Tak Mau Semakin Berhutang

Ria tak mau membuang tenaganya untuk meladeni perdebatan bersama Dafa di pagi hari ini.

Rasanya ia ingin segera sampai ke kampus dan melepaskan diri dari Dafa walau sebentar saja.

Mobil yang di tumpangi kedua buah insan itu sampai di kampus, sepanjang perjalanan baik Dafa maupun Ria tak ada yang ingin memulai untuk berbicara keduanya sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.

“Jangan lupa nanti siang sepulang kuliah saya jemput untuk ke rumah sakit, kau bisa sekalian menengok keadaan ayahmu sambil berobat.” Dafa berkata sebelum Ria keluar dari mobil.

Ria tak berniat menjawab ucapan Dafa, dia melangkah keluar dari mobil Dosennya itu.

Beberapa mahasiswi yang berada di parkiran menatap heran bagaimana bisa Ria keluar dari mobil dosen tampan.

Tapi Ria berusaha acuh hidupnya sudah cukup rumit tak ada ruang lagi untuk sekedar memikirkan gunjingan teman-temannya dikampus.

Waktu berlalu cepat kini perkuliahan Ria di hari ini sudah usai. Dia segera melangkah pergi keluar dari kampusnya, sampai di tempat parkiran dia melihat mobil Dafa yang sudah menanti kedatangannya.

Seperti tahu kapan Ria akan keluar dari kampusnya, Dafa sudah siap di dalam mobilnya.

Ria dan Dafa melangkah masuk ke dalam Rumah Sakit, disana sudah ada Dokter Bimo yang menanti kedatangan mereka.

Pada saat Dafa dan Ria masuk ke dalam ruangan dokter Bimo, tatapan Dafa dan Dokter Bimo saling bertemu seolah menyampaikan pesan yang tak tersirat Dokter Bimo mengangguk ke arah Dafa.

“Apa kau mengalami gejala lain Ria?” tanya Dokter Bimo.

“Ehm Tidak, aku memang sesekali pusing dan sesak nafas tapi setelah mengatur pernafasan dan meminum obat keadaanku membaik dok.” Jawab Ria menceritakan yang di alaminya

“Apa begitu parah dok?” Tanya Ria kepada Dokter Bimo

Dokter Bimo menatap ke arah Ria lalu bergantian menatap ke arah Dafa yang juga kini sedang menatapnya.

Lagi, Dafa memberikan seperti memberikan pesan tersirat kepada Bimo. Tingkah mereka berdua tak dilihat oleh siapapun.

“Biar saya cek hasil lab mu kemarin ya.” Bimo mencoba membaca kembali hasil lab milik Ria saat Ria pingsan di depan Rumah Sakit, dia menghembuskan nafas kasar.

“Ria sejak kapan kamu merasakan gejala ini? Mengapa tidak segera di periksa?” tanya Dokter Bimo kepada Ria.

“Saya merasakan sakit di kepala saya dan sesak memang sudah lama dok, tapi saat saya baca di internet itu hanya gejala asam lambung yang saya pikir terjadi karena saya selalu menunda jam makan.”

Ria memang mulai berantakan hidupnya setelah ayah jatuh bangkrut, jangankan untuk makan tepat waktu saat itu bahkan keluarga mereka bingung harus membeli bahan makan darimana sedang mereka tak punya uang.

“Ria, gagal ginjal yang kamu idap cukup parah. Bahkan cuci darah sekalipun tidak akan mampu menahannya. Kamu harus secepatnya operasi dan menemukan pendonor ginjal.” Jawaban dari Dokter Bimo sungguh bukanlah yang Ria harapkan.

Dia berharap penyakitnya ini belum parah dan bisa di obati hanya dengan meminum obat saja.

Tubuh Ria melemas, kerongkongannya terasa kering, lidahnya tercekat tak mampu lagi mengucapkan kata-kata.

“Apa disini sudah ada list untuk pendonor ginjal?” Suara Dafa memecah keheningan yang tercipta dari jawaban Dokter Bimo.

“Sayang sekali, kami sedang kehabisan list pendonor ginjal. Mungkin kau bisa mencoba pendonor dari orang tua atau sanak saudaramu Ria?”

Tentu saja tidak mungkin, ayahnya sedang koma, ibunya tidak mungkin Ria memberi tahu bahwa dia juga sedang sakit parah sedangkan ayah saja cukup membuat ibu pikiran ibunya penuh, apalagi adiknya mana mungkin dia tega merampas masa depan adiknya untuk mendonorkan ginjal kepadanya.

“Tidak ada Dok.” Jawab Ria lemas

“Saya bisa melakukan pemeriksaan?” Tanya Dafa cepat yang membuat Ria terkejut.

Apa lagi ini, apa dia sedang berusaha menjadi suami yang siaga atas keselamatan isterinya?

Ria malah semakin takut, hutang balas budinya semakin besar terhadap Dafa.

“Tidak usah, Pak! Saya tidak mau menyusahkan bapak.” Jawab Ria cepat

“Dok apa bisa?” Dafa tak menggubris yang Ria katakan

“Tentu saja semua orang bisa melakukan pemeriksaan, apalagi jika hasilnya cocok kalian bisa cepat melakukan operasi supaya Ria bisa segera sembuh. Rezeki tidak boleh di tolak tidak baik apalagi untuk Kesehatanmu yang masih muda Ria.” Tutur Dokter Bimo mendukung pertanyaan Dafa.

“Kalau begitu kapan saya bisa melakukan serangkaian pemeriksaan, dok?.”

“Bapak!” Ria menyanggah dengan cepat ucapan Dafa. Lagi-lagi seolah Ria tak ada di situ Dafa tak memperdulikannya.

“Secepatnya, sekarang juga anda bisa mengikuti perawat untuk melakukan serangkaian pemeriksaan.” Ucap Dokter Bimo.

Apa lagi ini Tuhan. Aku tak mau semakin berhutang kepada pria ini. Batin Ria menolak

Ria menatap Dafa menggeleng pelan seolah gerakannya mampu mencegah Dafa.

“Pergilah ke ruangan ayah mu selagi aku di periksa pergunakan waktu sebaik mungkin disana.” Dafa akhirnya berbicara kepada Ria yang masih menatapnya dalam.

Akhirnya Ria mengalah, melangkah menuju ke ruangan ayahnya, sambil terus termenung memikirkan Dafa yang sedang diperiksa.

Kalau boleh dia lebih memilih hasilnya negative/tidak cocok dari pada haru menambah daftar hutangnya kepada Dafa.

Ria membuka pintu Ruangan ayah, terlihat ibu Inka yang ada di dalamnya menoleh ke arah pintu.

Ria terkejut bukan main, ayahnya membuka matanya. Ria terharu melihat perkembangan ayahnya yang begitu cepat.

“Ayyaaaahhhh..” Ria berlari menuju ke tempat tidur ayahnya.

Selang-selang masih terpatri di tubuh ayah, tak masalah yang penting ayah memiliki perkembangan yang cukup bagus.

“Ria, berterima kasihlah pada bos mu. Dia membantu pengobatan ayah dengan sangat baik.” Ucap ibu ke Ria dengan tersenyum.

Tunggu dulu, Bos? Siapa yang ibu maksud?.

Seolah tak puas Ria pun bertanya kepada ibunya.

“Maksudnya bu? Siapa Bos Ria yang Ibu maksud ?”

“Itu lho Pak Dafa, dia bilang kamu bekerja pada keluarganya makanya mulai dari kemarin kamu tidak akan pulang kerumah dan menginap di rumah orang tuanya. Dia sangat baik ya, nak? Mau membantu pengobatan ayah.” Ungkap ibu menjelaskan tentang siapa yang ibu sebut sebagai Bos nya itu yang kini Ria tau itu adalah suaminya.

Pak Dafa? Dia sudah bertemu dengan ibu? Pantas ibu tidak mencari-cari keberadaanku saat aku tak pulang. Seandainya ibu tahu bahwa dia bukanlah bosku melainkan suamiku! Apa yang akan ibu lakukan. Lagi-lagi Ria membatin pikirannya melayang kemana-mana.

Ria tersadar saat jemari ayahnya yang bergerak pelan menyentuh kulit tangannya, seketika tatapan mereka bertemu.

Ada haru yang Ria rasakan, sudah sejak lama Ria tak melihat tatapan hangat itu. Mata yang tak lelah menatapnya dengan tatapan kasih sayang itu kembali, Ria merindukannya sangat merindukannya.

Digenggamnya pelan jemari ayahnya yang dipenuhi oleh bermacam warna kabel yang terhubung ke layer monitor disamping tempat tidur ayahnya.

“Ayah.. Terimakasih sudah berjuang untuk tetap hidup.” Hanya kalimat itu yang mampu lolos dari mulut Ria.

Dia tak mampu lagi, butiran bening sudah mengalir dari kelopak matanya yang indah begitupun dengan mata sang ayah yang nampak sudah ber air dan tetesan air mata mengalir ke samping wajahnya.

“Ayah tak usah khawatir Ria, ibu dan Rio baik-baik saja selama ayah baik-baik saja.”

Ayah memang tak mampu berbicara, namun lewat tatapan matanya kepada Ria dia tentu bisa membaca ayahnya pasti sedang bersedih menganggap Ria sedang tidak baik-baik saja.

Padahal jika ayahnya tahu memang itu yang terjadi di diri Ria saat ini.

Ria mencoba membohongi ayahnya, mengatakan kalau dia baik-baik saja selama ayahnya baik-baik saja.

Ria menghabiskan waktu yang di berikan Dafa untuk merawat ayahnya bersama sang Ibu. Membersihkan ayahnya, bercerita tentang apa saja yang terjadi selama ayahnya tak sadarkan diri, bercerita tentang masa kecilnya.

Apapun yang membuat semangat hidup ayahnya tinggi, akan Ria lakukan.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 4 sore berati kurang lebih Dafa sudah melangsukan pemeriksaan fisik. Tak lama telepon Ria berdering tertulis nomor baru yang tidak dikenal.

“Ibu, Ria angkat telepon dulu sebentar ya.”

(Hallo Ria kamu dimana? Saya sudah selesai di periksa, saya tunggu kamu di parkiran 15 menit dari sekarang)

Tut

Tak sempat bertanya atau sekedar menjawab “Ya” telepon sudah di putus dari sebrang sana oleh Dafa. Ya, yang menelepon Ria adalah Dafa yang sudah menunggunya di parkiran.

Ria kembali ke kamar ayahnya, menatap ibu yang sedang mengelus kepala ayah. Rasanya Ria tak mau bergegas pergi dari rumah sakit tapi ia tak ingin mencari masalah dengan Dafa.

“Ibu maafkan Ria, Ria harus kembali. Ibu juga jangan pulang terlalu larut kasian Rio, biar ayah ada perawat disini yang akan menjaganya.” Ucap Ria kepada ibunya.

“Iya nak, ibu akan pulang setelah ayah tertidur. Ibu tidak ingin membiarkan ayah merasa sendirian.” Inka tersenyum kepada Ria.

“Kamu cepatlah pergi jangan lupa makan dan berdo’a untuk Kesehatan ayahmu nak.”

Ria berpamitan kepada Ibu Inka dan juga ayahnya, dia mencium kening ayahnya.

“Ayah, Ria pamit dulu. Nanti Ria akan datang lagi kesini. Ayah cepat sembuh!”

Ria segera melangkah keluar dari Rumah Sakit, sesampainya di Lobby Rumah Sakit Ria sudah melihat mobil Dafa terparkir di halaman pintu masuk rumah sakit.

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!