Tinggal Bersama

Tak ada bingkai photo yang terpajang di dalam apartement ini, hanya lukisan, vas bunga dan beberapa aksesoris pajangan.

Ria mengekor dibelakang Dafa yang sedang berjalan sampai langkahnya berhenti saat seseorang yang diikutinya berhenti di depan sebuah pintu yang dia yakini adalah sebuah kamar.

Pintu ruangan itu terbuka menampilkan ruangan kamar yang khas untuk seorang pria, tatanan yang minimalis dan tentu saja kamar ini mungkin seluas rumah kontrakan Ria Bersama keluarganya.

Keluarganya? Ria bahkan lupa mengabarkan keluarganya. Tidak! bukan lupa, dia masih bingung harus berkata apa kepada ibu nya jika dia tidak tinggal bersama lagi dan sudah memiliki suami tanpa sepengetahuan ibunya.

Lagi-lagi kata suami menggetarkan hati Ria, dia menatap sosok pria yang kini jadi suaminya. Dafa sedang berdiri sambil membuka tirai kamar agar cahaya yang mulai sedikit langit berikan setidaknya bisa menerangi sisi kamar ini.

Benarkah pria dihadapannya ini adalah suaminya? Ria bahkan tak percaya dia telah dinikahi oleh seorang pria yang tidak dia kenali secara dalam.

Bodoh? Ya anggap saja Ria memang bodoh, tapi ketika kalian di posisi Ria apa kalian tidak akan menghalalkan segala cara untuk menyelamatkan orang terkasih kalian. Kalimat itu terus berputar dipikiran Ria membela atas pilihannya disaat dia merenungi nasibnya yang terluka, bahkan dia tak sanggup lagi untuk mengeluhkan cobaan yang datang secara bertubi-tubi.

“Ini kamar kita, kamu bisa menggunakan semua yang ada disini dan disebelah adalah ruang kerja saya. Jangan pernah kamu berniat memasukinya tanpa seijin saya.” Tutur Dafa menjelaskan.

Apartement sebesar ini hanya memiliki dua ruangan, apa tidak salah.

Dan apa tadi dia bilang kamar kita? Apa aku harus tidur berdua disini ? apa sungguh benar aku sudah memiliki suami? Ria bergumam dalam hatinya.

“Kamu bersihkan dulu dirimu, ada pakaian tidur di lemari yang mungkin bisa kamu gunakan sebelum saya membelikan pakaian untukmu.” Kali ini Dafa benar-benar membuat Ria tak mampu berkata walaupun dalam hati saja.

Pikirannya mendadak mengawang kemana-mana, bukan hal yang tak pernah Ria tahu bahwa sepasang suami istri yang baru menikah akan membersihkan diri terlebih dahulu untuk kemudian melakukan ritual malam pertama.

Tapi dia tak pernah terpikirkan akan melakukan itu bersama Dafa dosen pengganti yang baru saja dia kenal beberapa hari lalu.

Setelah mengucapkan kalimat yang membuat Ria bertanya-tanya Dafa melangkahkan kakinya keluar dari kamar, menutup pintu kamar yang kini harus Ria tempati.

Selesai membersihkan diri Ria keluar dari kamar dia mencari keberadaan Dafa yang di lihatnya sedang duduk bersandar di sofa, kepalanya mengadah keatas Langi-langit apartement dan matanya terpejam.

Dafa terlihat begitu lelah, pikirannya terlihat penuh walau hanya dengan melihat wajahnya saja.

Ria menghampiri Dafa yang masih memejamkan matanya seolah tak sadar seseorang telah berada disampingnya.

“Ekhem”

Daheman seseorang menyadarkan Dafa dari tidur singkatnya.

“Bolehkah saya pergi ke rumah sakit, dari ayah di operasi saya tidak tahu kabar ayah dan saya tidak tega jika membiarkan ibu juga adik saya yang masih kecil menunggu ayah di rumah sakit.”

Ria mencoba berbicara kepada Dafa untuk meminta izin agar bisa menjaga ayahnya.

Berharap Dafa bermurah hati untuk mengizinkannya pergi.

“Apa kamu becanda Ria?” Dafa menyipitkan matanya menatap isterinya.

Pertanyaan Dafa membuat Ria terkejut, apa nya yang disebut bercanda dari menjaga ayahnya yang masih kritis di rumah sakit.

“Maksud bapak?” tanya Ria penasaran.

“Kamu tidak berniat lari dari saya kan Ria? Sudah cukup saya membantu mu dari kemarin, lebih baik kamu mempersiapkan diri untuk membayar apa yang sudah saya berikan kepadamu.” Ucap Dafa seolah tanpa beban, pandangannya menatap dalam mata indah milik Ria.

Sedangkan Ria, hatinya berdegup kencang ingin sekali dia menghajar pria di hadapannya kali ini. Bukan tidak tahu diri, tapi bagaimana mungkin pria di hadapannya ini tidak memberikan izin kepadanya untuk sekedar menjenguk dan menjaga ayahnya di rumah sakit.

“Kamu harus tahu diri Ria, apa yang saya berikan tidak ada yang gratis. Masih untung saya memberikan bantuan untuk menyelamatkan ayah mu yang sedang sekarat, sekarang dengan mudahnya kamu ingin pergi di hari pertama kita menikah?” Dafa masih setia memberikan kalimat yang melukai hati Ria.

Bahkan di hari pernikahannya Ria sama sekali tidak merasa Bahagia, dia pun bingung mengapa ini semua terjadi begitu cepat.

“Tapi pak, tidak mungkin saya membiarkan ayah saya sendirian dan lagi pula ibu saya harus menjaga adik saya yang masih kecil.” Ria mencoba memberikan penerangan pada pikiran Dafa yang gelap.

“Lagi pula saya bukan orang yang tidak tahu terimakasih dengan kabur setelah di bantu oleh seseorang.” Ungkap Ria menegaskan dirinya bukan lah orang yang buruk.

Dadanya mulai naik turun, Ria mencoba mengatur emosinya agar tidak meledak setelah dia dilarang menemui ayahnya.

“Kembalilah ke kamar, saya akan memanggilmu ketika makanan tiba. Saya baru saja memesan makanan, dan masalah ayahmu kamu tenang saja saya sudah bicara pada perawat untuk menyampaikan pesan dan menyuruh ibumu pulang, perawat yang akan menjaga sampai kau Kembali ke rumah sakit.” Dafa melunak menjawab kegundahan Ria, berharap Ria mau menurut kepadanya.

Dafa bukanlah orang yang kejam yang dengan tega memutus hubungan seorang anak dengan orang tuanya, tapi entah mengapa Dafa begitu terobsesi kepada Ria.

Dia begitu takut kehilangan Ria, seolah ingin mendekapnya dalam belenggu yang Dafa berikan.

“Apakah semua itu benar? Apa saya bisa mempercayai omongan bapak?.” Tanya Ria ragu kepada Dafa.

“Apakah masih ada yang bisa kau ragukan dari apa yang sudah saya perbuat kepadamu?” tanya Dafa dengan memandang mata Ria dalam.

Jika dipikir-pikir Dafa selalu menepati omongannya, dia selalu membantu Ria walaupun ada harga yang harus dibayar oleh Ria.

Ria menatap Dafa kemudian berjalan memasuki kamar, tadinya Ria ingin duduk disamping Dafa hanya untuk sekedar bertanya apa maksud dan tujuan Dafa membantunya dan tentu saja menikahinya.

Mengapa Dafa begitu yakin untuk menikahinya, dan mengapa semua seperti direncanakan entah oleh siapa.

Pertemuan mereka yang secara terus menerus, persiapan pernikahan yang hanya dilakukan dalam waktu beberapa jam, password apartement yang bahkan itu adalah nomor induk Mahasiswanya.

Seolah mereka adalah pasangan yang sudah lama bersama. Entahlah hanya Dafa, Tuhan dan Author yang tahu mengapa itu bisa terjadi.

Ria menatap jendela kamar dari situ dia bisa melihat pemandangan tengah kota yang mulai dihiasi lampu-lampu indah karena sang langit sudah mulai menurunkan kadar cahayanya.

Ria menyentuh jendela tangannya bergerak seolah mengelus bagian kaca dari jendela, dalam bayangannya kini dia sedang berada di dalam penjara yang sengaja dia masuki sendiri, dia kemudian mengepalkan tangan sambil terus matanya memperhatikan tangannya dengan sendu.

Belum sehari Ria meninggalkan keluarganya dia sudah begitu merindukannya, terutama sang ayah yang sejak anfal dan masuk rumah sakit hingga operasi selesai belum sekalipun dia melihat wajah ayahnya.

Mata Ria mengembun butiran bening mengalir di pipinya, Ria sangat merindukan ayahnya, yang dulu adalah pahlawannya.

Ayahnya yang dulu akan membelanya Ketika ada yang mengerjainya, yang dulu akan memeluknya Ketika dia terjatuh dan menangis.

Namun kini dia tak tahu harus menangis dan memeluk siapa disaat hatinya sangat membutuhkan pelukan.

Sesekali tangannya mengusap pipinya untuk menghapus air mata yang seolah tak mau berhenti keluar dari mata indahnya.

Semua itu tak luput dari pengelihatan Dafa, tadinya Dafa akan ke kamar untuk memanggil Ria karena makanan yang di pesan sudah datang tapi dia urungkan melihat Ria yang nampak sedang bersedih menatap ke jendela kamar.

Dafa melihat semua itu dari sela-sela pintu kamar yang tak tertutup rapat. Akhirnya Dafa memutuskan untuk masuk ke dalam ruang kerjanya, dia begitu bingung dengan dirinya sendiri.

Banyak hal yang berubah dari diri Dafa setelah melihat Ria pada pandangan pertama, Dafa begitu menggila setiap hal yang berhubungan dengan Ria.

Bahkan dia merasa bahwa ini bukan dirinya sendiri atau mungkin ini memanglah dirinya yang asli namun tak pernah disadari oleh Dafa.

Sekarang dia mulai berpikir apa yang akan dilakukannya setelah menikahi Ria, bagaimana dia bicara kepada keluarga Ria dan orang tuanya sendiri.

“Huuhh” Dafa mencoba mengatur nafasnya, mungkin yang dilakukan Dafa memang terlalu gegabah.

Menikahi perempuan yang baru ditemuinya tanpa tahu asal usulnya terlebih dahulu, namun tak tersirat sedikitpun rasa penyesalan.

Dafa beranjak dari ruang kerjanya dia mulai memasuki kamar yang kini memiliki penghuni lain selain dirinya sendiri.

Ria yang masih setia menatap hingar bingar tengah kota dari balik jendela membalikan tubuhnya yang terusik kala mendengar suara Langkah kaki seseorang yang mendekat. Dia melihat Dafa yang berjalan mendekat kepadanya.

“Lebih baik kita makan dulu, kau juga belum meminum obatmu.” Dafa mengingatkannya akan obat-obatan yang belum dia telan hari ini.

Ria melangkah mengikuti Langkah Dafa sebelum keduanya berhenti setelah mendengar dering telepon dari dalam tas selempang yang Ria bawa.

TBC🌝

Telepon Dari siapa kira-kira ya readers???

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!