Arya menunjukan senyumnya sambil menyuapkan kue ke mulutnya.
“Tepat, alias pas dengan yang di katakan oleh mereka. Kalau wanita tua itu adalah Mahdalena, yang di anggap pembunuh daria orang tua ku.” Batin Arya sembari memandangi Lica tanpa kedip.
“Aku ... menyayangi orang-orang yang tentunya menyayangi ku. Aku sangat menyayangi mereka!” ucapnya Arya sambil mengedarkan pandangan ke lain arah.
“Em ... orang tua mu?” tanya Lica sambil celingukan ke arah dalam Vila tersebut.
“Orang tua ku sudah tiada ketika aku masih kecil.” Jawabnya Arya sambil berdiri dan bersandar di dinding.
“Kalau begitu sama dong ya? dengan ku.” Lica menatap ke arah pemuda itu.
“Mungkin, aku kurang kasih sayang dari orang tua ku sendiri,” sambungnya Arya.
Lica menghela nafas panjang. “Kalau aku sih ... oma ku sangat menyayangi ku, puji sukur sih.” Kata Lica penuh rasa syukur.
Arya mengangguk pelan dan mengulas senyumnya seraya berkata. “Berati kamu beruntung Lica ... kau di sayang dengan sepenuh hati oleh oma mu,” ujar Arya.
“Oya, aku ke sini ... karena di suruh oma untuk mengundang kamu makan malam di rumah ku, mau kan?” Lica memegang tangan Arya yang langsung netra Arya melihatnya.
Lica menarik tangannya dari tangan Arya. “Sorry?”
“Em ... boleh, alamatnya mana? nanti aku datang bersama om ku.” Sambutnya Arya sambil berpikir dan memandangi gadis ini yang sepertinya gadis yang agresif.
"Kau jangan memandangi ku seperti itu dong ... aku kan malu." Lica tersipu malu dia menjadi salah tingkah di pandangi oleh Arya seperti itu.
"Kenapa harus malu, biasa saja lah," ucap Arya sambil mendudukan kembali bokong nya di tempat semula.
"Em ... kalau begitu aku mau pulang dulu ya? oya mana nomor telepon mu? aku mau kirim alamatnya padamu." Lica meminta nomor telepon nya Arya.
Kemudian Arya pun menyebutkan nomor teleponnya. Lica langsung memasukkannya ke buku kontak benda pipih miliknya.
"Makasih, sudah ku kirim alamatnya." Lica tersenyum bahagia sudah mendapat nomor Arya. Yang bisa kapan saja dia hubungi.
"Oke. Aku mau pulang dulu, ku harap kau Sudi untuk datang ya?" Lica mencium singkat pipi Arya.
Tanpa di duga sebelumnya, kalau gadis itu sangat berani pada laki-laki yang belum lama dia kenal, mungkin tidak terpikirkan kalau pria ini bisa saja punya pasangan atau kekasih.
Dengan malu-malu gadis itu pergi meninggalkan tempat tersebut dengan membawa hati yang berbunga-bunga. Sementara Arya terkejut menerima kecupan dari Lica, gadis itu benar-benar diluar dugaan, seberani itu.
"Hem, dasar ... berani banget dan dengan tidak malu mencium ku." Arya mengusap pipinya sambil melihat ke arah Lica yang memasuki mobilnya.
Sekilas mata mobil yang dikendarai oleh Lica menghilang dari pandangan. Arya pun mengayunkan kedua kakinya ke dalam dan tidak lupa membawa bekas kue tadi.
"Dengan seperti itu aku yakin akan mudah untuk mendapatkan nya, hem. Gadis yang aneh juga." Gumamnya nya Arya namun dengan bibir yang menyungging sambil memegangi pipinya.
Arya berdiri di dapur sambil melamun, terpikirkan yang barusan, ini kali pertama dia di cium oleh seorang gadis. Namun detik kemudian dia membawa langkahnya ke kamar dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sebelum menunaikan ashar.
Motor Deri memasuki halaman dan kedua netra nya mendapati motor Arya di sana, berarti anak itu ada di dalam. "Kapan dia pulang?"
Deri masuk sambil mengamati motornya Arya yang terparkir manis di tempatnya. Lalu setelah berada di dalam Vila, dia mendongak melihat ke lantai atas. "Arya? apa kau ada dia atas?" pekik Deri sambil mendongak dan berdiri di ujung tangga.
