Brak!
Pintu ruangan Dafa terbuka tiba-tiba, terlihat Ria yang masih mengatur nafasnya, karena berlarian dan bergerak cepat untuk sampai ke kampus Kembali.
Dafa yang sedang memeriksa tugas dari mahasiswa, terhenyak kaget mendengar suara pintu yang dibuka dengan kencang apalagi melihat siapa yang membuka pintu tersebut.
Dafa melihat Ria yang masih kesulitan bernafas, peluh yang masih membanjiri dahinya dan tangannya yang menahan tubuhnya agar tidak limbung di gagang pintu ruangan dimana Dafa berada.
“RIA! Ada apa? Kenapa kau berantakan seperti ini? Apa kau sakit lagi?” tanya Dafa khawatir melihat kondisi Ria, dia segera menghampiri Ria.
Tubuh Ria mendadak melayang setelah Dafa menggendongnya ala Bridal dan mendudukan Ria di Sofa yang berada di ruangannya.
“Ada apa Ria? Kenapa kau berkeringat dan kesulitan bernafas?” tanya Dafa lagi karna belum mendapatkan jawaban dari Ria.
“Sa-ya setuju pak,” nafas Ria masih tersengal pikirannya kacau di benaknya hanya Dafa yang bisa membantu.
“to-tolong nikahi saya. Saya setuju jadi istri bapak ta-pi saya ingin meminta tolong. Tolong bantu ayah saya yang sekkarat di rumah sakit, dia harus segera di operasi.” Jawab Ria tersengal seketika pandangannya berkunang namun Ria terus berusaha terjaga sampai ayahnya bisa di operasi.
Dafa hanya menautkan kedua alisnya setelah mendengar jawaban dari Ria. “Kalau begitu ayo kita selamatkan ayahmu terlebih dahulu.”
Dafa Kembali menggendong Ria dalam pelukannya, hal tersebut tak luput dari pandangan para Mahasiswa yang berada di Gedung yang sama dengan Ria dan Dafa.
Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa Ria digendong oleh dosen tampan itu. Tapi Dafa mengacuhkannya, pandangannya lurus kedepan menuju ke parkiran mobil dan Ria hanya bisa menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Dafa.
“Dimana ayahmu berada saat ini?” sesampainya di mobil Dafa menanyakan keberadaan ayah Ria, untuk tahu kemana mereka harus pergi.
“Rumah sakit Wijaya.”
Deg.
Terkejut? Kebetulan yang sangat menguntungkan bagi Dafa, Ayah Ria berada di rumah sakit milik keluarga Dafa, tentu dia akan memberikan fasilitas terbaik untuk Kembali menjerat Ria lebih dalam lagi di pelukannya.
Dafa menyelesaikan administrasi milik ayah Ria, saat itu juga ayah Ria segera masuk Ruang operasi, karena memang dokter sudah bersiap untuk operasi ayahnya Ria.
Dan tentunya itu juga akibat perintah Dafa, siapa yang berani menolak jika anak pemilik rumah sakit tersebut sudah memerintah, apalagi perintahnya demi kebaikan pasien.
Ria dapat bernafas lega, dia kembali menyandarkan tubuhnya ke tembok rumah sakit, menatap nanar kepada ibu dan adiknya yang masih dalam kondisi berpelukan. Setidaknya dia sekarang bisa bernafas lega karena sang ayah dapat di operasi dengan cepat.
Rasa sakit yang Ria rasakan di tubuhnya mendadak dia lupakan demi keselamatan ayahnya.
“Ria bagaimana bisa ayah di operasi? Darimana kamu dapat uangnya nak?” tanya Inka kepada Ria memecah lamunannya.
Ria kemudian tersarad, urusannya dengan dosennya belum lah selesai.
“Ibu tenang saja, Rendy memberikan Ria kasbon untuk operasi ayah yang akan di potong saat Ria gajihan.” Bohong Ria, dia pun bingung bagaimana dia harus menjelaskan kepada ibunya tentang darimana uang untuk ayahnya di operasi berasal.
Setelah operasi ayahnya berjalan lancar, ayahnya dipindahkan ke ruang ICU untuk di observasi pasca operasinya.
Ria berjalan mencari kantin untuk membelikan ibu dan adiknya air dan 2 potong roti, dia tahu sedari tadi ia yakin ibunya dan adiknya belum makan sama sekali.
Sebelum sampai ke kantin rumah sakit, Ria yang hanya memandang ubin Rumah sakit itu terkejut kala tangannya ditarik oleh seseorang menuju ke pintu tangga darurat.
Ria yang takut dan bersiap untuk kabur membatalkan niatnya kala mendengar suara yang dia kenali.
“Kau sungguh tidak lupa perjanjian kita kan?”
kalimat Dafa sungguh tidak tepat waktu untuk Ria yang baru saja bernafas lega, baru saja dia bersenang hati mendengar kabar operasi ayahnya berhasil dan ayahnya sudah dapat dipindahkan ke ruang ICU.
Seolah Ria tak boleh berbahagia, barang sebentar saja, ujian datang seperti hujan mengguyurnya secara bersamaan. Tak memberi jeda sedikitpun untuk dia tak merasakan tetesan air yang baginya pedih.
Dafa menatap Ria dengan tatapan tajam dan menuntut, sedangkan Ria menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan oleh Dafa. Tatapannya melemah seakan kematian datang menjemputnya.
“Kau tidak berniat ingkar janji kan? Kau mau pengobatanmu terutama ayahmu yang masih dalam kondisi kritis dihentikan? Aku takan membiarkanmu mengingkari janji karena aku akan menarikmu ke meja akad untuk menikah!” lagi-lagi kalimat penuh ancaman dan juga kalimat menyesakkan dada Ria yang keluar dari mulut Dafa.
“Ayahku masih sakit pak, dia takan bisa menikahkan kita.” Ucap Ria lemah berharap Dafa mau mengerti dan mau menunggu sampai ayahnya sembuh.
Pikirannya kadang menjadi gila memang, padahal pagi tadi Dafa hanya memberi waktu 3 hari untuk menunggu, tapi Ria meminta Dafa menunggu waktu yang tak pasti sampai ayahnya sembuh.
“Kita akan menggunakan penghulu untuk nikah bawah tangan, tidak serumit itu. Lagian ayahmu dalam kondisi tidak sehat, jangan menunda sampai saya marah Ria atau kamu takan sanggup menghadapinya.” Ucap Dafa dengan rahang yang mengeras, alasan apa lagi yg bisa Ria berikan kepada Dafa.
“Minggu depan pak, berikan saya waktu sampai ayah saya membaik. Lagipula bukankah kita butuh persiapan seperti mencari penghulunya ?” Ria masih bersusah payah menunda hari baiknya.
Hari baik? Baik untuk siapa? Jika kita saling mencitai mungkin bisa disebut hari baik.
“Kamu bercanda Ria? Untuk membuat ayahmu melakukan operasi, kamu dan tentunya ayahmu yang sekarat itu tak perlu menunggu sampai 1 minggu. Lalu kenapa aku harus menunggu begitu lama? Hari ini kamu harus ikut bersama saya untuk menikah.”
Dafa mengucapkan kalimat sambil mencengkram tangan Ria dan menariknya untuk ikut bersamanya, meninggalkan ibu dan adiknya yang masih setia didepan ruangan ICU menunggu sang ayah membaik pasca operasi.
Ria menatap kebelakang sambil terus terseret oleh tarikan tangan Dafa, beberapa perawat dan dokter yang berpapasan dengan mereka menunduk dan memberi hormat pada Dafa. Hal tersebut tentu tak terlihat oleh Ria yang masih menatap ke belakang dengan pandangan yang mengembun.
Sedangkan bagi para dokter dan perawat, hal yang terjadi pada Dafa dan juga Ria adalah pertengkaran biasa dan tak ada yang berani membicarakan anak dari pemilik rumah sakit dimana mereka bekerja.
“Pak tolong lepaskan ini sakit pak!” ucap Ria yang mulai terasa kebas dicengkram oleh Dafa.
Dafa melepaskan cengkramannya setelah membukakan pintu mobilnya untuk Ria, dia mendorong tubuh Ria untuk masuk ke dalam mobil.
Setelah mereka masuk kedalam mobil, Dafa menatap Ria yang sedang mengelus lengannya yang memerah bekas cengkraman Dafa yang cukup keras.
Dafa sendiri bingung, kenapa dengan Ria dia seolah memaksakan kehendaknya dan tak mau di bantah seolah hidup Ria adalah miliknya.
TBC🌝
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments