Reyn tidak menyangka jika cerita bulannya benar-benar terjadi. Sejak kemarin Rosyi selalu mengeluh bahwa dirinya selalu diganggu oleh sosok tak kasat mata.
Gadis itu beberapa kali menelfon Reyn malam ini, katanya ia tak berani tidur karena merasa jika ada sosok ghoib yang mengawasinya.
Malam itu juga Reyn langsung melesat pergi ke rumah Rosyi. Gerbang rumah itu tertutup rapat. Reyn sudah berteriak memanggil sang penjaga beberapa kali, namun pria itu seolah tuli dan memilih untuk lanjut menonton pertandingan bola di dalam pos jaganya.
Reyn cukup mengerti, Tari pasti melarang pada pekerja rumah nya untuk tidak mengizinkan Reyn datang. Terbukti dari laki-laki itu yang harus menunggu di halte terdekat untuk menjemput Rosyi sekolah.
Tak ada pilihan lain, sepertinya Reyn harus memanjat pagar taman belakang rumah Rosyi, seperti apa yang ia lakukan beberapa minggu yang lalu.
Laki-laki itu membawa motornya menuju gang sempit yang terletak tepat di samping tembok pembatas rumah besar itu.
Reyn sudah memanjat dan berhasil naik ke atas tembok, tapi si*l, para penjaga rumah yang lain terlihat tengah berpatroli. Ada sekitar lima pria berbadan besar dengan kepala bersih tanpa rambut yang terlihat berkeliling dari sisi ke sisi rumah.
Untung saja disana ada pohon mangga yang cukup besar hingga Reyn bisa bersembunyi di belakang nya.
Mata laki-laki itu meneliti dengan seksama bagaimana para penjaga rumah Rosyi yang berganti tempat setiap beberapa saat sekali.
"Ck, gak ada cara lain. Gue harus nekat." Huh, ada gunanya juga Reyn selalu membawa masker dan topi kemanapun ia pergi.
Srak...Srak...
Dua orang penjaga yang tengah berbincang itu langsung menoleh ketika mendengar suara dari arah semak-semak. Itu adalah trik Reyn untuk mengalihkan perhatian dengan melempar sebuah mangga yang masih sangat kecil ke arah semak-semak.
Dan berhasil! Penjaga itu segera pergi untuk mengecek dan hal itu digunakan Ryan dengan baik untuk turun dan langsung memanjat dengan lincah ke kamar Rosyi yang berada di lantai tiga Kediaman besar itu.
Tak...
Akhirnya Reyn bisa sampai di balkon kamar gadis nya tanpa ketahuan oleh penjaga.
Tok...Tok...
Reyn mengetuk jendela yang menjadi pembatas antara balkon dan kamar Rosyi.
Beberapa menit Reyn masih mengetuk jendela namun Rosyi tak kunjung juga membukakan nya.
"Ni anak mana sih?" Gerutunya kesal, Reyn takut saja jika sampai para penjaga itu menyadari keberadaannya disana maka akan terjadi masalah yang besar.
Cklek....
Jendela besar itu terbuka, Reyn menyunggingkan senyum nya senang sebelum...
BUGHH...BUGHH...BUGHH...
"AAAAAAA"
"AKH!"
•
•
•
Rosyi POV
Rosyi tengah menonton sebuah film pembantaian sebelum sebuah suara mengganggu waktunya.
Tak...
Gadis itu menoleh pada gorden yang menutup jendela yang menjadi pembatas antara balkon dan kamar nya. Rosyi bisa melihat jelas bayangan seorang laki-laki dengan mengenakan sebuah topi.
Apa yang Rosyi lihat itu sama persis seperti adegan di film yang tengah ia tonton, dimana psikopat yang akan membantai sebuah keluarga datang melalui balkon kamar milik anak perempuan di keluarga itu.
Sang psikopat mengetuk jendela...
Tok...Tok...Tok...
Oh s*al, Rosyi bisa merasakan bahwa sekujur tubuhnya merinding sekarang.
Ia hanya diam, badannya begitu kaku, terlalu takut untuk beranjak dan membukakan jendela kamarnya. Ia tak mau kejadian di film itu terjadi padanya di dunia nyata.
Pandangan Rosyi langsung tertuju pada sebuah tongkat baseball yang ada di samping ranjang, itu milik Tari yang selalu wanita itu gunakan untuk menyiksa Rosyi. Entah bagaimana benda itu bisa tertinggal disana, Rosyi pun tak tahu.
Namun, syukurlah benda itu ada disana, jadi Rosyi bisa menggunakan nya untuk memukul laki-laki misterius yang masih mengetuk jendela kamarnya dari balkon.
Dengan langkah yang sangat pelan dan penuh kewaspadaan, Rosyi menggenggam erat tongkat baseball di tangan nya.
Rosyi begitu takut, terlihat jelas ketika tangan bergetar nya mulai membuka kunci jendela lalu membuka jendela besar itu dengan perlahan.
Cklek...
BUGH...
"AAAAAA!!" Rosyi berteriak heboh sambil terus memukuli sosok itu.
"AKH!" Sosok itu menggerang kesakitan, namun Rosyi tak peduli dan terus saja melancarkan aksinya.
•
•
•
"Shhh...Akh... Jangan di tekan, sayang." Ringis Reyn pelan.
Rosyi tersenyum getir melihat kepala Reyn yang benjol, lalu memar di bahu dan tangan laki-laki itu karena ulah bringas nya.
"Pasti sakit ya?" Tanya Rosyi berhati-hati.
"Gak, lebih sakitan kalau kamu pergi dari aku." Jawab Reyn yang langsung meringis ketika Rosyi menekan lukanya dengan sengaja. "Mulut buaya manis amat."
"Kayak pernah ngerasain aja neng...AKH!" Si*l, Rosyi benar-benar kejam. Tidak tahukah dia jika bahu Reyn sangat sakit? Tega sekali Rosyi menumpukan satu tangan nya di bahu laki-laki itu.
"Rasain tuh, makanya jangan suka ngawur kalau ngomong."
"Aku gak ngawur kok, kan kenyataan."
Rosyi memandang Reyn aneh, "Jijik anjir!"
"Apanya?"
"Aku kamu."
"Ya udah, kalau gitu ayah bunda mau gak?"
"OGAH!" Akh, rasanya gendang telinga Reyn hampir saja meledak karena suara nyaring Rosyi.
"Santai aja kalik mbak, pengang nih telinga orang." Ucap Reyn kesal sambil mengusap telinganya yang berdengung.
"Oh, orang ya? Kirain anak monyet." Dan tanpa rasa bersalah sedikitpun, Rosyi malah menyebut Reyn sebagai anak monyet.
Reyn pun hanya mampu mengusap dada sabar. Setelah nya Rosyi kembali mengobati luka Reyn dengan begitu telaten.
Keheningan meliputi keduanya, baik Reyn ataupun Rosyi tak ada yang mau buka suara.
Akhirnya, Rosyi selesai mengobati Reyn, ia memasukkan P3K yang sejak tadi dipangkunya kedalam laci.
"Lo beneran di ganggu hantu?" Tanya Reyn tiba-tiba? Entah kenapa mata laki-laki itu sejak tadi tertuju pada tongkat baseball yang tergeletak tak berdaya di samping jendela.
Rosyi mengangkat bahunya acuh, "Gak tuh, kenapa?"
"Lah, terus Lo kemarin kenapa selalu ngeluh kalau Lo di gangguin sama hantu? Gue bahkan sampai relain naik dinding pembatas rumah Lo cuma buat ketemu sama Lo doang lho!" Cerocos Reyn panjang lebar.
"Gue cuma mau ngetes lo. Ternyata lo care juga ya sama gue." Rosyi termangu, terlihat begitu serius namun sayangnya terlihat menyebalkan di mata Reyn.
"Maksud Lo?! Lo ngerjain gue? Gitu?!"
"Ya bisa di bilang gitu."
"ROSYI!" Teriak Reyn kesal. "Lo tuh ya, gue__emp!"
"Makan tuh roti, jangan bawel, kayak ibu-ibu pasar aja lo."
Reyn kesal, namun tetap menghabiskan roti rasa coklat yang Rosyi sumpalkan kedalam mulutnya.
"Masih ada lagi gak?"
Yeuh, gak tau diri sia maneh!
•
•
•
Andrew Aylen, Reyn tak tahu ada hubungan apa antara laki-laki berkulit matang itu dengan Rosyi Amelia. Keduanya terlihat aneh.
Rosyi yang selalu menghindar ketika bertemu atau tak sengaja berpapasan dengan Andrew, dan Andrew pun terlihat selalu berusaha mendekati Rosyi meski berulang kali mendapatkan penolakan halus dari gadis itu.
Apakah keduanya terlibat dalam hubungan masa lalu? Namun setahu Reyn, Rosyi tak pernah memiliki kekasih, dan dia adalah yang pertama.
Rasa penasaran Reyn semakin meningkat ketika Andrew tiba-tiba datang menghampiri meja mereka dan memberikan sebuah minuman kepada Rosyi. Bukan hanya membuat rasa penasaran Reyn meningkat, apa yang dilakukan Andrew juga membuat amarah Reyn ikut meningkat.
"Pacar gue udah punya minuman sendiri, mending lo bawa minuman lo itu pergi."
"Ini Jus Mangga kesukaan Rosyi, dia gak akan nolak. Lagian, minuman yang lo pesenin itu jus Alpukat, Rosyi gak mungkin minum itu."
Kening Reyn berkerut, "Emangnya kenapa kalau jus alpukat? Ada masalah?"
Andrew tergelak saat itu juga, sedangkan Rosyi hanya terdiam. "Jelas masalah dong. Lo tuh pacarnya Rosyi, seharusnya lo tahu apa yang bisa dan tidak bisa cewek Lo makan!"
"Mendingan lo pergi deh." Usir Rosyi pelan.
"Gue bakal pergi, tapi Lo harus terima minuman ini. Gue gak mau lo masuk rumah sakit gara-gara minuman yang di pesen pacar Lo itu." Andrew melirik sinis Reyn sekilas.
Rosyi berdehem, setelah mendapatkan jawaban dari Rosyi, barulah Andrew berbalik dan pergi.
Reyn memandang Rosyi lamat, yang di tatap hanya diam tak bergeming.
"Kamu gak bisa makan atau minum alpukat?"
Tak ada jawaban dari Rosyi. Keterdiaman gadis itu seolah menjawab telak pertanyaan yang baru saja ia lontar.
Reyn jadi merasa bersalah karena telah memesankan jus alpukat untuk Rosyi. Disisi lain, ia sedikit merasa kesal dan cemburu karena orang lain jauh lebih tahu tentang pacarnya daripada dirinya sendiri.
"Maaf, aku gak tahu," Sesalnya meminta maaf.
Rosyi segera menggeleng, "Gak usah minta maaf. Wajar saja kamu tidak tahu, aku tidak pernah memberitahukan alergi ku pada orang lain."
Orang lain? Apakah Reyn ini terlihat seperti orang lain di mata Rosyi? Lalu bagaimana dengan Andrew? Apakah dia bukan termasuk golongan orang lain di hidup Rosyi?
"Maksudnya, jarang ada yang peduli sama alergiku, makanya aku gak bilang sama banyak orang, bahkan Amira dan Nadia saja belum tahu." Sadar akan ucapan nya, Rosyi segera mengoreksi. Ia sedikit merasa bersalah ketika melihat raut wajah Reyn yang terlihat kecewa.
Laki-laki itu hanya mengangguk pelan, lalu menyunggingkan senyuman tipis, sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkan rasa kecewanya walaupun terlambat.
"Sorry, aku gak maksud gitu." Rosyi meminta maaf dengan nada suara yang begitu pelan dan penuh penyesalan.
"Gapapa, aku paham. Dan kamu harus ingat, aku ini salah satu orang yang peduli sama kamu, jadi kalau ada hal penting kayak gini, kamu harus kasih tahu aku."
Rosyi mengangguk pelan, "Lain kali gak akan aku ulangi lagi."
"Good girl." Reyn mengusap kepala Rosyi brutal hingga rambut gadis itu berantakan.
"REYN!"
Bukannya meminta maaf, Reyn malah tertawa keras melihat wajah kesal Rosyi.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
"Ternyata di dunia ini masih ada orang yang mempedulikan aku, terimakasih, aku terharu." -Rosyi Amelia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Nopiayya
P
2023-03-26
0