Setelah kepergian Ina juga Ivanka, beberapa saat Lukas tersadar dari pingsannya. Kepalanya terasa sangat pusing juga sakit, ketika ia memegang kepala, betapa terkejutnya ada banyak darah yang menempel pada tangannya.
"Da.. Darah? Kepalaku berdarah?" gumam Lukas kaget.
Lalu Lukas menuju kotak p3k untuk merawat luka di kepalanya, setelah itu dirinya akan ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya.
Ketika hendak pergi ke rumah sakit, ada telepon dari Novrida.
"Halo?" ucap Lukas lirih.
"Kamu kenapa? Bangun tidur?" tanya Novrida.
"I..iya.. Hehe, ada apa?" jawab Lukas berbohong.
"Astaga.. Aku disini pusing mikirin pekerjaan eh kamu enak-enakan tidur," protes Novrida.
"La mau gimana lagi? Gabut," jawab Lukas.
"Ah nyebelin!! Ini ada file yang aku gak tau, coba kamu kerjakan," ucap Novrida.
"Kirimkan via email, akan aku kerjakan segera," ucap Lukas lalu Novrida memutus panggilan, segera ia mengecek email.
Dokumen yang dikirim sudah dikerjakan Lukas dengan waktu yang cepat, lalu tak lupa Lukas kirimkan ke istrinya agar segera diselesaikan.
"Cepat sekali dia mengerjakannya," gumam Novrida heran, lalu segera ia berikan file itu pada sekretaris.
Setelah selesai, kini Lukas segera ke rumah sakit. Lukanya harus segera diobati, apalagi kepalanya semakin terasa sakit.
***
Tiba di rumah sakit, Lukas segera mendapat pertolongan pertama karena luka di kepalanya cukup serius bahkan harus dijahit beberapa bagian. Tak hanya itu saja, dokter juga menyarankan agar dilakukan CT Scan segera mengingat Lukas mengeluh sakit dikepalanya.
Takut ada benturan yang berakibat fatal di bagian kepalanya.
Proses demi proses telah dilalui Lukas dan kini tinggal menunggu hasilnya. Selagi menunggu hasil, Lukas ditempatkan di ruang rawat inap.
"Gimana hasilnya dok? Saya boleh langsung pulang kan?" tanya Lukas tak sabar, mengingat ini sudah sore, sebentar lagi Novrida pulang kantor.
"Hasil CT Scan menunjukkan tidak ada gejala serius dikepala anda, efek pusing mungkin karena anda mengeluarkan darah cukup banyak, jadi anda boleh pulang," ucap dokter membuat Lukas lega.
"Akhirnya.. Makasih banyak dok," jawab Lukas senang.
"Sama-sama, jangan lupa sepekan datang lagi kemari untuk kontrol," nasehat dokter.
"Baik dok.. Makasih banyak," jawab Lukas lalu ke bagian administrasi untuk membayar beserta antre obat.
Ketika Novrida sudah tiba di apartemen, betapa herannya dia karena tak ada Lukas disini bahkan belanjaan pun berantakan, segera Novrida bereskan dan ditempatkan ke tempatnya. Perhatiannya justru kini tertuju pada pojok meja, ada darah disana.
"Ha? Darah? Kenapa ada darah sebanyak ini? Sampai bercecer dilantai juga, ada apa dengan Lukas?" gumam Novrida panik lalu segera menghubungi Lukas namun tak juga diangkat.
"Kamu dimana sih?? Jangan bikin khawatir dong," gumam Novrida panik, tak berselang lama, orang yang ditunggu pun datang.
"Kamu kemana saja sih? Kenapa ada banyak darah di meja dan lantai? Dan ini.. Loh kenapa dengan kepalamu? Kenapa diperban begini sih?" tanya Novrida beruntun dan panik.
"Bisa gak tanya itu satu persatu," tegur Lukas.
"Gak bisa.. Kamu hutang jawaban padaku, aku gak mau ya kalau nanti disangkut pautkan dengan masalah yang aku sendiri tidak tau penyebabnya," protes Novrida.
"Mandilah dan ganti pakaianmu, setelah itu akan aku ceritakan," perintah Lukas.
"Tapi.." jawab Novrida terpotong.
"Tidak ada bantahan, aku ini suamimu jadi harus kamu patuhi," jawab Lukas ketus.
Novrida memilih menuruti perkataan Lukas daripada harus berdebat. Ia lalu cepat-cepat mandi dan segera menghampiri Lukas.
"Cepet banget mandinya," ucap Lukas.
"Iya, sengaja, habisnya perasaanku gak tenang karena kamu belum juga menjelaskan," jawab Novrida ketus.
"Iya habis ini dijelaskan," jawab Lukas.
"Tapi makan dulu ya, lapar nih," rengek Lukas lagi.
"Ish.. Alesan aja, bentar aku masakin," ucap Novrida lalu ke dapur.
Banyak sekali stok makanan yang ada di kulkas sampai Novrida bingung mau memasak apa, akhirnya ia memasak bakmi goreng seafood.
"Luk, kamu mau bakmi goreng apa rebus?" teriak Novrida dari dapur.
"Hmm rebus sepertinya enak nih, rebus aja," jawab Lukas tak kalah keras.
"Ok baiklah," jawab Novrida lalu kembali membuat bumbu bakmi rebus.
Setelah semua selesai, mereka berdua bergegas makan. Sebenarnya tidak hanya Lukas saja yang lapar, melainkan dirinya juga. Makanan habis dalam sekejap dan tak bersisa.
"Mandi udah, makan pun sudah, sekarang tolong jelaskan kenapa kepalamu diperban dan bekas darah disini," ucap Novrida sambil menunjuk meja dan lantai.
"Baiklah.. Ini cuma insiden kecil," jawab Lukas.
"Insiden kecil kok sampai ke rumah sakit, yang benar saja deh," protes Novrida tak percaya.
"Serius.. Ini gak bahaya kok, lihat nih CT Scannya," ucap Lukas menunjukkan hasil Scannya. Novrida lalu mengamati dengan cermat, disana keterangannya memang tidak ada yang serius.
"Baiklah.. Lalu apa penyebab kamu terluka?" tanya Novrida serius.
"Tadi lantainya licin soalnya aku gak sengaja numpahin sabun cuci piring, karena panik jadinya aku berlari untuk mengambil lap eh malah tergelincir dan kepalaku terjedot meja, yaudah deh berdarah," jawab Lukas dibuat sesantai mungkin agar istrinya percaya.
"Gak masuk akal," jawab Novrida.
"Terserah mau percaya atau tidak, tapi tolong ambilkan obatku ya," pinta Lukas.
"Baiklah.." jawab Novrida pasrah dan mengambilkan obat. Dalam hati kecilnya ada sesuatu yang mengganjal, ia merasa jika penyebab luka dikepala Lukas bukan karena itu, melainkan karena hal lain.
"Biarlah didepannya aku berlagak percaya dan bersikap biasa, tapi nanti diam-diam aku akan cari tahu," batin Novrida menatap Lukas dalam.
Merasa diperhatikan segitunya membuat Lukas salah tingkah.
"Kenapa liat-liat?" tanya Lukas risih.
"Sakit gak?" tanya Novrida.
"Jadi kamu liatin aku karena merasa kasihan? Iya?" tanya Lukas dan Novrida mengangguk.
"Hei.. Aku ini pria kuat ya, luka beginian tuh kecil bagiku, jangan panik deh," jawab Lukas kesal.
"Tapi beda ceritanya, luka itu ada di tubuhku, jadi aku sedikit khawatir," jawab Novrida membuat Lukas kesal.
"Kamu ini ya, bukan memperhatikan aku malah memikirkan tubuhmu," protes Lukas.
"Habisnya kamu gak becus jaga tubuh, baru sebentar bertukar jiwa aja udah ada luka di kepala, aku loh sampai sekarang belum mencelakai tubuhmu," protes Novrida tak mau kalah.
"Tapi ini kan gak sengaja, mana mau aku punya luka kayak gini," jawab Lukas kesal.
Novrida memilih diam saja dan tak lagi melanjutkan kata-katanya karena perasaannya sungguh tidak enak, entah karena apa. Hingga Novrida tidak bisa menyembunyikan rasa gelisah nya itu,
Padahal di lain tempat ada dua wanita yang sedang panik juga khawatir, apakah nanti Novrida baik-baik saja atau malah buruk.
"Mah.. Gimana ya kondisi cewek udik itu?" tanya Ivanka.
"Mana mamah tau, jangan bahas disini nanti ada yang denger," jawab Ina gelisah.
"Lalu dimana mah?" tanya Ivanka.
"Di kamar mamah saja, yuk.." ajak Ina.
"Gak ah.. Buat apa ke kamar mamah kalau kondisi pasti cewek udik itu masih simpang siur," tolak Ivanka.
"Ish kamu ini ya.. Jangan bikin mamah tambah pusing," gerutu Ina semakin gelisah, ia takut ada bukti yang tertinggal atau bahkan Novrida nantinya mengadu pada Lukas.
"Semoga saja cewek udik itu gak mengadukan ini semua, awas saja kalau sampai berani," batin Ina cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments