Ria memasuki mobil dan melihat Dafa yang juga menyambutnya. Aneh, tak biasanya Dafa menatapnya hangat.
Mobil Dafa melaju membelah ramainya jalanan Kota sore ini.
“Bagaimana keadaan ayahmu?” Pertanyaan itu lolos dari mulut Dafa, sebuah hal yang langka terjadi didalam mobil, Dafa memulai perbincangan.
Ria menatap ke arah Dafa heran “Baik, sangat baik. Ayah sudah sadarkan diri.” Ucap Ria
“Terima kasih.” Ria kembali berucap sambil menatap Dafa yang kini juga menatap Ria.
“Untuk?” tanya Dafa yang kembali fokus ke kemudinya sambil sesekali menatap Ria.
“Bapak telah banyak membantu saya dan keluarga saya sehingga sekarang Kesehatan ayah membaik.” Ria tentu bukan manusia yang tidak tahu diri untuk sekedar menyebut terima kasih.
“Kau juga harus memikirkan kesehatanmu. Ria boleh saya meminta?”
Ria menatap ke arah Dafa, menebak-nebak apa yang akan Dafa minta lagi dari dirinya.
Saat lampu lalu lintas berubah merah Dafa menghentikan mobilnya dan menatap Ria.
“Bolehkah mulai saat ini kau merubah panggilanmu kepadaku? Aku tak cukup tua untuk terus dipanggil bapak.” Protes Dafa lembut kali ini, dia bahkan mengambil sebelah tangan Ria untuk di genggamnya.
Blussshhh. Pipi Ria memerah dia cukup terkejut atas perilaku Dafa.
“A-aku harus memanggil dengan sebutan apa?” Tanya Ria secepatnya ia ingin perbincangan ini berakhir.
“kau bisa memanggilku selayaknya isteri kepada suaminya, bisa Aa, Mas atau Sayang mungkin.”
“A-aku “ Ria membeku melihat Dafa yang menatapnya dalam.
“Ehm, baiklah Pa-“ Dafa masih menatap Ria dalam, menanti satu kata yang dinantinya terucap dari mulut manis Ria.
“ Baiklah, Mm-mas!” Ria menarik tangannya dari genggaman tangan Dafa.
“Ma-maaf aku belum terbiasa.” Ucap Ria terbata, Namun….
Cup
“Ini hadiah karena kamu sudah menurut kepadaku.” Ucap Dafa setelah berhasil mengecup pipi Ria, yang kemudian melajukan kembali mobilnya karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.
Membiarkan Ria dengan segala kecanggungan di hatinya.
Kenapa dia mendadak manis seperti ini. Apa hasil pemeriksaan buruk? Sehingga dia begitu senang saat tahu umurku tak lagi Panjang? Ria bergumam dalam hatinya.
“Apa kau ingin membeli sesuatu untuk makan malam?” Dafa kembali bertanya kepada Ria.
“Saya belum lapar, nanti biar saya minta tolong Mbok Darmi membantu saya membuat makan malam.” Dafa melirik sebentar ke arah Ria.
“Kenapa kau masih saja kaku?” Tanya Dafa.
“Ma-maaf aku belum terbiasa, Mas.” Ucap Ria yang kemudian melihat Dafa tersenyum dari sudut matanya.
“Baiklah kalau begitu kita pulang saja, Mbok Darmi biasanya akan pulang setelah menyiapkan makan malam.” Ucap Dafa yang melajukan mobilnya ke arah Apartement
Sesampainya di apartement Ria mulai memasak untuk makan malam di bantu oleh Mbok Darmi, sedangkan Dafa memasuki Ruang kerjanya.
Dia menatap selembar kertas putih dengan tatapan yang sulit di artikan entah kertas apa yang sedang Dafa lihat.
Sampai suara dering telepon Dafa berbunyi menyadarkannya, dia segera melihat dan mengangkat telepon dari seseorang.
(Ada apa?)
……………………………..
(hem, baiklah. Aku akan ke sana.)
…………….
Tut.
Setelah panggilan terputus Dafa keluar dari ruang kerjanya menuju ke arah dimana Ria berada.
“M-mas, kau sudah mau makan?” Tanya Ria kepada Dafa yang baru saja menghampirinya.
“Hem, apakah semuanya sudah siap?” Dafa melirik kea rah meja makan disana sudah ada beberapa lauk yang tersaji.
“Sudah, kebetulan semua menjadi mudah setelah Mbok Darmi membantu. Terima Kasih ya Mbok.” Ucap Ria menatap kea rah Mbok Darmi.
“Tidak Non, justru saya tidak banyak membantu. Den Dafa sangat beruntung menikahi Non Ria, sudah cantik, baik, pintar masak pula. Kalau kalian memiliki anak pasti akan sangat menggemaskan melihat ibu dan ayahnya yang tampan dan juga cantik.”
Sedangkan Ria dan Dafa hanya saling menatap tanpa bersuara mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Anak? Itu sungguh tidak akan terjadi bagaimana akan memiliki anak, kalau aku meminum Pil Kontrasepsi. Batin Ria
Anak? Akan mirip siapa dia nanti. Aku jadi terpikirkan ingin segera memilikinya. Batin Dafa
Dua pikiran yang sangat bertolak belakang antara Ria dan Dafa. Dan tentu saja hanya mereka yang tahu isi pikirannya masing-masing.
Mbok Darmi yang sedari tadi hanya tersenyum membayangkan bila Dafa dan Ria di karuniai momongan, akhirnya undur diri untuk pulang.
“Kalau begitu Mbok izin pamit pulang ya Non-Den, besok pagi Mbok akan kembali lagi kemari.”
“Hati-hati Mbok” Ucap Ria dan Dafa bersamaan.
Ria segera melayani Dafa menyiapkan makan untuk Dafa, menyuguhkan lauk pauk yang sudah diam asak kedalam piring suaminya.
Suasana makan malam begitu hening hanya ada suara denting piring yang beradu dengan sendok dan garpu.
“Ria, malam ini aku akan pergi keluar. Kau tidak usah menunggu, kunci pintunya dan istirahatlah.” Ucap Dafa memecah keheningan ruangan itu.
Ria ingin bertanya kemana suaminya akan pergi, tapi dia tak berani. Takut pertanyaannya akan menimbulkan kemarahannya lagi.
Sedangkan Dafa hatinya kini remuk, Ria memang tak memiliki perasaan padanya. Bahkan untuk sekedar bertanya dia akan pergi kemana malam-malam begini pun tak terucap dari bibirnya.
Selesai makan malam Dafa segera melangkah pergi menemui seseorang yang sudah menghubunginya. Dia menuju ke sebuah Kafe, disana sudah ada perempuan cantik dan anggun yang sudah menunggunya.
Saat Dafa memasuki kafe pandangan mereka langsung bertemu sang perempuan memberikan senyuman hangat dan cantiknya.
“Kau sudah lama menunggu?” Tanya Dafa kepada seseorang yang sedang duduk di bangkunya.
“Tidak, aku juga baru saja sampai. Kau mau pesan terlebih dahulu? Aku tadi sudah memesan minuman.” Tanya perempuan itu kepada Dafa.
“Ehm baiklah.” Dafa memanggil seorang waiters kemudian memesan satu minuman dingin.
“Ada apa Thannia? Mengapa kau ingin bertemu denganku?” Tanya Dafa kepada perempuan yang duduk diseberangnya, kini diketahui sebagai Thannia.
“Tante Maya menghubungiku tadi siang untuk bertemu, dia menanyakan keberadaanmu. Apa kau tidak pulang ke rumah utama?” Tanya Thannia kepada Dafa.
“Ya, aku akhir-akhir ini sibuk mengecek tugas Mahasiswa. Jadi aku tidak pulang ke rumah.” Jawab Dafa seadanya.
“Tante Maya juga berbicara kepadaku, soal….” Ucapan Thannia menggantung dia menatap wajah Dafa yang akhirnya berujung mereka saling tatap.
“Soal apa?” Tanya Dafa penasaran dengan kalimat selanjutnya.
“Soal hubungan kita. Emh, maaf Dafa aku sudah coba menjelaskan kepada tante Maya tapi sepertinya orang tua kita bermaksud untuk menjodohkan kita berdua.” Ungkap Thannia tentang yang di rencanakan oleh orang tua mereka.
Sebenarnya Thannia juga menaruh hati pada Dafa, sejak remaja Thannia mengagumi sosok Dafa namun dipikirannya Dafa terlalu dingin untuk memulai kisah cinta.
Dan saat Dafa juga sempat mencoba membuka hati untuk sahabatnya itu, Thannia pikir Dafa mulai mencintainya. Namun Dafa tiba-tiba saja berubah menjadi dingin kembali.
Hati tak bisa di paksakan, bagi Dafa Thannia adalah sahabatnya, dia tidak bisa memberikan status lebih kepada Thannia.
“Kau tahu kan kita sudah bersahabat lama kan, ti-“
“Aku juga sudah mengatakan penolakan kepada tante Maya, tapi kedua orang tua kita masih kekeh ingin melakukannya. Dan kau tahu bukan, aku bukanlah anak pembangkang.” Thannia memotong ucapan Dafa yang dia tebak akan melukai hatinya dengan kalimat penolakan.
“oleh sebab itu aku ingin bertemu denganmu. kalau bisa, kau saja yang menolak rencana mereka.” Ucap Thannia ragu. Dia berharap Dafa tidak melakukan penolakan dalam perjodohan mereka.
“Akan aku pikirkan dan bicarakan dengan orang tuaku.” Ungkap Dafa. Setidaknya bagi Thannia Dafa akan memikirkan hubungan mereka, masih ada kesempatan baginya untuk bersama dengan Dafa.
“Ehm baiklah, bagaimana pekerjaan mu Dafa?” Tanya Thannia mencoba mencari pembahasan lain agar dia bisa berlama-lama dengan sahabatnya itu.
“Baik, semua berjalan sesuai kemauanku. Dan bagaimana pekerjaan mu? Aku dengar kau akan dijadikan kepala bagian di Poli Anak?”
Dafa tentu saja tahu perkembangan para sahabatnya, apalagi mereka bekerja di Rumah Sakit milik keluarganya.
“Iya, tapi kadang aku merasa tidak yakin. Apa bisa di usiaku yang muda ini menjadi kepala bagian? Aku masih belum banyak pengalaman.” Thannia mulai menekuk wajahnya, ya ini lah Thannia sikapnya yang manja kadang memang jadi menggemaskan.
Lama mereka mengobrol tak terasa malam semakin larut, Kafe tempat mereka bertemu pun akan segera tutup. Thannia yang berangkat menggunakan taksi berakhir dengan di antar oleh Dafa ke rumahnya.
Sepanjang perjalanan mereka saling bertukar cerita, bernostalgia tentang bagaimana masa remaja mereka yang di lalui secara bersama.
Tak terasa mobil Dafa sudah sampai di depan rumah Thannia.
“Apa kau ingin mampir ke dalam?” tanya Thannia
“Tidak terimakasih, ini sudah terlalu malam. Aku juga akan mengunjungi rumah utama.” Jawaban Dafa membuat Thannia bersedih, dia takut Dafa akan melakukan penolakan atas perjodohannya malam ini juga.
“Baiklah, istirahat lah dulu jangan langsung berbicara dengan tante Maya dan om Lukaz kasian mereka ini sudah terlalu malam.” Jawab Thannia memaksakan senyumannya.
“Hem, selamat malam.” Dafa mengangguk memberikan angin segar kepada Thannia.
“Ehm, selamat malam Daf. Terimakasih sudah mengantarku.” Thannia keluar dari mobil Dafa, dia melambaikan tangannya Ketika mobil Dafa sudah melaju meninggalkannya yang masih berdiri di depan gerbang rumahnya.
Di dalam mobil, sambil mengemudi sebelah tangan Dafa menyentuh pelipis matanya. Dia merasa pusing dengan yang terjadi.
Baru saja. Baru saja dia ingin memulai awal yang baik bersama Ria, kini masalah baru datang.
Dia tidak mau melukai kedua orang tua nya, walaupun Thannia meminta nya untuk menolak tapi sebagai seorang wanita pasti sakit jika perjodohan ini di tolak oleh pihak laki-laki.
TBC🌝
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments