*Makan Malam 2

"Disini sendiri? Kemana Amira?" Rosyi bisa bernafas lega ketika Reyn tiba-tiba datang dan merangkul dirinya, setidaknya ia tidak akan menjadi patung pajangan disana.

"Toilet," Jawab Rosyi Singkat.

Reyn hanya mengangguk pelan, "Ayo, aku kenalkan dengan sepupuku yang lain."

Reyn membawa Rosyi untuk mendekati kerumunan para remaja berparas luar biasa itu, sedangkan Liam pergi mencari kekasih hatinya.

"Night guys," Sapa Reyn kepada para sepupunya, mereka semua pun membalas sapaan sang tuan rumah dengan senang hati.

Salah satu laki-laki berjalan mendekati Reyn, "What's up bro? lama gak ketemu." Sapanya akrab, mereka pun saling bersalaman dan tos anak cowok.

"Baik Vin, gue always baik."

"Pasti baik dong, orang pacarnya dimana-mana, iya gak?" Goda laki-laki bernama Vincent.

Reyn hanya terkekeh menanggapi nya.

"Wah, siapakah gerangan perempuan cantik ini?" Tanya Vincent yang kini mendekati Rosyi sambil tersenyum manis.

Anak tunggal Adhitama itu langsung merangkul erat bahu Rosyi, "Pacar gue, kenapa?"

Laki-laki itu terkejut dan langsung memundurkan langkahnya dengan kedua tangan di atas, "Wow! santai, kau terlihat agresif." Laki-laki itu terkekeh.

"Ngomong-ngomong, kalau udah putus kabarin ya." Vincent mengedipkan mata perlahan hingga Reyn berdehem sebagai teguran.

Vincent anaknya memang usil dan suka menggoda para sepupunya, apalagi Reyn yang anaknya sulit sekali untuk di ganggu.

"Hei!" Teriak Reyn tak terima ketika Vincent mencolek dagu Rosyi, gadis itu juga sedikit terkejut.

"Bye bye cantik, tunggu aku datang melamar ke rumah mu oke?"

"Aku akan membunuhmu!" Teriak Reyn tak terima ketika Vincent mulai ditelan kerumunan.

Rosyi hanya diam, ia tak berekspresi apapun. Reyn dan sepupunya sama saja, sama-sama menyebalkan dan genit, dasar keluarga buaya!

"Ayo temui kakaknya Amira, Lo pasti kenalkan?" Rosyi mengangguk, akan lebih baik jika ia bersama dengan Alina karena ia cukup mengenal gadis itu.

Mereka berjalan menuju kerumunan para gadis yang sibuk mengobrol di tepi kolam renang, "Alina."

Gadis di atas 20 tahun dengan surai hitam legam bergelombang itu menoleh, bibir pink manisnya tersenyum dengan lembut. "Rosyi? kamu ada disini?" Ucapnya terkejut.

"Kemarilah, bergabung dengan kami." Ajaknya.

Yang di ajak pun langsung mendekat dan Alina membawanya untuk duduk di samping dirinya. "Bagaimana bisa kamu ada di sini?"

"Seseorang menculikku," Rosyi melirik kesal pada Reyn yang hanya tersenyum disana.

"Aku tinggal dulu ya, masih ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan dengan sepupuku yang lain." Pamit Reyn.

"Pergilah, dia aman bersama ku." Ucap Alina mengusir Reyn.

Laki-laki itu mengangguk, lalu pergi sana. Rosyi pun mulai masuk dalam pembicaraan Alina dan para sepupunya.

"Dia siapa?" Tanya seorang gadis yang mengenakan dress berwarna hijau, Rosyi tak tahu ia siapa, mungkin sepupu Reyn juga.

"Oh, ini Rosyi, dia itu sahabatnya Amira, dan dia pacarnya Reyn." Rosyi tersenyum ketika perempuan itu meliriknya dengan tatapan yang_er... meremehkan?

"Oh salah satu pacar Reyn ternyata," Gadis itu mengangguk acuh. Nada bicaranya terdengar sangat menyepelekan dan itu membuat Rosyi tersinggung.

"Bukan salah satu, tapi satu-satunya." Entah darimana, tiba-tiba Amira datang dan langsung duduk di samping Rosyi.

Gadis itu menekuk alisnya tak suka, "Maksudnya?"

Amira tersenyum manis dan merangkul sahabatnya, "Reyn sudah jatuh cinta sama Rosyi, dan Reyn sedang memutuskan pacarnya satu persatu demi Rosyi. Lo pasti ngerti lah ya." Tatapan Amira sungguh tak bersahabat ketika menatap gadis itu.

"Tidak mungkin, kau pasti bohong."

"Tentu saja tidak, aku tidak berbohong. Tunggu saja nanti, kau akan mendengar nya sendiri dari mulut Reyn."

Rosyi segera menarik tangan sahabatnya untuk berhenti, "Hei, sudahlah. Jangan berbicara yang tidak-tidak," Bisiknya pelan.

"Aku tidak berbohong, percayalah," Balas Amira berbisik.

Rosyi menghela nafasnya, terserah saja Amira mau mengatakan apapun juga, ia tahu benar jika apa yang dikatakan sahabatnya itu pasti tidak benar.

Reyn memutuskan satu persatu pacarnya demi Rosyi? Oh ayolah, apakah dunia sedang baik-baik saja?

Reyn memutuskan pacarnya itu sama saja menyatukan dua kutub magnet yang sama.

Mereka jika akan terjadi keributan bila pembicaraan itu di teruskan, Alina pun akhirnya menengahi dan meminta mereka untuk segera pergi ke ruang makan, karena pas sekali, semua makanan sudah siap dan aunty Flo baru saja memanggil mereka semua untuk berkumpul.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Amira langsung menggandeng Rosyi pergi dari sana menuju ruang makan.

Para remaja itu duduk bersama keluarganya masing-masing, sedangkan Rosyi sendiri, ia duduk bersama keluarga Amira.

"Akhirnya setelah sekian lama, kita bisa berkumpul seperti ini lagi ya. Senang rasanya bisa melihat kalian lagi." Pembukaan dari nyonya Flo di sambut senyuman hangat oleh sebagian dari mereka.

"Semenjak Oma meninggal, kita jarang berkumpul seperti ini. Bukankah lebih baik kita membuat acara kumpul bersama setiap satu tahun sekali?" Usul salah satu dari mereka, seorang perempuan yang terlihat lebih tua dari yang lain.

Salah satu dari mereka memberikan penolakan, "Kita semua itu sibuk, tidak bisa setiap tahun meluangkan waktu untuk acara keluarga seperti ini."

"Untuk berkumpul dengan keluarga sendiri, apakah sesibuk itu?" Ibu dari Amira dan Alina buka suara.

Wanita itu mengangguk, "Ya, kami memang sesibuk itu." Kata-katanya seolah-olah menantang ibu Amira.

Amira berdecak kesal, ibu dan anak memang sebelas dua belas. Tadi sang anak seenaknya membicarakan Rosyi, sekarang ibunya yang berulah.

"Baiklah jika aunty memang sesibuk itu, maka aunty dan keluarga tidak perlu datang. Lagi pula ada dan tidak adanya kalian tidak akan merubah apapun."

"Reyn!" Nyonya Flo menegur sang anak karena ucapan Reyn barusan benar-benar tidak sopan.

"Yang Reyn katakan tidak salah, lagipula aunty Ira pasti sibuk, jadi selanjutnya aunty tak usah datang, bukankah masalah selesai?" Vincent buka suara.

Wanita yang kita ketahui bernama Ira itu mengepalkan tangan erat. Bukankah secara tidak langsung ia tengah didepak dari keluarga ini?

"Datang tidak datang biar menjadi urusan kalian masing-masing, sekarang mari kita nikmati makan malamnya." Ayah Reyn menengahi.

Makan malam kembali berjalan seperti biasa, hanya suara dentingan cendok yang terdengar. Mereka mengerti benar etika ketika makan.

"Yang, ambilin paha ayam nya dong." Tuhkan, Reyn mulai bertingkah.

Rosyi hanya tersenyum dan melakukan apa yang pacarnya itu mau.

"Mau sayurannya juga ya, tapi cabenya jangan sampai ada yang ikut."

"Sayang, cuminya enak, ambilin lagi dong."

"Sayang, tambah nasi."

"Sayang, mau udangnya dong. Kupasin sekalian ya Hehehe."

Tuhkan, makin ngelunjak anaknya. Mana pakek senyum gitu lagi, kayak gak ada dosa banget nih manusia satu.

"Ya ampun Reyn, kalau mau tuh ambil sendiri dong. Kasihan kan Rosyinya jadi gak bisa makan."

Reyn tersenyum kepada sang ibu dengan polosnya, "Gapapa mom, kan pacar sendiri hehehe."

"Pacar udah kayak istri aja ya, dasar anak manja." Ibu Amira terkekeh, semua orang juga turut terkekeh melihat sifat Reyn yang begitu kekanakan. Namun, itu jauh lebih bagus daripada ketika Reyn dalam mode dingin seperti biasanya.

"Kayak istri? Lebih kayak babu gak sih?" Kalimat mencemooh itu keluar dari Arly, gadis yang sama saat di tepi kolam renang tadi.

Suasana langsung menjadi hening seketika. Tatapan Reyn begitu dingin dan tajam langsung tertuju pada Arly saat itu juga.

"Kenapa kalian diam? yang aku katakan memang benar kan? Melayani itu tugas pembantu, bukan istri."

"Tapi melayani suami itu tugas seorang istri," Jawab salah seorang wanita dewasa disana.

"Ira, tolong suruh anak mu itu menjaga mulutnya yang berbisa itu," Tegur wanita lain kepada nyonya Ira yang hanya diam.

Bukannya menegur sang anak, wanita itu malah berucap, "Memangnya kenapa? yang di ucapkan anakku itu benar."

"Benar darimana?! jelas-jelas dia berbicara melantur!" Reyn benar-benar kehilangan kesabarannya yang setipis tisu terkena air.

Rosyi mengusap lengan Reyn, "Sudah, biarkan saja."

Sebenarnya Rosyi juga sudak muak dengan ibu dan anak itu, namun, ia tak mau membuat masalah di acara makan malam keluarga Reyn.

"Hentikan semua ini, bawa anak mu pergi jika dia tak bisa mengontrol mulutnya itu!" Tatapan tajam ayah Reyn langsung membuat Ira ciut.

Wanita itu mengangguk perlahan, "Baiklah kak, aku akan menjaganya, kamu jangan khawatir, dia tidak akan berbicara yang tidak-tidak lagi setelah ini."

Gadis itu turut menundukkan kepala, terlalu takut dengan aura mendominasi dari tuan Adhitama.

"Bagus jika begitu, jangan sampai membuat acara makan malam ini menjadi hancur karena mulut sampah anak haram mu itu." Sedikit jahat memang, namun tuan Adhitama perlu mengatakan itu supaya Arly sadar dimana tempatnya yang sebenarnya. Jangan sampai gadis itu terus saja merasa tinggi dan menjadi sombong.

Deg...

Kata-kata ayah Reyn sungguh menusuk. Tangan Arly terkepal kuat.

"Memang kenapa jika aku terlahir tanpa ayah? Aku adalah anak dari Ira Hermawan, aku bisa melakukan segalanya!"

Rosyi tentu sadar dengan kekesalan Arly itu. Lagipula, siapa sih yang tidak kesal jika di katakan sebagai anak haram?

Namun, Rosyi hanya diam. Ia tak mau ikut campur dan masalah akan menjadi semakin besar.

*Kediaman Keluarga Orion

Si bungsu tengah merajuk karena Rosyi tidak datang pada acara makan malam penyambutan nya. Ia sakit hati, tentu saja. Padahal dirinya sudah menanti Rosyi sejak sore tadi.

"Hei, masih marah?"

"Hump!" Gadis cantik itu membuang muka ketika sang kakak duduk di sampingnya.

"Kak Rosyi sedang ada urusan, makanya dia tak jadi datang. Kamu jangan marah dong." Rayu Orion pada sang adik yang merajuk.

"Tapikan Vivi rindu kak Rosyi!" Si cantik merengek dengan nada manja.

Tak mau jika sang adik tersayang sedih, Orion pun memberikan usulan, "Bagaimana jika besok kamu ikut kakak ke sekolah? Kita bertemu dengan kak Rosyi."

Wajah murung Novi atau yang lebih akrab disapa Vivi itu mulai kembali ceria, "Benarkah?!" Tanyanya dengan suara kencang.

Orion mengangguk mantap. "Sudah, jangan menangis oke?" Di usapnya pipi Vivi yang sudah penuh dengan air mata.

Gadis berumur 12 tahun itu mengangguk pelan, lalu memeluk sang kakak. "Terimakasih kak."

"Buat?" Orion mengangkat satu alisnya.

"Buat semuanya~"

...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...

Novi Stevenson

Masih kecil aja udah cantik, gimana gedenya?

Vincent Bradikta

Terpopuler

Comments

Nopiayya

Nopiayya

Sepi cuy

2023-03-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!