"Aku kira kamu tipe perempuan manis yang menuruti perkataan orang tua!" cibir Soleh sedikit menggoda.
"Perkataan orang tua yang mana dulu yang harus diikuti perintahnya. Jaman sekarang, banyak orang tua juga yang lebih durhaka kepada anaknya sendiri!"
Kini Soleh semakin melongo.
Dia terkesima dengan ucapan Juriah yang dipandangnya cukup berani. Bahkan lebih punya ketegasan dibandingkan Amelia istrinya. Diam-diam Soleh kagum dan mulai membanding-bandingkan dengan istrinya yang ada di rumah.
Ini perempuan ga kusangka pemikirannya! Ternyata dia seorang penganut faham ketegasan juga walaupun pernah mendapatkan bully-an bahkan pelecehan yang merusak nama baik dirinya maupun keluarganya!
"Juriah..."
"Ya?"
"Boleh aku tanya sesuatu?"
Gadis itu menatap Soleh tanpa malu-malu. Bahkan bola matanya berani menatap netra Soleh yang gugup juga jadinya.
"Ga jadi deh! Hehehe..."
"Lho!? Tanya saja apa yang Mas mau tanya! Saya siap koq, dengan pertanyaan apapun. Selagi bisa saya jawab ya saya jawab. Kalau saya tak bisa ya tidak saya jawab!"
Hm. Benar-benar gadis yang dewasa! Tidak seperti umurnya yang masih cukup muda.
"Bagaimana konsep pernikahan dimata kamu?"
Juriah tertegun.
Pertanyaan Soleh langsung ke titik inti. Jujur Juriah tidak suka basa-basi. Dan dia menyukai pria yang tidak mencla-mencle dalam urusan apapun.
Tetapi dirinya terkejut juga karena Soleh langsung bertanya hal serius pada dirinya yang baru beberapa belas menit berkenalan.
"Pernikahan itu sakral. Tidak untuk dipermainkan. Tetapi dalam kasus hidupku, semua seperti dagelan!"
Jawaban Juriah lebih mirip gumaman. Soleh memahami jawaban gadis itu karena Ia tahu, Juriah adalah korban laki-laki biadab. Sehingga jawabannya juga seperti jawaban asal yang mengandung unsur kebencian terhadap kaumnya Soleh. Kaum laki-laki.
"Kamu ternyata gadis yang berfikiran modern juga ya?!" spontan Soleh memuji Juriah.
"Bukan berfikir modern. Tetapi tetap menilik kenyataan yang ada. Setidaknya hidup harus lah realitas. Berkhayal setinggi langit itu boleh, tetapi tetap ingat, kaki kita masih berpijak di bumi!"
Soleh semakin suka dengan jawaban yang Juriah berikan.
Alih-alih ingin mengajak Juriah konfrontasi soal perjodohan mereka, Soleh justru seperti sedang menyamakan visi misi dengan gadis muda berumur 22 tahun itu.
Beda umur yang jauh dengannya. Tetapi obrolan mereka bisa berlanjut dan saling berkoneksi.
Soleh mulai nyaman mengobrol dengan Juriah. Soleh pun merasa Juriah juga merasakan hal yang sama seperti dirinya.
" Juriah. Aku tahu, kisah kamu dari kedua orang tuaku. Klise rasanya jika Aku bilang turut prihatin atas kisahmu di masa lalu. Tetapi rupanya orang tua kita mempunyai satu misi, menjodohkan kita berdua."
"Ya. Semoga Mas Soleh tidak berfikir buruk juga denganku dan kedua orang tuaku."
"Tidak. Aku justru sangat berempati padamu. Setelah mengenal lebih dekat, ternyata justru aku telah salah menilai selama ini."
"Maksudnya?"
"Kukira gadis muda yang ibuku jor-joran sodorkan untuk jadi istri mudaku adalah gadis manis yang manja dan ringkih serta butuh tangan untuk dijadikan pelindungnya. Ternyata..."
"Hm..."
Juriah tersenyum. Dan senyuman itu menyetrum seluruh sel-sel yang ada di seluruh organ tubuh Soleh.
"Maaf, aku salah menilai orang!"
"Kejadian yang sempat membuatku terpuruk dalam beberapa tahun itu justru kini menjadikan ku perempuan yang keras kepala. Inilah Aku, Siti Juriah, putrinya Bapak Ojan dan ibu Samsiah. Gadis 22 tahun yang berfikiran tua. Sulit diatur dan punya pemikiran sendiri dalam hal apapun."
Soleh tak berkedip menatap wajah Juriah.
"Kenapa Mas memandangiku?" tanyanya setelah sadar kalau Soleh sedang menatapnya tajam.
Soleh mengacungkan jari jempolnya. Ia hanya memberi kode kepada Juriah kalau dirinya suka sekali dengan jawaban diplomasi gadis itu.
"Kamu lulusan SMA?"
"SMK."
"Pantas saja. Pintar."
"Hehehe... Terima kasih pujiannya. Semoga tidak membuatku jadi jumawa."
Keduanya tertawa kecil.
Ojan dan Samsiah yang keluar dari ruangan Mariana seketika tersenyum penuh arti.
Dalam fikirannya, mereka telah mendapatkan calon menantu yang tepat. Karena berhasil membuat wajah Anak gadis mereka tertawa.
Soleh memang jauh jeda umurnya dengan Juriah. Hampir 13 tahun.
Tetapi wajah Soleh yang awet muda lumayan tampan tidak menjadikannya bagaikan beauty and the beast jika disandingkan dengan Juriah yang masih sangat muda.
Samsiah masuk ruangan rawat inap Mariana kembali dengan senyum sumringah memberi kabar gembira kalau mereka bisa berbesanan segera.
Ojan ikut nimbrung mengobrol bersama Soleh dan Juriah.
"Jadi kapan kalian bisa menentukan hari baiknya?" tanya Ojan membuat keduanya tertegun bingung.
"Kami semua menyetujui apapun yang telah kalian sepakati. Kami siap mengawal sampai pelaminan!" tambah Ojan kian semangat.
"Hahh? Bapak?"
"Sungguhkah? Alhamdulillah... Alhamdulillah! Mariana yang tergopoh-gopoh dengan membawa tiang gagang infusan dibantu Samsiah semakin membuat Soleh serta Juriah tak bisa berkutik lagi.
Bagaimana bisa mereka yang notabenenya adalah pasangan suami istri yang lebih berpengalaman dalam urusan rumah tangga tiba-tiba memutuskan hal serius seperti orang yang sedang berdagang. Istilahnya ada harga ada barang. Sesuai kesepakatan jual beli, langsung angkut dan bawa pulang belanjaan. Hm.
Soleh dan Juriah hanya bisa saling berpandangan ketika opini Mariana, Ojan dan juga Samsiah menggiring mereka menuju sebuah komitmen bernama rumah tangga.
"Tunggu! Aku mau menikah dengan Mas Soleh. Tapi ada syarat!"
Sontak ketiga orang tua itu kembali terdesak.
"Apa itu, Juriah?"
"Izin dan tandatangan istri pertama mas Soleh!"
Soleh hanya terdiam. Ia mengerti maksud Siti Juriah. Sepertinya penolakan secara tidak langsung sudah dilontarkan gadis manis itu kepadanya. Karena Amelia istrinya sudah pasti akan menolak memberi izin Soleh untuk menikah lagi.
"Baik. Jika tandatangan Amelia sudah didapat, Kalian langsungkan pernikahan. Mumpung Bapak Ibu masih hidup, masih sehat dan masih bisa menyaksikan hari baikmu, Juriah! Kami khawatir esok atau lusa, malaikat Izroil datang memanggil sedangkan kamu masih belum juga menikah, kami akan menangis di liang lahat!"
"Bapak! Janganlah bicara seperti itu!" tukas Juriah meradang kesal.
"Maka dari itu, Nak! Menikahlah. Nak Soleh, saya ingin sekali menitipkan putri saya yang semata wayang dalam perlindunganmu!" Kini Ojan beralih pada Soleh.
"Memohon perlindungan cukup kepada Allah saja, Pak! Saya hanyalah manusia biasa. Bisa saja ingkar janji dan mengkhianati pesan bapak! Saya takut tidak bisa jadi orang yang amanah. Semoga Bapak mengerti maksud saya."
Ojan justru menepuk bahu Soleh sambil tersenyum lebar.
"Kamulah orang yang dikirim Allah untuk menolong kami dari keburukan dunia. Kalian memiliki sifat yang nyaris sama. Terima kasih telah semakin membuat Bapak yakin kalau kamu adalah calon suami terbaik untuk Juriah."
"Apa?!?"
Soleh bengong dengan mulut menganga.
Sementara ibunya langsung menelpon Amelia istrinya saat itu juga.
BERSAMBUN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments