"Non, ini ada oleh-oleh dari tuan Orion, non Amira, sama non Nadia."
Rosyi hanya mengangguk dengan tatapan kosong yang fokus melihat ke depan, ia bahkan tak melirik bibi Na sama sekali.
Melihat tak ada jawaban dari Rosyi, Bibi Na pun berinisiatif meletakkan buah itu di laci samping tempat tidur Rosyi. "Mau saya kupaskan non? Ini ada buah naga kesukaan anda, pasti rasanya enak sekali."
Hanya gelengan kecil yang Rosyi berikan, ia terlihat lebih buruk dari pada tadi. Tadi gadis itu masih mau berbicara, namun sekarang, membuka mulut saja ia tak mau.
"Ayo non, non Rosyi kan dari pagi belum makan."
Bibi Na jadi khawatir, ia tak mau Rosyi semakin sakit jika ia tidak mau makan. Namun Rosyi tetap keras kepala dan menolak ajakan Bibi Na untuk makan.
"Makan non, nanti mag nya kambuh kalau non Rosyi gak mau makan."
Kali ini Rosyi tidak menggeleng, ia malah menarik selimut lalu merebahkan diri dan tidur. Bibi Na menghela nafas melihatnya.
"Lo mau makan disuapin bibi, atau disuapin sama gue?"
Bibi Na menoleh spontan ketika mendengar suara Reyn dari arah pintu kamar Rosyi. Dan benar saja, ternyata laki-laki itu sudah berdiri disana. Bersandar di pintu kamar sambil melipat kedua tangan didada.
Bibi Na terkejut tentu saja melihat Reyn ada di sana, sepertinya ia sudah mengatakan kepada semua pelayan di rumah jika tak ada satu tamu pun yang boleh masuk. Namun, bagaimana bisa Reyn ada disini sekarang?
"Tuan? apa yang anda lakukan disini? Tolong pergilah sekarang." Bibi Na tentu khawatir, pasalnya sebentar lagi sudah waktunya Tari pulang dari kantor nya.
Reyn mengerutkan alis bingung dengan reaksi bibi Na ketika melihatnya, "Kenapa? aku hanya ingin bertemu dengan pacarku, bi."
"Saya mohon tuan, tolong pergilah sekarang sebelum sesudah yang tak diinginkan terjadi."
"Aku tidak akan pergi sebelum dia mau makan," Reyn menunjuk Rosyi yang tengah melihat kearahnya.
"Pergi," Ucap gadis itu dengan suara lemahnya.
Reyn bersidekap dada dengan angkuhnya, "Lo mau gue pergi?" Rosyi mengangguk. "Kalau gitu Lo harus habisin satu piring nasi dihadapan gue."
"Gue gak mau," Tolak Rosyi.
"Oke, kalau Lo gak mau, itu berarti gue gak akan pergi dari sini."
Rosyi menatap tajam Reyn, "Maksa banget sih."
"Harus."
Karena tak mau jika ibunya sampai memergoki Reyn ada disini, maka dengan amat sangat terpaksa, Rosyi akan memakan satu piring nasi di hadapan laki-laki itu. "Bi, ambilkan aku makanan."
Bibi Na tersenyum senang dan langsung membungkuk, "Baik nona."
Wanita tua itu bisa lega untuk sementara karena Rosyi mau makan, namun ia khawatir jika nanti Tari tiba-tiba datang dan...
Ia menggelengkan kepala kuat, mengusir semua pikiran buruk yang bersarang di dalam kepala. "Jangan sampai itu terjadi."
Bibi Na bersyukur atas kedatangan Reyn, setidaknya dengan adanya laki-laki itu, Rosyi mau makan walaupun dengan terpaksa.
Kedua remaja itu saling bertatapan, Reyn berjalan mendekati tempat tidur Rosyi dengan langkah perlahan. "Mau ngapain Lo?! jauh-jauh sana!"
"Ada buah, Lo mau makan gak? biar gue kupasin.".
"Gak usah, gue lagi gak pengen." Rosyi memalingkan muka ketika ia melihat senyuman tulus Reyn untuk yang pertamakali nya.
Reyn membuka plastik yang membungkus buah-buahan itu, lalu mengambil satu buah naga. "Buah bagus buat membantu pemulihan. Katanya lo suka buah naga? biar gue kupasin ya."
Rosyi hanya diam, permintaan izin dari Reyn itu sama saja dengan perintah. Kalau pun ia menjawab 'Enggak' maka laki-laki itu akan tetap melakukannya.
Laki-laki itu tersenyum ketika melihat Rosyi samar-samar mengangguk, ia ingin keluar untuk mengambil pisau dan piring, namun Rosyi menghentikannya. "Di laci paling bawah ada piring, sendok, dan pisau buah."
"Lo naruh semua barang kayak gitu di kamar?"
Rosyi mengangguk, "Siapa tahu butuh."
Reyn mengerutkan alis ketika mendengar jawabannya Rosyi yang terdengar seperti...em... bagaimana ya mengatakan nya? Seperti tidak wajar gitu, seakan ada maksud lain yang ingin gadis itu katakan.
"Ngapain diem? gak jadi ngupasin gue buah?"
"Ah, ja_jadi." Tersadar dari lamunan sesaatnya, Reyn langsung mengambilnya piring, cendok dan juga pisau untuk memotong buah tersebut.
Selesai memotong buah, Reyn juga menambahkan sedikit susu kental yang ada di laci atas supaya terasa lebih manis.
"Sini duduk, gue suapin."
"Gue bukan anak kecil, gue bisa makan sendiri."
"Nurut atau gue nginep?!"
Rosyi berdecak kesal, ia pun menurut dan mendudukkannya diri di atas ranjang. Ia membuka mulut dan menerima suapan dari Reyn.
"Gimana? ada yang kurang?"
"Kurang banyak," Ucap Rosyi yang masih menguyah buah berwarna ungu itu.
"Ya udah, habisin, nanti gue kupasin lagi kalau ini udah habis."
Rosyi mengangguk, ia menghabiskan buah kesayangannya itu pas sekali saat bibi Na datang dengan sepiring nasi beserta lauknya.
"Makan nasi dulu sana, biar gue kupasin lagi buahnya."
Rosyi menerima air yang di sodorkan oleh Reyn, lalu laki-laki itu beranjak untuk kembali mengupas buah yang Rosyi mau.
"Mau saya suapi non?"
Rosyi tentu mengangguk dengan senang hati, ia sangat suka ketika makan disuapi oleh bibi Na. Rasanya apapun yang masuk kedalam mulutnya terasa enak karena wanita itu menyuapinya dengan penuh kasih sayang.
•
•
•
Karena Rosyi sudah menyelesaikan makannya, maka kini sudah saatnya bagi Reyn untuk pulang. "Gue pulang dulu ya, Lo cepetan sembuh biar bisa cepet-cepet gue babuin." Diusaknya rambut Rosyi hingga tak berbentuk.
"Ck, tangan lo bisa diem gak sih?!" Rosyi menyingkirkan tangan Reyn dari kepalanya.
"Bye sayang, besok aku bakal jenguk kamu lagi." Reyn melambaikan tangan sambil mendekat ke arah balkon kamar Rosyi yang menghadap langsung pada taman belakang rumah.
Rosyi dan bibi Na di buat heran, mereka penasaran dengan apa yang Reyn lakukan di balkon kamar Rosyi. Hendak mendekat, namun sebuah suara tiba-tiba mengagetkan mereka.
Buk...
Seperti suara benda yang jatuh. Keduanya pun bergegas melihat ke balkon, ternyata Reyn sudah tak berada disana. Laki-laki itu sudah sampai di teman belakangan, mungkin dia melompat. Tapi...kamar Rosyi kan ada di lantai Tiga!
"Tuan, astaga." Bibi Na menutup mulutnya karena tak percaya dengan apa yang Reyn lakukan, sedangkan laki-laki itu hanya tersenyum menunjukkan deretan gigi rapinya.
"Reyn gapapa kok! Bibi jangan khawatir ya!!" Teriak laki-laki itu.
Rosyi hanya menatap Reyn datar, kelakuan laki-laki itu sama persis seperti dirinya ketika sedang bolos kelas dan ketahuan guru konseling.
"GAK USAH KHAWATIR AYANG, I'M FINE KOK!" Teriak Reyn lagi sebelum laki-laki itu mulai memanjat tembok taman belakang rumahnya.
Kening Rosyi berkerut, apaan sih cowok satu ini. Pede banget jadi orang.
•
•
•
Nyonya Tari telah pulang, seluruh pelayan rumah bergegas untuk berbaris dan menyambut kedatangan tuan mereka.
Wanita karir dengan pesona yang luar biasa di usia yang tak lagi muda itu melihat satu persatu pelayan yang ada di sana. "Dimana bibi Na?"
"Bibi Na ada di kamar nona muda, nyonya," Jawab seorang pelayan dengan sopan.
Dahi Tari berkerut tajam, "Untuk apa dia di kamar anak s*alan itu? apakah dia tidak memiliki pekerjaan lain?!"
"Maaf nyonya, tapi bibi Na tengah menemani nona besar yang sakit. Nona tak mau makan sejak pagi tadi, dan baru sore ini beliau bersedia makan. Maka bibi Na kini tengah menemani nona muda untuk makan," Jawab pelayan lain panjang lebar.
"Ck, ya sudah, kalian pergilah sana!"
Ke-6 pelayan itu mengangguk, lalu berhamburan pergi untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dan setelahnya mereka bisa beristirahat di rumah belakang.
Di rumah besar ini, hanya bibi Na dan suaminya saja yang di perbolehkan untuk tinggal di rumah utama, sedangkan pekerja lainnya tinggal di rumah belakang yang di bangun khusus untuk mereka.
Nyonya Tari bergegas pergi ke kamar Rosyi, niat awalnya ia ingin memanggil pelayan nya. Namun, ia malah mendengar sesuatu yang membuat dirinya mengurungkan niatnya.
"Boleh gak kalau Rosyi berharap bahwa Rosyi itu anak bibi Na?" Rosyi mendongak untuk menatap wajah Bibi Na yang tenang dipeluknya.
"Hus... non Rosyi ngomong apa sih? Non Rosyi itu anaknya nyonya, Nyonya Lestari Vionetta."
Rosyi kembali menenggelamkan kepalanya dalam pelukan itu, "Tapi mommy udah gak sayang Rosyi bi, cuma bibi sama paman An yang sayang sama Rosyi."
"Non Rosyi jangan bilang kayak gitu non. Nyonya itu sayang sama non, hanya saja, non tau kan?"
Rosyi memeluk bibi Na sambil menangis, "Apakah sebuah trauma bisa mengalahkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya? Mommy menjadi seorang monster ketika traumanya kambuh, Rosyi lelah hiks..."
Ibunya memang masih menyayangi Rosyi, masih peduli dan masih memperhatikan nya juga. Namun, terkadang ada waktu dimana trauma Tari akan muncul dan menjadikannya sebagai manusia yang tak berperasaan.
Dan waktu untuk mengembalikan Tari seperti semula bukanlah waktu yang dapat dikatakan cepat. Butuh sampai 1 Minggu lebih sampai wanita itu benar-benar kembali seperti dulu, ibu yang penyayang dan penuh kasih.
Rosyi lelah, ia lelah menjadi bahan pelampiasan sang ibu ketika traumanya kambuh. Namun, ia tak mungkin menyerah pada ibunya. Ia sangat menyayangi wanita itu.
Nyonya Tari hanya terdiam mendengar obrolan dua orang yang tidak menyadari keberadaan nya itu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memanggil bibi Na dan memilih berlalu pergi ke kamarnya.
Sedih? tentu saja, ia telah gagal menjadi seorang ibu. Namun untuk sekarang, rasa trauma masih mendominasi dirinya, membuat ia tak bisa melakukan apapun selain menahan rasa takut yang bergejolak didalam hati.
•
•
•
Reyn menatap langit-langit kamarnya yang terlihat gelap dengan cat berwarna hitam. Pikiran Reyn melayang jauh, memikirkan tentang Rosyi dan keanehan yang ia lihat di rumah gadis itu.
Tentang bibi Na yang seolah panik ketika ia datang bertamu, tentang penjaga rumah yang melarangnya masuk, dan tentang alat makan di laci kamar Rosyi. Semuanya terlihat janggal.
Lalu luka di tangan dan kaki gadis itu? Sebenarnya apa yang terjadi?
"Akh!! bisa pecah kepala gue kalau mikirin ini teru!" Teriaknya frustasi sambil menjambak rambutnya sendiri.
Tapi, tunggu dulu. Kenapa Reyn memikirkan Rosyi? Bukan urusan nya juga kan? Tapi... Tapikan Rosyi pacarnya, jadi wajar dong?
Tapi...
Sudahlah, semuanya tidak akan selesai jika selalu ada kata tapi, tapi dan tapi.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
"Aku memang bukan manusia yang baik, namun tidak adakah kebahagiaan yang tersisa di dunia ini untukku?" -Rosyi Amelia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
anitha yunita
ciye ray mulai jatuh cinta nih
2023-03-30
0
Nopiayya
Komen gak boleh kosong
2023-02-27
0