Sementara itu, Cletus yang telah mendapatkan kuda segera melanjutkan tugasnya. Secara kebetulan atau entah tugas ini memang direncanakan oleh seorang cenayang, semua terlihat seperti pada satu benang merah yang sama.
Cletus diberi tugas oleh kerajaan untuk mengumpulkan informasi tentang keberadaan seorang penyihir. Mulanya dia benar-benar tak mengetahui kenapa harus dirinya yang mencari penyihir itu dan apa hubungan penyihir tersebut dengan Cletus.
Perjalanan dimulai dari daerah Comte du Maine menuju Anjou. Dengan kuda hasil meminjam, Cletus pun mempersiapkan penyamarannya. Dengan surat tugas raja serta beberapa koin emas untuk bertugas, Cletus menyamar sebagai pedagang. Hal tersebut dilakukan karena, dengan perdagangan informasi akan lebih cepat didapat.
Cletus menyamar sebagai pedagang dan berkeliling ke berbagai kota dan desa di sekitar wilayah tersebut. Dagangannya amat normal, seperti tembikar, alat bertani, dan beberapa peralatan rumah tangga. Cletus memutuskan untuk menjual barang-barang tersebut karena peralatan bertani atau tembikar tidak akan membusuk seperti buah dan sayur. Hal tersebut akan memudahkannya dalam menjalankan tugas penyelidikan tanpa harus repot memikirkan ketahanan barang dagangannya.
Dalam perjalanan, ia bertemu dengan beberapa orang yang dapat memberikan informasi penting tentang keberadaan penyihir tersebut. Informasi yang didapat perihal rombongan goblin pencuri yang menggunakan alat sihir.
Tentu, goblin dengan alat sihir bukanlah hal biasa. Karena pada dasarnya, pola pikir goblin tidak lebih dari hewan. Mereka amat liar. Dan untuk menggunakan alat sihir atau merapal mantra, hanya bisa dilakukan goblin yang telah diotak-atik pikirannya oleh spesialis tertentu, yaitu: penyihir dengan spesialis hipnosis.
Tapi itu semua belum cukup. Informasi tentang keberadaan penyihir hanya tentang konfirmasi masyarakat umum bahwa dia 'ada' bukanlah hal konkrit yang Cletus cari. Dia mencari lokasi pasti penyihir tersebut.
Suatu ketika, pada sebuah hari dilakukannya pasar raya, Cletus menjajakan dagangannya di sana. Hiruk pikuk orang-orang menawar barang terdengar dengan terang. Tak hanya itu, banyak para pengunjung berdatangan mencari apa pun yang mereka inginkan.
Hari itu terasa amat panas, bukan hanya karena terik matahari belaka, namun desakan keringat orang-orang membanjir di pasar raya. Asap sedap mengepul dari pedagang kebab, wewangian minyak arab tercium harum, pun suara denting para pengrajin senjata lumrah di sana.
Cletus mengamati kejadian dengan pasti. Dalam kerumunan terlihat seorang pemuda menatap kosong, entah kemana. Mukanya amat asing, seperti bukan dari kalangan Franka.
Dengan meninggalkan barang dagangannya sementara, Cletus menghampiri pemuda itu. Dia menariknya menuju gerobak dagangan. Namun pemuda itu tetap dalam tatapan kosong, si pemuda hanya melangkah mengikuti jejak Cletus.
Cletus mendudukan pemuda itu. Dia masih terdiam. Cletus pun menjerang air panas, dengan perlengkapan seadanya. Dari dalam gerobak, Cletus mengais sisa teh.
Cletus membuatkan teh panas kepada pemuda itu, berharap kesadarannya akan kembali bila teh panas telah diseruput dan hangatnya akan membuka mata si pemuda.
Perlahan Cletus mempersilahkan pemuda itu untuk meminum tehnya. Tangan pemuda itu bergetar hebat, dihiruplah teh tersebut. Air teh pun mengalir ke tenggorokan si pemuda. Dia meletakkan kembali tehnya, dan roman si pemuda mulai berlinangan air mata.
Nafasnya menghembuskan penyesalan. Jiwanya tergoncang berantakan. Pikirannya kalut tak karuan.
"Kau baik-baik saja?" tanya Cletus khawatir.
"Tidak, tuan." Pemuda itu menyeka air matanya. "Hidupku sudah selesai. Aku telah selesai. Di tanahku sendiri aku telah kalah, pun ketika menginjakan kaki ke tanah Franka aku dipecundangi belaka."
"Tenang, kau tak perlu sebegitu sedihnya."
"Tentu aku bersedih, Tuan. Seluruh bekalku untuk hidup di tanah ini telah lenyap. Aku tak memiliki harta tersisa. Paling beruntung aku akan hidup sebagai budak jika begini caranya."
"Apa sebenanrnya yang telah terjadi?" Cletus mencoba menenangkan pemuda itu dengan menuangkan teh lagi. "Ceritakan padaku, mungkin aku dapat membantu.,
Pemuda itu hanya menggeleng.
"Percayalah."
"Ya, dan kata itu yang membuatkan berakhir seperti ini."
"Hey, dengar anak muda. Aku tak akan menipumu. Aku hanya kasihan denganmu. Kau pikir apa jadinya jika aku tak menggiringmu ke tempat perdaganganku dan membiarkanmu saja di tengah sana?" Cletus agak jengkel. "Kau bisa dimanfaatkan lebih banyak orang tau."
Untuk menenangkan diri, Cletus pun menyeruput tehnya. Dia sadar, bahwa untuk menanyai seorang yang sedang dalam keadaan terguncang tidaklah mudah. Pun Cletus akhirnya menenangkan dirinya dan kembali sibuk menyiapkan dagangan.
Pemuda itu tetap di sana dengan tehnya. Sudah banyak pembeli berlalulalang dan melakukan transaksi di tempat dagangan Cletus. Para pelanggan merasa puas dengan barang bagus milik Cletus, pun harga yang diberikan normal. Tak seperti lainnya yang suka menaikan harga ketika pasar raya tiba.
Hari menjelang sore, pasar raya menjadi lebih ramai. Obor mulai dinyalakan, panggung pentas seni di tengah tanah lapang dipersiapkan. Ketika malam mulai rebah, pemain musik menaiki panggung mereka.
Teh dalam cangkir si pemuda telah kosong. Cletus kembali menuangkannya. Namun, kali ini teh tersebut telah dingin. Dari banyaknya pembeli tadi, tak ada satu pun yang mengetahui jejak atau informasi soal penyihir. Cletus jadi agak frustasi, karena sejauh dia berjualan hari ini dia tak mendapat sepercik informasi tentang penyihir yang diburunya.
Musik para seniman dimainkan dengan amat riang, Cletus menjadi agak lebih tenang. Frustasinya berangsur surut. Sekarang masalahnya hanya ada pada si pemuda. Dengan sabar, Cletus menunggu responnya, entah apa pun itu.
Saat musik sedang nikmat-nikmatnya, pemuda tadi pun mulai berbicara. Awalnya Cletus tak menghiraukannya saat pemuda berbicara tentang; asal daerahnya yang ternyata dari Basque, impiannya untuk mencari harta karun di Mesir, dan bagaimana dia bisa sampai di Franka.
Cletus masih menikmati suasana musik di pasar raya. Sampai pada saat pemuda itu bercerita, "Entah bagaimana caranya, orang itu dengan mudah mengajakku untuk pergi ke pasar raya. Dengan jelas aku mengikutinya begitu saja setelah turun dari pelabuhan, lalu menyerahkan semua hartaku tanpa bertanya kenapa, dan saat aku lihat dia berjalan ke utara, aku hanya diam saja tanpa bisa melakukan apa-apa."
Perkataan pemuda itu membuat Cletus terperanjat, "Jadi kau terkena tipudaya?"
"Bisa dibilang begitu. Aku hanya ingat bagian awal kami bercapakan. Dia bilang punya banyak hewan ternak di desa derah kaki gunung sana. Dia akan mengajakku untuk bekerja dan mencari bekal lebih sebelum aku pergi ke mesir." Pemuda itu menjelaskan lebih lanjut. "Dia sempat bekelakar kalau hewan ternaknya dia dapatkan dari mencuri. Namun sekaran aku yakin, dia memang mencuri hewan ternaknya belaka."
"Setelah itu..., baru kau jadi tak berdaya?"
"Ya."
"Kau bekerjalah untukku. Bantu aku menemukan orang itu." Cletus seakan mendapat secercah harapan, "Masih ingatkah soal parasnya?"
"Agaknya." Pemuda itu kebingungan. "Tapi, bekerja denganmu?"
"Ya, tenang saja. Kau akan kubayar. Setidaknya kau masih bisa hidup di tanah Franka ini. Jadilah asisten perdaganganku." Cletus bergegas merapikan dagangan. "Sambil kita cari tau siapa dia sebenarnya. Mungkin dia orang yang selama ini aku cari juga."
Pemuda itu sangat tak menyangka ketika Cletus mengajaknya untuk ikut berdagang. Pasar raya belum usai, semakin malam suasana semakin ramai. Tak hanya pemusik, namun beberapa penyair pun mendeklamasikan puisi mereka.
Pada keramaian itu, Cletus memutuskan untuk pergi ke daerah lain bersama si pemuda. Mereka mencari tempat untuk beristirahat.
Mereka berdua pun berdagang dan berkelana bersama. Seiring waktu, informasi terkumpul dan orang yang dimaksud pemuda memanglah penyirih yang dicari Cletus juga.
Setelah beberapa minggu berlalu, Cletus memutuskan untuk kembali ke ladang dan rumahnya dengan membawa informasi yang berharga. Dia pulang kembali ke ladang dengan berkuda seorang diri. Sebenarnya, setelah berhari-hari berdagang dan mengumpulkan informasi dengan si pemuda, Cletus mulai mempercayainya.
Cletus memberikan seluruh barang dagangan dan banyak koin emas untuk dipergunakan si pemuda. Cletus hanya mementingkan tugas dari rajanya. Untuk masa depan pemuda, Cletus percaya bahwa pemuda itu dapat tuntas melakukan keinginannya untuk berkelana samapai ke Mesir seperti saat pemuda itu tuntas melaksanakan tugas bersama Cletus.
Setelah sampai di rumah dan ladangnya yang luas, Ia ingin memberitahu paladin bahwa, penyihir tersebut sebenarnya bekerja untuk kerajaan tetapi telah membelot dan memberikan tugas-tugas yang bertentangan dengan kepentingan kerajaan. Cletus juga mengetahui bahwa tugas yang diberikan kepada para goblin adalah mencuri barang berharga dari kota-kota tetangga dan membawa hasil curian tersebut ke penyihir.
Namun, saat sampai di ladangnya, sebelum semua informasi disampaikan ke para paladin, Cletus telah menyaksikan hal lain. Yang menghadangnya di depan adalah anaknya. Roland berdiri tegap menghadap Cletus sambil membawa sebilah pedang dan menenteng dua kepala goblin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
nesaric
semangat kakk
jgn lupa mampir
2023-02-17
0