Tidak lama kemudian, Arya muncul dengan masih menggunakan handuk di leher tampak sekali dia baru selesai mandi. "Ya, Om. Baru pulang?"
"Belum, ini masih di jalan nih." jawab Deri sekenanya saja sambil menyunggingkan bibirnya.
Arya turun menghampiri Deri yang masih berdiri di ujung tangga. "Om, aku dapat undangan untuk makan malam di rumah Lica, ikut ya? temani aku sambil cari info gitu."
"Bagus itu kau sudah mendapat alamatnya?" selidik Deri sambil membawa langkahnya ke sofa dan lantas duduk di sana.
"Sudah dong ... barusan Lica datang ke sini dan mengundang ku ke sana." Arya pun duduk di dekat Deri dengan bertelanjang dada.
Deri mengerutkan keningnya. "Dia ke sini? kau memberikan alamat di sini ya?"
"Tidak. Aku tidak memberinya alamat ini, katanya sih dia minta dari orang rumah sakit." Arya menggeleng.
"Oh ... pergilah," ucap Deri sambil mengangguk.
"Kok pergilah sih? temani lah."
"Hi ... anak muda, kalau aku ikut, auto dia akan mengenal ku. Jadi kau pergi sendiri saja. Karena kalau sering-sering melihat ku, dia akan mengenal ku dong." Deri menggeleng dan tidak mau untuk ikut dengan alasan nanti Mahdalena mengingat dirinya yang teman dari dokter Dimas.
"Terus. Aku sama siapa dong? masa sendiri sih, aku ajak om Endro saja lah. Dia pasti mau." Arya malas kalau harus sendiri.
"Dengar ya anak muda, antara kita bertiga itu mengenal dia dulunya. Jadi lambat Laun dia akan mengenal kita bertiga kalau menampakan diri, dan jangan bilang dulu kalau kau itu putranya dokter Dimas atau Kanaya. Bilang saja anak siapa gitu yang penting namanya di samarkan." Ujar Deri dan Arya pun mengerti.
"Oke, aku mengerti kalau begitu dan ... aku sudah bilang sama Lica kalau orang tua ku sudah tiada tapi aku belum menyebut siapa orang tua ku. Apalagi pada omanya ya? aku tidak boleh bilang kalau aku putra ayah dan ibu. Oke aku faham." Arya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Pandai-pandailah saja menyamarkan nama orang tua. Jangan seadanya." Timpal Deri berpesan.
"Om, mau tahu gak? seumur hidup baru kali ini menemukan wanita seagresif dia!" akunya Arya.
"Hem. Kenapa emang?" Deri mengerutkan keningnya.
"Ya ... gitu deh, masa om gak mengerti sih? gimana wanita agresif." Arya malah menyuruh Deri untuk berpikir sendiri.
"Kau ini, agresif itu banyak ragamnya dan aku kurang faham!" Deri menggeleng pelan.
"Ck, ya sudah lupakan lah. Aku mau berpakaian dan mau ashar dulu." Arya beranjak dari duduknya, dia berjalan cepat menaiki anak tangga.
Deri menggeleng. "Dasar anak muda yang membingungkan."
Arya yang sekalian mau pulang ke rumah peninggalan orang tua nya. Yang lebih di kenal sebagai kediaman Bu Hesa.
Dia membawa tasnya, setelah siap untuk pergi seraya bergumam. "Tapi ... kalau mau sih, nanti juga aku balik ke sini."
Pemuda tampan dan pemilik hidung yang mancung itu tampak rapi dan sangat wangi maskulin. Baunya memenuhi ruangan kamar tersebut ....
...🌼---🌼...
Dengan mudahnya Arya akan mendapatkan gadis keturunan Mahdalena dan menyimpan sebuah rencana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Kurniaty
Kira kira ada peran baru gak nih thoor buat Arya,masa sama sama lica sih.
Ya meskipun Angelica gak tau apa apa dengan masa lalu Omanya,kan kasian lica_nya.
karna hanya masa lalu Omanya dia yang jadi korban,lebih baik lica dengan yang lain aja gak ma Arya yang notabenenya pendiam & penuh dendam.
Beri arya gadis yang lemah lembut & mengerti akan keadaan Arya yang sesungguhnya,juga membuat Arya merasa membutuhkan gadis itu.
Sukses thoor & lanjut.
2023-03-06
2