Titik terang

Deri menekan bell rumah mewah tersebut dan tidak sampai dua menit, segera datang seorang asisten dengan ramah dan mengangguk hormat lantas bertanya.m kepada tamunya.

"Mau bertemu siapa dan ada keperluan apa ya?" tanya asisten tersebut seraya membungkuk hormat.

"Saya mau bertemu pemilik rumah ini, namanya pak Sunder bukan?" Deri melihat ke kartu nama yang dia pegang.

“Iya benar, apa kah ada perlu dan kebetulan dia baru datang,” kata asisten tersebut dengan ramahnya.

“Och, iya kami ada perlu sama beliau.” Deri mengangguk dan mengajak Arya untuk masuk mengikuti asisten itu yang lebih duluan masuk.

“Silakan duduk dan tunggu sebentar, saya akan panggilkan tuan dulu,” si mbak pun ngeloyor pergi meninggalkan kedua tamunya yang sudah duduk di sofa yang sudah tersedia di ruang tamu.

Tidak lama menunggu, datang lah seorang pria tua dan jalan pun dibantu dengan tongkat, menatap heran ke arah Deri dan Arya.

“Apakah saya mengenal kalian berdua?” sapa pria tersebut.

“Selamat malam? Kenalkan saya Deri dan keponakan saya yang bernama Arya.” Deri berdiri dan mengulurkan tangan nya untuk berjabat tangan dengan tuan rumah.

"Malam juga, Nama saya Sunder." Pri itu tetap menatap heran dan penasaran pada Deri dan Arya yang kini mengulurkan tangannya.

Setelah mereka duduk berhadapan dan air minum pun sudah dihidangkan, Deri mencoba menjelaskan maksud dan tujuan mereka datang ke tempat tersebut.

“Apakah anda temannya pak Ardi bukan? yang tinggalnya di jalan xx dan sudah meninggal orangnya.” Deri melihat ke arah pak Sunder.

Pria tersebut mengembuskan nafasnya dalam-dalam. “Emangnya kenapa kalau saya temannya almarhum?” Pak Sunder semakin heran.

Kemudian Deri menceritakan maksudnya yang mencurigai pak Ardi yang menyebabkan insiden beberapa puluh tahun lalu. Bukan niat mencurigai pak Sunder, namun hanya ingin mengetahui saja, kali saja pak Sunder mengetahuinya.

Pak Sunder terdiam dan memutar kembali memorinya ke beberapa puluh tahun silam. Dia mengingat apa saja yang dia lakukan dengan sahabatnya itu.

“Saya hanya ingin tahu kebenarannya saja, dan saya tidak akan bertindak apapun pada anda yang penting memberikan info yang sangat akurat.” Jelas Deri pada pria itu yang tampak mematung.

Deri dan Arya mengarahkan pandanganya ke arah orang tersebut. Berharap orang ini bisa memberikan titik terang pada Arya dan Deri.

Setelah beberapa saat orang itu terdiam dan mengingat sesuatu, lalu melihat ke arah Deri dan Arya dengan sangat lekat dan tampak tersimpan rasa penyesalan yang mendalam di dalam hatinya.

“Saya mengingat sesuatu dan membuat saya sangat menyesal. Dan saya mengakui telah melakukan dengan sahabat saya itu," ungkap pak Sunder dengan nada rendah.

Arya. Dari tampak serius dalam mendengarkan uraian pria itu dan penasaran dengan kelanjutan kalimatnya yang berasa menggantung.

Lalu pak Sunder menceritakan sebuah kisah yang membuat dia menyesal seumur hidupnya. Karena sudah melakukan demikian! sehingga dia mendengar beritanya kalau mobil yang dia sabotase itu jatuh ke jurang dan menghabisi nyawa penumpangnya.

“Saya menyesal sekali,” katanya sambil menunduk.

Tangan Arya mengepal begitupun dengan Deri yang merasa marah dan rasanya ingin sekali menghajar orang tersebut, namun keduanya sadar. Ego tidak perlu mereka tinggikan bila hanya untuk memperkeruh ke adaan. Apalagi orangnya itu sudah tua dan tidak berdaya bila mereka hajar pun tanpa perlawanan.

Deri memandangi ke arah Arya yang tampak marah, terlihat dari wajahnya yang merah padam. Dan kepala Deri menggeleng.

Lanjut, Deri kembali menoleh pada pria itu. “Apa maksud dan tujuan kalian mencelakai orang lain?”

Pak Sunder terdiam sambil melihat lawan bicaranya. Dia merasa was-was dengan kejujurannya itu, namun siapa yang tahu kejujurannya dapat meringankan rasa penyesalan yang selama ini menyiksa perasaan dan juga membayang di setiap langkahnya. Sukur-sukur mendapat maaf dari pihak keluarga yang bersangkutan.

“Jawab?” suara Arya menghardik.

Dengan cepat, tangan Deri diangkat pada Arya. Agar pemuda itu bersabar dan tidak perlu membuat kekacauan di tempat orang, santai dan tenang saja tidak perlu marah-marah juga. Walaupun Deri mengerti betul perasaan pemuda tersebut di saat ini.

Arya membuang wajah dia ke samping seraya berkata. “Maaf Om.”

“Saya tidak ingin berbuat keributan di sini, hanya ingin mencari info dari bapak. Dan berharap bapak ini atau Tuan ini dapat memberikan jawaban yang benar-benar jujur. Itu saja,” tambahnya Deri dengan nada bicara setenang mungkin.

Pak Sunder mengangguk pelan. “Saya mengerti bila orang atau keluarga yang bersangkutan marah atau pun membenci saya, tetapi kebetulan sekali kalian datang di saat saya masih hidup. Sehingga saya bisa meminta maaf yang sebesar-besarnya, soal di maafkan atau tidak nya ... yang penting saya sebagai pribadi sudah meminta maaf.” Lirihnya pak Sunder dengan kerendahan hati.

"Kami akan sangat menghargai kejujuran anda. Dan yang saya ingin tanyakan adalah siapa dalang dari semua ini? pasti bukan anda yang menjadi otaknya." Tambah Deri lagi.

Pria itu kembali terdiam, kemudian dia bercerita kembali. Kalau otaknya adalah nyonya Mahdalena. Dia yang menyuruh mereka untuk mencelakai dokter Dimas dan keluarga.

Mereka berdua di bayar oleh seorang wanita yang bernama Mahdalena. Dia berani membayar pak Sunder dan pak Ardi untuk dokter Dimas sekeluarga celaka.

Dan kini pria tua itu menyesali dengan apa yang mereka lakukan.

Deri mengeratkan giginya dan tangan mengepal, terbayang wanita itu di ruang mata Deri. Ternyata dia yang menjadi otak dari insiden yang merenggut nyawa dokter Dimas dan Kanaya. Tubuh Deri bergetar dan dan mencelos mengingat sahabatnya itu.

"Kurang ajar! rupanya tua Bangka itu yang berbuat ulah. Sungguh kau tidak punya hati, kau harus mendapatkan akibat dari semua perbuatan mu." Gumamnya Deri dalam hati dengan geramnya.

Sementara Arya tak bergeming. Dia sama sekali tidak tau siapa yang namanya Mahdalena. Namun kebencian tentunya bertahta di dalam lubuk hatinya yang terdalam. Nama itu yang sudah merenggut perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya.

''Saya minta maaf yang sebesar-besarnya? sudah silap dan tergoda dengan uang bayaran dari wanita itu. Sehingga saya melakukan sesuatu yang salah?" pak Sunder menyatukan kedua tangannya di dada yang ditujukan kepada Deri dan Arya.

"Saya kecewa, gara-gara anda saya kehilangan kedua orang tua saya!" suara Arya bergetar menahan marah dan sedih yang kini bergolak dalam batinnya.

Pak Sunder terdiam dan menunduk dalam! dengan sepenuhnya dia sadari kesalahannya itu. Dia pasrah apapun yang akan terjadi bila harus mempertanggung jawabkan perbuatannya ....

...🌼----🌼...

Siapa sangka di balik tragedi yang merenggut nyawa Dimas dan istri. Ternyata ada nama Mahdalena yang terseret di dalamnya.

Terpopuler

Comments

Ummi Alfa

Ummi Alfa

Ooh.... ternyata dalangnya Mahdalena yang anggota dewan itu, yang memaksa Dimas untuk menikahi putrinya yang hamil itu.
Bener2 ya... mentang2 anggota dewan sok berkuasa siapapun harus nurut padanya.
Gara2 Dimas nolak dia jadi dendam, tidak terima akhirnya berniat mencelakakan keluarga Dimas termasuk waktu dia ke rumah Naya hampir aja, untung aja waktu itu Naya tidak minum air yang sudah di kasih racun, malah bunganya yang langsung mati.
Tapi bukannya Mahdalena di penjara ya Thor....
Tetep semangat Thor.....

2023-03-28

1

Kurniaty

Kurniaty

Mungkinkah Angelica cucu dari Magdalena yang berniat meracuni Kanaya waktu itu.
Hanya author yang tau.
Sukses thoor & lanjut.

2023-02-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!