Part 17

Sore harinya, Edward pulang dari kantor, di depan pintu utama, terlihat Amira tengah berdiri menunggu dirinya. Amira tampak sangat cantik dan lebih segar dari pagi tadi, sepertinya Amira baru selesai mandi karena rambut panjang nya tampak masih basah.

''Mas,'' Amira mengambil tangan Edward, ia menyalami dan mencium punggung tangan sang suami dengan penuh cinta. Edward merasa sangat senang melihat Amira yang begitu menghormati dirinya sebagai seorang suami. Edward pun membalas dengan mengusap pucuk kepala Amira, ia juga mencium kening Amira dengan begitu mesra.

''Kamu sudah mandi, Sayang?'' tanya Edward lembut.

''Iya, Mas. Habisnya aku merasa gerah, lagian suhu tubuh ku tidak panas lagi,''

''Syukurlah kalau kamu sudah tidak demam lagi. Wajah kamu juga sudah terlihat lebih cerah dan segar dari pada pagi tadi. Em, berarti nanti malam Mas udah dapat jatah dong,'' Edward berkata seraya mengedipkan sebelah matanya. Kedipan yang berhasil membuat Amira semakin terpesona.

''Jatah apaan?'' tanya Amira pura-pura polos.

''Bikin dedek bayi,'' jawab Edward dengan kekehan kecilnya.

Mendengar itu, membuat wajah Amira yang putih mulus menjadi merah merona. Ia merasa malu mendengar perkataan sang suami yang masih terasa asing di telinga nya. Entah kenapa saat sang suami menyebutkan dedek bayi, Amira merasa masih belum siap untuk menjadi seorang Ibu. Menurut nya, ia masih perlu banyak belajar dari orang yang berpengalaman tentang bagaimana cara menjadi seorang Ibu yang baik. Meskipun begitu, ia tidak pernah menolak jika Allah memberikan nya titipan terindah itu di rahimnya. Amira dan Edward tidak pernah menunda-nunda untuk memiliki anak, Amira tidak KB dan Edward pun tak pernah pakai pengaman saat sedang berhubungan, tapi sepertinya sekarang memang belum saatnya Amira mengandung. Ia dan sang suami akan selalu sabar menunggu malaikat kecil itu hadir di tengah-tengah mereka, sembari menunggu, mereka akan terus belajar dan belajar bagaimana cara menjadi orang tua yang baik dan bertanggung jawab. Mereka tidak mau menjadi orang tua yang gagal, orang tua yang hanya bisa menghasilkan anak tapi tidak bisa mendidik dan bertanggungjawab atas kehadiran anak tersebut.

Amira dan Edward berjalan berdampingan masuk ke dalam rumah. Tangan Edward selalu setia berada di pinggang sang istri, hubungan mereka terlihat begitu harmonis. Para pelayan yang ada di rumah itu merasa senang melihat keharmonisan sang majikan, apalagi Edward yang akhir-akhir ini sudah jarang sekali marah. Tidak seperti dulu, saat dirinya belum bertemu Amira. Dulu, Edward selalu melampiaskan amarah nya yang tak mendasar kepada para pelayan. Kalau dirinya sedang lelah karena pekerjaan, maka dirinya akan marah marah kepada para pelayan yang ada di rumah, ia akan menganggap kalau semua yang telah dikerjakan oleh para pelayan nya adalah salah dan tidak benar, maka dirinya akan meminta para pelayan untuk bekerja lagi dan lagi untuk membersihkan rumah, tanpa peduli bagaimana cepek nya mereka.

***

Sehari terlewati, di dalam kamar, Amira tersenyum senang melihat gaun yang begitu indah yang di pegang nya. Gaun berwarna merah maroon yang di belikan oleh sang suami, gaun khusus untuk ia pakai nanti malam.

Sekarang Edward sedang berada di kantor, dan Amira masih belum masuk kuliah. Besok rencananya dirinya akan kembali masuk kuliah seperti biasanya. Dan besok, rencananya ia akan menjenguk Leon di rumah sakit. Menurut informasi yang ia dengar, katanya Leon sudah berhasil melewati masa kritis nya, maka dari itu Amira akan menjenguk nya bersama Edward, Amira akan menyampaikan permintaan maaf nya kepada Leon atas apa yang di lakukan oleh Edward.

Saat Amira sedang menggantungkan gaun nya pada hanger, tiba-tiba ponselnya yang ada di atas kasur berdering nyaring. Amira menggantung gaun nya dengan cepat, setelah itu ia menyimpan gaun itu di dalam lemari.

Tangan Amira perlahan meraih benda pipih yang masih terus berdering dengan layarnya yang menyala. Saat Amira melihat siapa yang tengah menghubungi nya, ia di buat sedikit kaget karena nya, karena ternyata orang yang telah menghubungi nya adalah Handoko, sang Papa kandung.

''Angkat tidak, angkat tidak, angkat tidak,'' bolak balik Amira mengatakan kalimat itu seraya membolak-balik kan ponselnya, karena ia bingung antara angkat atau mengabaikan saja panggilan dari Sang Papa. Kalau diangkat ia takut Sang Papa berkata kasar lagi kepada dirinya seperti kemarin, dan sudah pasti hatinya akan sakit karena mendengar hal itu. Tapi kalau tidak di angkat, nantinya dirinya dianggap sebagai anak durhaka yang mengabaikan orang tua. Dan pada akhirnya Amira memutuskan untuk mengangkat saja panggilan dari Sang Papa. Ia menyiapkan hati nya agar tak merasa sakit kalau Handoko berkata kasar dan membentak nya.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!