Padahal Brian sudah memberitahukan tentang kehamilan padanya, tapi saat itu dia hanya dikuasai oleh rasa traumanya akhirnya melupakan dan tidak bisa berpikir dengan jernih.
Seketika rasa panik, takut, cemas menghantui Disya, apa yang akan dia lakukan jika dia beneran hamil, apalagi kedua orang tuanya belum mengetahui tentang kejadian malam itu.
Seketika air mata Disya luruh begitu saja, mengapa nasib seolah mempermainkan dia, awalnya dia sudah ikhlas dengan dirinya yang sudah tidak suci lagi dan berusaha melawan traumanya, tapi ternyata kesabarannya harus lebih diuji lagi.
“Sya…sya lo masih disanakan? Sepertinya lo kurang baik, kalau gitu gue matiin dulu, soalnya pak Brian udah datang, nanti gue telpon lagi ya, semoga cepat sembuh bye.” Dina tidak mau menanyakan lebih lanjut tentang keadaan Disya, karena dia ketahui bahwa pasti saat ini dia sedang dalam keadaan kacau karena memikirkan perkataannya tadi.
Brian yang baru masuk kedalam kelas langsung menyapa mahasiswanya sambil mengedarkan pandangannya, tapi ada satu yang mengganjal, yaitu dia tidak melihat Disya.
Brian sudah sangat tidak sabar agar jam pelajaran cepat selesai, agar dia bisa bertanya tentang keberadaan Disya pada Dina. Jujur saja, sejak kejadian malam itu dia masih takut jika benih yang dia buang kerahim Disya akan tumbuh.
Makanya diam-diam dia masih terus mengawasi dan memperhatikan gerak-gerik dari Disya.
Akhirnya waktu pelajaran berakhir, Brian segera memerintahkan Dina untuk menggantikan Disya membawa tugas dari teman-temannya keruangannya.
“Kemana Disya, kenapa dia tidak masuk?.” Tanya Brian ketika mereka sudah tiba diruangannya.
“Katanya dia kurang enak badan pak.” Dina menjawab apa adanya dan tidak merasa curiga dengan pertanyaan Brian, karena biasanya Disyalah yang sering membawa tugas teman-temannya, mungkin karena itulah Pak Brian bertanya keberadaan Disya.
“Oh..yaudah kalo gitu kamu bisa keluar.” Brian kurang puas dengan jawaban yang diberikan oleh Dina, tapi dia mencoba untuk positif thinking mungkin Disya hanya kelelahan karena kuliah.
Dirumah Disya tidak bisa istirahat dengan tenang, dia berusaha untuk keluar dan ke apotik untuk membeli alat tes kehamilan. Awalnya ibunya melarangnya karena Disya masih dalam keadaan pucat, tapi dengan bujuk rayu yang diberikan Disya akhirnya dia diizinkan juga.
Disya membeli tespack sebanyak tiga macam agar hasilnya lebih akurat. Dia langsung mencobanya saat tiba dirumah.
“Semoga negatif…semoga negatif.” Disya terus bergumam sambil memejamkan matanya, dia menunggu hasil tes pertamanya keluar.
Beberapa menit berlalu hingga akhirnya dia melihat hasilnya, dan ternyata adalah positif. Air mata Disya seketika luruh, bingung harus bagaimana sebab ini sangat mendadak bagi dia.
Tapi Disya mencoba positif thinking dia mencoba tespack yang kedua dan ketiga dan ternyata hasilnya tetap sama. Pikiran Disya langsung berkecamuk apa yang akan dia katakan kepada kedua orang tuanya.
Mereka selalu percaya dan bangga terhadapnya, tapi apakah setelah mendengar tentang berita ini mereka akan tetap berpikiran sama terhadapnya.
Disela-sela tangisnya Disya langsung menghubungi Dina, dia butuh solusi sekarang dan menurutnya Dina lah orang yang dapat memberikannya solusi.
“Halo Din, gue harus gimana, ternyata gue beneran hamil, hiks…hikss.” Ucap Disya sedih sambil bertanya pendapat Dina.
“Hahh…beneran Sya?” Dina sangat syok.
“Iya jadi gue harus gimana sekarang, atau gue akhiri aja hidup gue Din, gue udah nggak tahan dengan cobaan ini.” Ucap Disya sangat frustasi dengan keadaannya saat ini.
“Nggak…lo ngomong apa sih Sya, tunggu gue kesana jangan buat macam-macam, ingat masih ada orang yang sayang sama lo, kalo gitu udah dulu, bye.” Dina langsung bergegas menuju kerumah Disya sebelum terjadi sesuatu kepada sahabatnya itu.
Disya hanya duduk meringkuk disamping kasurnya, ingatan terhadap kakaknya memenuhi otaknya, dia sangat dilema disatu sisi dia ingin bunuh diri tapi disisi lain dia mengingat masih ada orang tuanya dan sahabatnya yang menyayanginya.
Atau apakah anak ini yang harus dia bunuh? Tapi dia salah apa sampai-sampai harus dibunuh, kalau punya pilihan, anak ini pun pasti akan memilih hadir dirahim orang yang lebih membutuhkannya dibandingkan Disya yang notabenenya tidak menginginkan dirinya.
🔥🔥🔥
Sesampainya Dina dirumah Disya dia langsung nyelonong masuk ke kamar Disya, bahkan ibu Disya pun bingung melihat Dina yang begitu panik.
Sarah lantas mengikuti Dina takut anaknya kenapa-napa didalam kamar.
“Sya…lo yang sabar ya.” Ucap Dina yang langsung menghambur kepelukan Disya. Dia turut sedih dengan kondisi sahabatnya.
“Gue harus gimana Din, anak ini hadir bukan keinginan gue, tapi gue juga nggak tega kalo bunuh dia.” Ucap Disya frustasi.
Deg
Sarah yang mendengar penuturan putrinya seketika mematung ditempat, apakah kejadian Cantika terulang kembali pada Disya.
“Sayang, apa yang kamu katakan, ibu salah dengar kan?” Seketika air mata jatuh melihat penampilan anaknya yang terlihat sangat kacau.
“Bu, hiks…hiks… maafkan Disya bu, Disya bukan anak yang baik, Disya nggak bisa jaga diri Disya.” Sarah langsung memeluk anaknya, bagaimana pun Disya pasti memiliki alasan karena tidak mungkin ada yang menyukai Disya, sebab mukanya sudah dia ubah menjadi jelek.
“Kenapa bisa terjadi sayang?” Ucap sarah lembut dia tidak mau membuat Disya tertekan, karena dia takut kejadian Cantika terulang kembali.
Disya menceritakan dari awal hingga akhir tanpa ada yang dia tutup-tutupi, bahkan Dina saja sampe menganga karena ternyata orang yang hamili Disya ternyata dosennya sendiri.
Sarah langsung memeluk Disya dengan erat, kasihan sekali nasib anaknya padahal mereka selalu memberikan yang terbaik buat Disya. Tapi ternyata takdir lebih menginginkan agar Disya menjadi sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments