Gaduh derap kuda perlahan menghilang. Maria kembali ke dalam kediamannya. Dia meminta pelayan-pelayannya untuk menjerang air panas. Rasanya ingin sekali Maria mandi, lalu meneguk teh hangat, dan menghirupi aroma wangi tenhya untuk menghilangkan segala gundah hati.
Selagi para pelayan menyiapkan apa yang diminta Maria, dia pun menghampiri kamar Roland. Maria ingin menyampaikan pesan Cletus ke anaknya, dan juga meminta Roland untuk ikut berdoa atas perjuangan yang sedang dilakukan oleh ayah, paladin, dan para pengikutnya.
Maria mengetuk daun pintu kamar Roland dengan lembut. Beberapa kali Maria mengetuk pintu, tak ada jawaban, tak ada sahutan. Karena setelah beberapa kali mengetuk pintu dan tak ada yang menyahut, Maria membuka sendiri pintu kamar anaknya. Roland terlihat amat murung.
Mukanya menengadah menyambut hari cerah. Namun pikirannya kalut karena gundah. Hukuman dari ayahnya setelah dia mengalahkan goblin amat rak masuk akal bagi, Roland.
Namun, sebagai anak, Roland merasa wajib menaati setiap perintah orang tuanya dan berhenti membangkang. Roland mengawang-awang kembali pertarungannya dengan goblin di malam lalu. Sebuah malah seru baginya, walau selanjutnya dia malah seakan kena karma. Dikurung dalam kamarnya.
Dia terduduk di atas tempat tidur, membalut sekujur badannya dengan selimut seakan dunia ini amat dingin dan sedang ada badai mendera ruangannya. Roland termenung menghadap jendela, tak peduli dengan segalanya, tak memperdulikan keributan sedari pagi soal keberangkatan paladin dan ayahnya, pun tak memperhatikan kehadiran ibunya.
Maria semat berhenti sebentar di ambang pintu. Mengamati anaknya yang sedang gundah. Dan memikirkan beberapa hal untuk menghiburnya lebih dahulu.
Lalu Maria pun masuk ke kamar begitu saja, menutup pintu kembali, dan meraih ocarina di sebelah ranjang Roland. Maria pun ikut duduk dengannya di ranjang, lalu memainkan alat musik itu dengan amat harmonis. Berusaha untuk membuat Roland kembali ceria.
Cahaya pagi yang menerobos jendela tersenyum manis, udara pagi menjadi makin segar dan riang, pun burung-burung ikut berkicau mengiri nada di setiap tiupan ocarina Maria.
Maria berharap, bahwa musik yang dimainkannya akan membuat anaknya melupakan segala kemurungan dan kembali berbahagai.
Setiap udara yang dihembuskan oleh Maria, bertiup masuk ke setiap rongga dalam celah-celah nada ocarina. Nafas berhembus menjadi nada, nada melantun ke setiap penjuru udara, udara kembali dihirup maria, dan lagi-lagi Maria menghembuskan nada bahagia dari ocarina.
Tiupan-tiupan Maria menembus selimut yang menyelongsongi tubuh Roland. Nada membelai lembut selimut, perlahan menyibakkan kain tebal tersebut ke atas ranjang, Roland menikmati setiap suasa yang diciptakan oleh Maria.
Setelah Roland membuka kepompongnya, barulah Maria mengelus kepalanya, mencium kening anaknya, dan berkata, "Selamat pagi, putraku yang sedang murung dan kurang bahagia."
"Tadinya begitu, Ibu." Roland mengusap matanya dan menatap Maria begitu lekat, "tapi sekarang aku sudah bahagia. Semua berkat permainan ocarina ibu."
"Kalau begitu, bersiaplah untuk mandi dan kita akan sarapan. Pelayan kita telah menjerang air dan menyiapkan teh panas untuk kita."
"Bukannya ayah masih mengurungku di dalam kamar untuk seminggu?" Roland merasa heran. Walau begitu, dia tetap beranjak dari ranjang dan merapikan selimut serta tempat tidurnya. "Pun menurutku, untuk keluar mandi saja tak akan boleh."
"Kalau tidak boleh keluar untuk mandi, berarti pipis pun tidak boleh dong?" Maria menggoda anaknya.
"Nah, iya itu. Kenapa ayah tega sekali." Roland keheranan, "Apa aku harus kencing dan buang air besar ke jendela?"
"Bukan begitu sayang. Sebenarnya ayah menyampaikan, 'Roland tetap mendapat hukuman kurungan dalam kamar selama satu minggu. Dan walau begitu, jangan risaukan soal pengurungan ini anakku, karena saat ayah pulang akan ada kisah luar biasa yang akan aku sampaikan.' Begitulah kata ayah."
"Jadi ayah pergi?"
"Iya."
"Dengan paladin dan pengikutnya?"
"Aku tak tahu harus bagaimana, ibu."
"Kau tenang. Janganlah merasa terlalu bersalah. Doamu akan menemani ayah dan paladin." Maria mulai membimbing anaknya, menggenggam tangan putranya dan bersiap untuk berdoa, "Doakan ayah untuk mengemban tugasnya dengan tuntas, dipenuhi kekuatan untuk menumpas setiap musuhnya, serta ketabahan untuk menaklukan segala halangan."
Dan mereka berdua mengucapkan aamiin setelah menuntaskan doa.
Maria kembali mengusap kepala anaknya. Dia beranjak dari ranjang putranya, meletakkan kembali ocarina ke meja, dan membuka daun pintu kamar. Sebelum sepenuhnya meninggalkan ruangan, Maria berkata, "Aku ada hadiah untukmu, karena telah ikut berdoa untuk ayah."
"Hadiah?"
"Ya, hukumanmu diringankan. Roland tidak dikurung dalam kamar saja, kamu masih boleh berkeliaran di dalan rumah."
"Bukannya itu sama saja," keluh Roland
"Setidaknya kamu masih bisa pipis dan mandi." Maria meninggalkan Roland dan kembali menuju ruang belakang.
Di sana, kamar mandi telah dipersiapkan. Bak mandi berendam telah terisi air hangat, aroma bunga semerbak menyengat, serta harum wewangian lainnya pun ditambahkan pelayan untuk membuat Maria mandi dengan tenang.
Senandung gumaman Maria bergaung lembut menemani uap wangi. Suaranya menembus dinding hunian mereka. Dengan begitu, kekhawatiran dan rasa cemas sudah menurun kadarnya dari dada Maria.
Selagi Maria mandi, Roland mulai keluar kamar. Kaki kecilnya yang lincah berlarian merindukan sebuah kebebasan. Dia berlarian riang ke seluruh ruangan sambil mengamati, siapa tau dia bisa kabur lagi pikirnya.
Roland mengelilingi rumah, mengahampiri pintu ke pintu yang lain, ingin keluar dengan lebih bebas karena kurang puas.
Sebenarnya Roland merasa amat bertanggung jawab dengan moralnya, dan ingin memenuhi hukuman yang diberikan sang ayah. Namun, yang namanya celah harus bisa dimanfaatkan oleh Roland. Bukan nakal atau curang, jika dia bisa bebas tanpa ketahuan.
Namun angannya untuk bebas dari hukuman yang barang sekilas, tak dapat terpenuhi. Karena, di setiap pintu keluar rumah Roland yang sudah hampir berbentuk seperti puri itu dijaga oleh banyak prajurit.
Roland tetap meneruskan lari-lariannya itu. Sebenarnya dia kecewa, tapi dia melanjutkan keriangan semunya sampai akhirnya Roland mencapai bagian dapur, duduk dan meminta teh ke pelayan.
Tanpa perlu berkata-kata, pelayan menuangkan teg hangat ke gelas dan menyerahkannya ke Roland. Dia meminum teh panas itu dengan tegukan mantab, karena haus setelah lari-larian.
Pelayan hanya bisa heran, teh dengan suhu sepanas itu diteguk begitu saja. Seakan tenggorokan Roland sekuat naga, tahan dengan suhu api yang mampu melelehkan baja.
Maria keluar dari kamar mandi, sambil masih bersenandung dia mengeringkan rambutnya dengan handuk lalu membungkusnya. Dengan bungkusan piama mandi, Maria duduk di sebelah Roland.
Harum wewangian bunga semerbak, teh yang dijerang para pelayan pun kalah wanginya.
"Ayo, giliranmu mandi." bujuk Maria.
"Iya, Bu"
Roland pun menuruti perkataan ibunya, mandi dan membersihkan diri untuk menyambut hari.
...****************...
Cletus, paladin, dan para pengikut menerjang angin dengan kuda mereka. Hari cerah terbelah debu tebal.
"Siapkan diri kalian." Perintah Paladin kepada para penunggang kuda, "aku akan merapalkan mantra untuk membuat kita lebih cepat."
Mereka pun mengencangkan pegangan, menguatkan posisi duduk pada pelana, dan menancapkan kembali sanggurdi ke kuda-kuda mereka.
"Sang bayu akan berderu. Awan terbelah oleh angin penuh anugrah. Lesatkan kami bagai anak panah, lesatkan kuda dengan penuh gairah!"
Lingkaran sihir melingkari kuda-kuda. Kecepatan mereka berkalilipat dahsyatnya. Derap makin menggelegar dan kuda berlari di atas angin, membelah udara dengan kecepatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments