Sontak saja Amelia bangkit dari rebahannya.
Ucapan Soleh menyakiti hatinya.
"Abang mau poligami?" tukasnya sengit.
"Tunggu! Janganlah kamu marah dulu, Amel!"
"Gimana mungkin Aku ga marah, Bang! Satu istri saja kamu udah kelimpungan cari nafkah! Gimana mau punya dua? Mau mati muda kamu, Bang!?"
Soleh terperangah. Wajahnya memerah melihat langsung respon Amelia yang diluar dugaannya.
"Hehehe..., ternyata kamu punya taji juga ya buat marah sama Aku. Secara hampir tiga tahun ini, kamu lebih tenang dan jarang terlihat marah!"
Soleh justru menggoda istrinya yang sedang serius emosi dengan gaya santuinya.
Soleh memang seperti itu. Sering bercanda dan susah diajak bicara serius empat mata.
Tapi justru sikap Soleh yang seperti inilah yang membuat Amelia susah marah berkepanjangan.
Suaminya adalah tipikal orang yang cuek menyikapi segala hal yang dianggap serius bagi Amel.
"Bang, seriuslah dikit!"
"Kali ini Aku serius, Amel! Dua atau tiga rius juga boleh, kalau itu maumu!"
"Hhh..."
Amelia menghela nafas.
"Jangan bicarakan hal sembarangan! Aku gak mau itu jadi doa yang Allah ijabah! Doa segera punya anak, itu lebih baik daripada Abang ngomongin pernikahan kayak Ibu dan Bapak tadi!"
"Amelia! Dengarkan Aku bicara!"
Seketika Amel merasakan nada bicara Soleh berubah tegas.
Amelia menegakkan punggungnya. Ia mendengarkan dengan seksama sambil memantau pergerakan bibir sang suami yang masih terlihat diam.
"Hari ini, Aku di PHK!"
Membulat kedua bola mata Amelia menatap wajah Soleh lekat-lekat.
Bibirnya bergetar.
"Beneran, Bang?"
"Iya."
Terdiam Amelia dengan wajah terpekur.
"Ini, amplop berisi uang pesangon gajiku tiga bulan. Tolong dipegang dan digunakan dengan sebaik-baiknya!"
Amelia tak berani mengambil amplop tebal berisi uang yang Soleh sodorkan padanya.
Terlalu beresiko untuk mengolah uang senilai hampir sepuluh jutaan rupiah untuk tiga bulan mendatang dan selanjutnya tidak tahu akankah ada gaji yang masuk ke kantong perekonomian rumah tangga mereka.
"Bang," ujarnya.
Ada hati yang lelah, tetapi harus bisa menerima cobaan ekonomi ini. Dan perannya harus lebih kuat lagi menjadi wanita pendamping suami.
Bukankah dibalik kesuksesan seorang pria, ada peranan wanita hebat dibelakangnya.
Amelia hanya tamatan SMP saja.
Tetapi ilmu pengetahuannya lumayan banyak karena Ia suka sekali membaca.
Buku adalah jendela dunia.
Dari buku-lah Amelia bisa tahu segalanya.
Itulah sebabnya wawasan Amel tak kalah dibandingkan perempuan-perempuan yang sampai sekolah menengah atas.
"Jangan sampai lupa, kredit motorku tinggal tiga bulan lagi. Pas banget bukan!? Allah sepertinya sudah mencocokkan rezeki kita sampai lunas si Jagur. Cuma yang jadi masalah adalah bagaimana kita cari makan dan uang kontrakan."
"Terus, rencana Abang gimana?"
"Kamu tau, Siti Juriah itu anak orang kaya. Ga ada salahnya kita manfaatkan dia untuk kepentingan kita."
"Hahh?"
Amelia melongo. Matanya menatap Soleh tak berkedip.
"Maksud Abang apa?"
"Aku minta ridho mu, Amel!"
Desiran di hati Amelia berpacu kencang.
"Ridho apa, Bang?"
Soleh diam. Ia tak segera lanjutkan omongannya.
"Sebaiknya kita tidur. Hari sudah malam. Besok kita bicarakan lagi."
Tentu saja Amelia tak bisa terima begitu saja perintah sang suami.
"Bang!"
"Simpanlah dulu uang ini, Amelia! Jangan sampai Bapak Ibuku tahu kita punya uang segini. Simpan baik-baik!"
Kali ini Amelia menurut.
Segera kakinya melangkah ke arah lemari pakaian yang terbuat dari plastik.
"Jangan taruh di situ!"
Amelia menoleh.
"Taruh dimana?"
"Terserah. Tapi jangan disitu. Aku pernah liat Ibu buka-buka pintu lemari itu."
Amelia bersorak dalam hati.
Soleh mengetahui juga akhirnya kelakuan Ibunya yang culas tanpa harus Ia adukan.
Kini Amelia mencari tempat yang lebih aman yang tidak bisa ditebak oleh kedua mertuanya.
Matanya mengitari sekeliling ruangan kamar.
Amelia berjongkok.
Akhirnya Ia menaruh amplop berisi uang itu di kolong ranjang tidur yang terbuat dari kayu.
Ada sisi papan tersembunyi yang menjorok di bawahnya yang bisa ia gunakan sebagai brangkas rahasia.
Amelia kembali berdiri dan duduk di tepi ranjang.
Kreet.
Suara decitan kayu ranjang yang beradu ketika bagian belakang tubuhnya menghentak di atas tilam kasur tipis.
Mata Soleh sudah terpejam.
Amelia ikut tidur setelah berdoa dalam hati.
Harapannya, semoga hari esok akan jauh lebih baik dalam segalanya.
...🍀🍀🍀🍀🍀...
Kukuruyuuuuk...
Kukuruyuuuuk...
Suara kokok ayam jantan milik tetangga terdengar jelas sekali. Secara kandangnya tepat berada di balik dinding kamar Amelia sehingga perempuan tiga puluh tahun itu segera membuka matanya.
Ada untungnya juga meskipun seringkali jengkel dengan suara ayam jago milik Pak Kukuh pemilik kontrakan yang sudah lima tahun lebih mereka sewa. Amelia tidak pernah bangun kesiangan karena kokoknya yang justru kepagian.
Si Pulung, nama ayam jago Pak Kukuh itu terbiasa berkokok setiap pukul empat pagi sebelum azan Subuh berkumandang.
Seolah sudah disetting Allah, Pulung berkokok setiap hari di jam yang tepat. Bahkan Pulung sudah seperti alarm jam beker bagi Amelia.
Kebalikannya dengan Soleh, justru Soleh semakin kebluk tidurnya mendengar kokok Pulung yang bisa sampai empat atau lima kali berkokok.
Mungkin karena sudah lima tahun lebih Soleh tidur di balik kandang ayam. Jadi kokoknya sudah bagaikan nyanyian alam yang merdu merayu menambah pulas jam tidurnya hingga beberapa jam lagi.
Soleh terbiasa bangun pukul enam pagi. Jarang solat Subuh dengan alasan dingin kalau pegang air.
Berbeda dengan sang istri. Amelia justru terbiasa bangun pagi sedari kecil.
Didikan orangtuanya yang sudah membiasakan Amelia bangun untuk sholat Subuh sudah mendarah daging.
Subuh yang panjang kali ini bagi Amelia.
Banyak doa yang sengaja Amel panjatkan untuk kelangsungan hidup rumah tangga mereka khususnya dalam ekonomi.
Sering berdoa, tetapi Allah sepertinya belum menjawab semua doanya.
Tapi Amelia tak patah semangat. Karena sejatinya berdoa itu adalah kewajiban. Dikabulkan atau masih menunggu giliran diberi jawaban adalah urusan Allah Ta'ala. Begitu nasehat Ibu Amelia ketika Ia masih kecil dan sering menanyakan perihal harus ibadah lima waktu tapi tetap saja keadaan mereka biasa saja. Tidak lebih baik.
Selepas sholat, Amel keluar kamar dan sibuk di dapur.
Ia menjerang air untuk mandi kedua mertuanya dan juga dua gelas teh manis panas yang wajib diseruput Mariana serta Anta setelah selesai mandi pagi.
Semua dengan sigap Amelia lakukan karena sudah hafal betul kebiasaan kedua mertuanya itu.
Dua ember besar air hangat sudah tersedia dalam kamar mandi.
Amelia mengetuk pintu kamar sebelah.
Tok tok tok...
"Bu, Pak...! Air hangat sudah sedia. Mau sarapan apa pagi ini? Nasi uduk atau bubur ayam?"
"Iyaa. Nasi uduk tapi lengkap ya. Pake telor balado sama kentang bumbu kacang juga dua porsi!"
"Iya."
Jawaban Mariana membuat Amelia bergegas pergi ke luar rumah. Tujuannya adalah warung nasi uduk bu Bedah.
Dengan langkah tenang di pukul setengah enam pagi, Amelia mencari sarapan untuk kedua mertua dan suaminya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓
mau manfaatin kayaknya siti 🥲 kasian siti🥲
2023-04-05
0
Dewi
lanjut kak ❤️
2023-03-21
0
Feri Hendrawan
Gaya kali jadi laki suami jadi Raja istri suruh kerja banyakin istri ya ..pemalas suruh pakai daster thor
2023-03-06
0