Setelah hampir seminggu lebih tak masuk sekolah, akhirnya pagi ini Rosyi mulai kembali bersekolah.
Tak seperti biasanya, hari ini Rosyi berangkat dengan menggunakan cardigan hitam garis-garis, padahal cuaca sedang tidak dingin. Itu karena luka di tangan Rosyi yang masih meninggalkan bekas, padahal luka itu telah kering sepenuhnya. Mungkin butuh beberapa hari atau minggu lagi untuk menghilangkan bekas luka itu.
Jadi, selama bekas luka itu belum sepenuhnya menghilang, maka Rosyi akan selalu memakai cardigan ketika berangkat ke sekolah atau ketika ia keluar rumah.
Tak seperti biasanya, Rosyi berangkat ke sekolah diantar dengan mobil Keluarga. Luka pada kakinya masih sakit, jadi tak mungkin Rosyi berkendara sendiri, apalagi menaiki motor.
SMA Tunas Harapan sepertinya sangat terkejut karena Rosyi telah kembali masuk. Seminggu ini mereka merasa tenang karena si pembuat onar tidak berangkat, namun ketenangan mereka tentu sudah berakhir sekarang.
Dugh...
"Heh! itu mata empat masih kurang buat Lo liat gue hah?! Jalan tuh liat-liat juga kalik. Emang mata Lo minus berapa sampe gue gak keliatan hah?!"
Perempuan yang baru saja tak sengaja menabrak Rosyi itu menunduk, "Ma_maaf kak, aku gak sengaja."
"Gak sengaja, mata lo satu hah?! Gue gak mau tahu, lo harus bayar denda karena udah berani nabrak gue!"
Mata gadis itu membola, ia langsung menggeleng kan kepala, ia memegang tangan Rosyi sambil memohon. "Aku gak punya uang kak, tolong hiks... tolong maafin aku, aku gak punya uang buat bayarnya."
Rosyi menyingkirkan paksa tangan gadis itu yang memegang tangannya, "Ck, sekolah di SMA Tunas Harapan tapi gak punya uang? Lo anak beasiswa ya?"
Gadis itu mengangguk, "Ck, miskin." Rosyi memasukkannya dua lembar kertas berwarna merah ke saku seragam gadis itu. "Lain kali kalau jalan hati-hati, sampai lo nabrak gue lagi, gue bakal buat lo menderita sekolah disini!"
Rosyi pergi begitu saja meninggalkan gading itu yang masih diam melongo, ia merogoh saku seragamnya dan menemukan uang seratus ribu dua lembar ada di sana.
"TERIMAKASIH KAK!"
•
•
•
BRAK...
Pukulan di mejanya membuat laki-laki berkaca mata itu ketakutan, apalagi ketika ia melihat Rosyi yang menatap tajam dirinya seolah siap membunuh nya kapan saja.
"Lo pindah ke tempat duduk gue!"
"Ta_tapi..."
"CEPETAN!"
Laki-laki itu bergegas pindah karena ketakutan. Beberapa penghuni kelas yang sudah datang pun menatap aneh ke arah Rosyi.
Bukannya apa, mereka tahu benar jika Rosyi dan Nadia itu berteman baik, namun gadis itu tiba-tiba saja ingin berganti tempat duduk? Apakah mereka ada masalah?
Rosyi mendudukkan dirinya di kursi yang tadi di tempati oleh laki-laki itu, ia tak memperdulikan tatapan aneh dari teman-teman kelasnya. Rosyi malah menggeletakkan kepalanya di atas meja dan memejamkan mata.
Suasana yang hening membuat Rosyi bisa tertidur dengan nyaman, namun sebuah suara tiba-tiba membangunkan dirinya.
"OMG! HEH CUPU! LO NGAPAIN DUDUK DI BANGKUNYA ROSYI HAH?!" Suara histeris Nadia menggema didalam ruang kelas, beberapa murid sampai menutup telinga mereka karena sangking kencangnya suara Nadia.
"Ta_tapi Rosyi yang mi_minta aku buat pindah ke sini." Laki-laki berkaca mata tebal itu menunduk takut.
"WHAT?!" Jerit Nadia, "Lo kira gue bakal percaya? gak mungkinlah Rosyi_"
"Gue yang nyuruh dia pindah." Nadia langsung menoleh ketika ia mendengar suara yang sangat ia kenal, suara Rosyi.
"ROSYI?!" Nadia melempar tasnya sembarangan, lalu ia berlari memeluk Rosyi yang kini sudah berdiri di samping bangkunya. "Astaga, Lo kapan masuk Ros? Gue kangen tau!"
"Baru hari ini. Dan untuk beberapa hari kedepan, gue bakal duduk sendiri, jadi Lo duduk sama Diki ya?"
Nadia mengangguk, ia lalu membungkuk ala-ala keluarga bangsawan. "Sesuai permintaan Anda nona."
Rosyi terkekeh, ia pun kembali ke bangkunya sedangkan Nadia juga kembali duduk ke bangkunya karena guru sudah masuk.
"Ka_kamu gapapa kalau aku duduk di sini?" Tanya Diki takut-takut.
Nadia menghela nafas, "Ya mau gimana lagi, kan Rosyi yang minta, aku juga gak mungkin bisa nolak. Selamat menjadi teman sebangku ku untuk beberapa hari." Nadia mengulurkan tangan sambil tersenyum ramah.
Diki menerima uluran tangan itu walau masih sedikit takut, "I_iya."
Nadia itu anaknya memang unik. Kadang-kadang ia bisa menjadi orang yang mudah heboh dan suka berteriak, namun kadang-kadang ia juga menjadi gadis kalem nan polos. Kepribadian ganda? tentu saja tidak.
Entahlah, mood Nadia itu suka berubah-ubah, jadi jangan bingung jika gadis yang biasanya terlihat kalem itu tiba-tiba menjadi random dan melakukan hal-hal yang tidak biasa.
•
•
•
Nadia dan Amira sudah berkali-kali membujuk Rosyi untuk pergi ke kantin bersama, namun gadis itu menolak, ia tidak ingin ke kantin. Maka jadilah hanya Amira dan Nadia saja yang pergi ke kantin berdua.
"Sayang!" Liam melambaikan tangan, memanggil Amira untuk menghampiri mereka.
"Sayang!" Amira membalas lambaian tangan Liam dan langsung menyeret Nadia menuju meja Liam dan kedua temannya.
"Perasaan hari Jum'at baru besok, tumben kalian kumpul di kantin."
"Gapapa, lagi pengen kumpul aja. Oh ya, kamu udah pesen makanan belum?" Tanya Liam perhatian.
Amira mengangguk, "Udah kok tadi, kamu sendiri?"
"Ra, makanan nya udah di meja, masa masih perlu ditanya sih?" Nadia menatap Amira polos.
David mengangguk, "Iya tuh, kamu dari tadi udah makan, masa masih perlu ditanya sih?"
Sepupu Reyn itu tersenyum paksa, ingin rasanya ia memasukkan Nadia dan David ke dalam Empang lele sekarang!!
"Gue cuma basa basi kalik, gak usah dibawa serius!"
"Kan udah basi, kenapa harus dibasa basiin?" Kedua makhluk polos itu berbicara dengan serentak.
"Au ah, setres gue!"
Reyn hanya terdiam dengan pandangan yang menatap lurus ke depan, tak peduli dengan teman-temannya yang masih berdebat.
"Eh, btw, tumben Reyn gak makan siang bareng pacar-pacarnya?" Ucap Amira yang baru sadar jika disana tak ada gadis-gadis yang selalu membuat ia muka saat melihat wajah mereka.
"Gak tahu, udah tobat mungkin."
"Waw, seorang Reynhart Adhitama tobat? kayaknya besok gue dapet peringkat satu paralel deh."
Seterusnya, mereka malah menggibahi Reyn tepat di depan wajahnya langsung. Namun laki-laki itu masih tak sadar karena pikiran yang telah melalang buana entah sampai dimana.
Sadar jika Reyn hanya diam, Amira pun menyenggol lengan Liam. "STT..." Liam tak menoleh karena sibuk dengan ponselnya.
"Liam!" Amira semakin kuat menyenggol Liam. "Apa sayang?" Akhirnya laki-laki itu menoleh setelah sekian purnama.
"Lihat deh, Reyn ngelamun terus dari tadi." Bukan hanya Liam yang menoleh, namun Nadia dan David juga ikut menoleh.
Merasa di perhatikan, Reyn pun menoleh, menatap penuh tanya pada teman-temannya. "Ada apa? ngapain kalian liatin gue sampai kayak gitu?"
Ketiganya kompak menggeleng, "Lo kenapa ngelamun? tumben."
"Gue gak kenapa-napa."
"Yang bener?" Nadia nampak tak percaya. "Hem!" Nadia mengangguk ketika Reyn menatapnya datar, "Oke-oke, aku percaya kok."
Reyn hanya mengangguk, lalu ia tiba-tiba berdiri, laki-laki itu pergi dari sana tanpa memperdulikan makanannya yang masih tersisa banyak. Entah mengapa selera makan Reyn tiba-tiba menghilang.
"Dih, kenapa tuh orang? main pergi-pergi aja," Amira menatap heran Reyn yang sudah tak terlihat di area kantin.
•
•
•
Reyn tak tahu apa yang terjadi pada dirinya, ia merasa jika ia tengah merindukan sesuatu, namun tak tahu apa yang ia rindukan. Rasanya ada sesuatu yang hilang, tapi apa?
Tanpa sadar, laki-laki itu membawa langkahnya menuju kelas Rosyi dan Nadia. Ia baru sadar ketika langkah nya berhenti di samping meja guru.
Laki-laki itu menatap sekeliling nya bingung, ia merasa seperti baru saja tersadar dari sebuah mimpi yang membuatnya kebingungan. Namun, rasa bingung itu langsung tergantikan dengan perasaan terkejut ketika melihat Rosyi ada disana, tertidur di sebuah bangku paling pojok kelas itu.
Tanpa pikir panjang lagi, Reyn langsung menghampiri bangku itu. Ada perasaan yang membuncah didalam hatinya. Ia merasa begitu senang hingga ingin rasanya ia berteriak sekarang juga.
"Sayang." Reyn mengusap kepala Rosyi, membuat tidur gadis itu terganggu dan ia pun terbangun.
"Emh...ada apa?" Rosyi bertanya dengan muka bantal menahan ngantuk. "Kenapa berangkat sekolah gak bilang sama aku? kan aku bisa jemput kamu di halte." Ya, Reyn tak mau membuat masalah dengan datang langsung ke rumah Rosyi.
"Reynhart?" Rosyi menyipitkan matanya. Rosyi ngebug sebentar sebelum kembali meletakkan kepalanya di atas meja. "Bangunin gue kalau guru udah masuk."
What?! Gitu doang? Padahal Reyn berharap Rosyi mengajaknya duduk lalu mereka akan bermesraan didalam kelas, ternyata tidak.
Reyn mendudukkan dirinya di samping Rosyi tanpa diminta. "Kamu semalem gak tidur ya? kok jam segini udah ngantuk?"
Rosyi menoleh sebentar, "Lo bisa gak, gak usah pakek bahasa yang menjijikan kayak gitu? enek tau gak gue dengernya!" Setelah itu ia kembali ke posisi semula dan kembali memejamkan mata.
"Kita kan pacaran, jadi wajar aja dong aku ngomong kayak gini. Iya kan, sayang?" Reyn tersenyum nakal lalu menarik turunkan kedua alisnya.
"Jijik monyet!"
"Mulutnya minta dicium hmm?"
Srett...
Rosyi menendang kursi yang Reyn duduki hingga sedikit menjauh darinya, "Pergi sana! ganggu orang tidur aja Lo."
"Gak, aku mau disini nemenin kamu."
"REYNHART ADHITAMA! PERGI GAK LO?!" Tolonglah, Rosyi hanya ingin tidur, ia benar-benar sudah mengantuk sekarang.
Grep...
Bukannya pergi, Reyn malah memeluk Rosyi yang membuat gadis itu semakin kesal. Ia meronta-ronta dalam pelukan Reyn, namun tenaga nya jelas kalah jauh.
"Udah, ayo tidur."
Maka dengan amat sangat terpaksa, Rosyi tidur dengan Reyn yang memeluknya. Ia sandarkan kepalanya di bahu lebar Reyn, sedangkan Reyn menumpukkan kepalanya di atas kepala Rosyi.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
"Aku tidak jahat, namun biarkan aku terlihat jahat. Karena lebih baik di benci daripada harus di kasihani." -Rosyi Amelia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
anitha yunita
ros u bukan jahat cuma caramu saja buat menutupi rasa sakit mu itu Q paham kok. cie kok mendadak baper ya sama kalian emesh banget
2023-03-30
0
elissa alivia
double up thor
2023-03-02
0
hadiya nur Jannah
menjadi jahat hanya untuk menutupi luka ya Ros,,,,
2023-03-02
0