Aira dan Juna sudah berada di lobi PT AMT Globalindo. Mereka berdua masih menggunakan seragam sekolah lengkap. Keduanya menemui resepsionis yang diketahui Aira bernama Yosi.
"Mbak Yosi. Kami mau mengambil donasi untuk Rumah Baca Bintang." kata Aira.
"Nona Aira ya?"
'Ha Nona? Sejak kapan gue punya panggilan imut gitu?' Aira.
"Iya mbak."
"Mari saya antar." Aira dan Juna mengernyit bingung. Karena biasanya mereka akan mengambilnya pada bagian humas. Mereka bukan hanya sekali atau dua kali mengambil donasi.Tapi mereka belum pernah mendapatkan perlakuan khusus seperti sekarang ini.
Juna dan Aira mengikuti Yosi memasuki lift. Setelah dua remaja dibelakangnya masuk, Yosi menekan angka 19 dimana itu merupakan tempat yang akan mereka datangi.
"Kenapa ke lantai atas Ra?" bisik Juna.
"Entahlah Na. Gue juga nggak tau. Udah ikutan aja." Jawab Aira juga berbisik.
Yosi melangkah lebih dulu Aira dan Juna ketika pintu lift terbuka. Kemudian Yosi membukakan sebuah pintu di lantai tersebut. Setelah mereka masuk, Yosi meminta keduanya untuk menunggu di dalam. Sedangkan Yosi sendiri keluar dari ruangan tersebut.
Dari properti yang ada di sana terlihat itu bukanlah ruangan sembarang. Itu pasti ruangan untuk menerima tamu bagi petinggi perusahaan. Tapi mengapa mereka berdua diminta untuk menunggu di dalam?
Sepuluh menit sudah Aira dan Juna duduk diam disana. Kedua remaja itu juga dalam kebingungan yang sama. Minuman mereka juga masih utuh setelah lima menit lalu di antar oleh seorang OB.
Sementara di ruangan lain, Elang tersenyum setelah mendengar laporan Yosi bahwa Aira sudah menunggu di ruang tunggu khusus CEO.
Setelah memberikan laporannya Yosi kembali ke lantai dasar dimana tempatnya bekerja. Sepeninggal Yosi, Elang melepas jas yang dari tadi membalut tubuhnya sebelum keluar ruangannya.
Aira dan Juna menoleh pada pintu yang baru terbuka. Aira tersenyum saat melihat Elang berdiri di depan pintu ruangan itu. Dia segera berdiri dan menyikut lengan Juna agar temannya itu ikut berdiri.
"Sudah lama?" tanya Elang ketika berjalan mendekat.
"Lumayan. Oh ya mas Elang. Perkenalkan ini temanku, Juna. Juna ini mas Elang. Yang bantu kita." Kedua laki-laki itu saling menjabat tangan dan menyebutkan nama. Namun tak dapat dipungkiri jika ada aroma pertikaian tercium dari keduanya. Mereka berjabat tangan lama dengan saling meremas tangan.
"Ehem" Aira yang melihat itu berdeham untuk memecah kekakuan keduanya. Juna dan Elang akhirnya melepaskan tangan mereka.
"Mas Elang. Langsung saja ya, kami mau mengambil dana untuk rumah baca Bintang." kata Aira to the point.
"Yah Ra. Kamu kan baru sampai. Bisakah kita ngobrol dulu sebentar. Kita kan sudah lama tidak bertemu." kata Elang.
"Anda kan juga harus bekerja." sarkas Juna.
"Benar mas Elang. Ngomong-ngomong mas Elang bekerja disini sebagai apa kok bisa menerima tamu disini?" Aira memindai sekali lagi ruangan yang membuatnya kagum tadi.
Ruangan yang cukup luas untuk ukuran ruang tamu untuk tamu biasa. Sofa yang empuk dan lembut. Sofa itu berwarna coklat tua yang terlihat elegan dengan motif kotak-kotak. Ada sebuah Tv layar lebar di depan sofa tersebut. Belum lagi ada sebuah kulkas yang berada di sebelah sofa. Selain itu ada rak yang berisi berkas-berkas yang Aira tak tahu berkas apa itu berdiri kokoh di sudut ruangan.
"Aku seorang manager Ra."
"Oh. Mas tidak kena marah nanti kalau malah ngobrol sama kami disini."
"Bukan sama kami Ra. Sama lo aja yang bener." guman Juna yang masih bisa didengar oleh dua orang lainnya di ruang itu. Elang yang mendengarnya tersenyum kecut. Dia menyadari jika pemuda yang datang bersama Aira itu sedang cemburu padanya.
Sedangkan Aira menyikut lengan Juna yang duduk di sebelahnya.
"Ah Baiklah-baiklah. Sebentar ya." Elang kemudian mengambil Handphone miliknya dan membuat panggilan.
"Tolong antarkan donasi untuk rumah baca Bintang ke ruang tamu saya sekarang." ucap Elang pada lawan bicaranya di seberang. Hanya itu saja. Dan Elang sudah memutuskan kontaknya. Aira dan Juna lagi-lagi dibuat bingung sebenarnya seberapa besar kekuasaan seorang manager di perusahaan besar itu sehingga dengan mudah memberi perintah. Entahlah.
Tok tok tok
Tak sampai sepuluh menit, terdengar suara ketukan pintu ruangan itu. Setelah Elang mempersilahkan masuk, Seorang wanita dengan menggunakan pakaian kerja masuk dan membungkuk pada Elang. Setelah itu, dia menyerahkan amplop coklat pada Elang.
"Terima kasih." kata Elang.
"Saya permisi Tu... "
"Ya silahkan." Potong Elang sebelum wanita itu menyelesaikan kalimatnya. Dia tentu tidak mau jika penyamarannya terbongkar sekarang. Dia masih ingin mengenal Aira lebih jauh lagi.
"Ra boleh tidak kalau aku ikut ke rumah baca kalian?" tanya Elang setelah menyerahkan amplop coklat itu pada Aira.
"Boleh. Mas ini banyak sekali." kata Aira setelah menghitung uang yang ada di dalam amplop tersebut.
"Berapa Ra?" tanya Juna sambil ikut melihat uang di dalam Amplop yang ditunjukkan Aira.
"Lima juta Na."
"Bagus dong Ra. Kita bisa buat benerin atap." kata Juna mendengar jawaban Aira. Selama ini mereka kebingungan mengelola uang yang mereka dapatkan dari donasi yang merka dapatkan. Setidaknya., mereka membutuhkan satu setengah juta pada setiap minggunya. Padahal setiap bulan maksimal mereka mendapatkan uang sebanyak empat juta.
"Anggap saja iti rezeki anak-anak Ra." Elang menimpali.
"Em. Benar. Anak-anak pasti senang."
"Jadi kapan kalian akan kesana?"
"Kami kesana setiap sabtu dan minggu. Mas Elang beneran mau ikut?"
"Iya dong. Nanti kabari aku."
"Ok."
Setelah Aira mengucapkan terima kasih atas donasi yang diberikan, mereka berdua pamit. Namun siapa sangka jika Elang akan mengantarnya.
Sepanjang lorong Aira dan Elang terlibat perbincangan kecil. Sedangkan Juna beberapa kali mendengus karena kesal merasa di abaikan oleh Aira.
Karyawan yang berpapasan dengan mereka selalu menundukkan kepala mereka. Tapi semua itu tidak disadari oleh Juna dan Aira karena mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Banyak karyawan yang merasa heran dengan perlakuan Elang kepada Aira. Bos mereka selalu bersikap dingin kepada mereka. Tapi apa yang mereka lihat sekarang? Bos mereka sedang santainya berbicara dengan seorang gadis yang bahkan masih menggunakan seragam sekolah.
"Ra kamu boncengan sama Juna?" tanya Elang saat melihat Juna menaiki motornya.
"Iya mas. Motorku kan di bengkel."
"Gimana kalau aku antar saja."
"Nggak perlu mas. Aku biasa kok boncengan sama Juna."
"Iya mas Elang. Saya dan Aira sudah lebih dulu saling mengenal dari pada anda. Jadi jangan sok kenal sama Aira."
"Tapi kasihan kan Aira nanti kepanasan."
"Hahahaha mas Elang ini gimana sih. Kan emang setiap hari aku panas-panasan naik motor. Ya sudah Aira pamit dulu." kata Aira sambil naik ke boncengan motor Juna. Juna tersenyum penuh kemenangan.
"Selamat bekerja mas Elang." kata Juna yang tentunya berniat mengejek laki-laki tampan yang menjadi rivalnya itu. Aira yang mendengar itu juga ikut tersenyum sambil mengangkat jempolnya.
"Ra pegangan yang erat." Aira langsung meletakkan tangannya di bahu Juna.
"Ra pegang perut gue. Ntar lo jatoh."
"Banyak omong lo. Cepat jalan." sarkas Aira yang membuat Juna cemberut dsn Elang kini melebarkan senyumnya.
Aira melambaikan tangannya saat Juna mulai menjalankan motor yang membawa mereka berdua pergi dari kantor PT. AMT Globalindo.
*
*
*
Juna : Thor kenapa belom-belom udah punya rival aja sih gue? 🤔
Author : Biar tambah semangat lo🤩
Elang : Kenapa lo takut? 😏
Juna : Gue Arjuna Andipa Diwangka nggak kenal rasa takut! 😎
Aira : Juna di baju lo ada ulaaaat 🐛
Juna : KABUUUURRR 🏃♂🏃♂🏃♂🏃♂
Elang : Katanya nggak takut 🤨
Author : Lo nggak tahu kalo Juna phobia ulet bulu? 😉
Elang : 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Aira : pst pst Thor kalo mas Elang takut apaan? 😊
Elang : Yang aku takutkan itu kamu pergi ninggalin aku 😍
Author : Acie-cie-cie
Aira : 🙄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments