak pernah mengingat semua kebaikannya selama berumah tangga dengan Soleh.
Padahal diawal-awal pernikahan, Amelia lah yang selalu mencuci pakaian mertuanya, yang memasak sampai membereskan rumah karena Mariana dan Anta lebih sering pergi ke kebun garapan membabat rumput sesuai dengan yang diinginkan yang punya lahan.
Tapi sepertinya Mariana lupa itu semua. Seperti orang yang amnesia. Dimata Mariana, Amelia tidak pernah ada sumbangsihnya.
Bahkan yang selalu diingat-ingat hanyalah kebaikan istri-istrinya Fitra dan Jamal saja. Karena mereka anak orang kaya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌼Fitalia Sesa🌼
gila gk tuh😑gk kebayang satu ranjang bertga suami ma madu
2023-03-06
0