✳️Keluarga adalah dimana kita merasa nyaman akan kehadirannya. Saling mengasihi dan menyayangi adalah yang paling utama dalam suatu keluarga✳️
Pagi ini Aira sudah siap untuk berangkat sekolah. Rambut yang dikuncir kuda, lengkap dengan topi yang sengaja di arahkan ke belakang. Ranselnya juga sudah dia pakai di balik punggungnya.
Aira bersenandung sambil menuruni anak tangga untuk berkumpul dengan keluarganya yang sedang sarapan.
"Pagi Mam." sapa Aira sambil mencium pipi Amira.
"Pagi sayang."
"Pagi Pih." Aira mencium pipi Andra.
"Hem."
"Pagi kak." Aira mencium pipi Safna.
"Pagi dek. Sini sarapan dulu."
"Oke kak. Mam hari ini Salsa sarapan roti aja. Udah telat nih." kata Aira sambil mengambil roti isi yang ada piring.
"Ini masih pukul setengah tujuh dek. Masih ada waktu." Kata Safna setelah melihat arloji mahal yang melingkar di tangannya.
"Iya kak. Hari ini Salsa lupa belum nyalin catatan kemaren. Jadi harus berangkat pagi. Karena... "
"Itu akibat kamu terlalu malas. Contohlah kakak kamu. Mana pernah dia ceroboh dan menghabiskan waktu sia-sia." Andra memotong perkataan Aira. Padahal Aira mau menjelaskan bahwa dia tidak mencatat kemarin karena dialah yang menulis di papan tulis, karena guru mapelnya rapat dan sekretaris kelas tidak masuk.
"Tapi Pi itu kemarin Salsa... "
"Kebanyakan alasan! Sudah! Papi jadi tidak nafsu makan." kata Andra, lalu Andra meninggalkan meja makan dengan menyentakkan sendoknya pada piring sehingga menghasilkan bunyi yang keras.
"Mam. Salsa juga selesai." Aira segera meletakkan separuh roti isinya ke atas priringnya, kemudian mengambil tas yang tadi dia letakkan di kursi kosong sebelahnya. Lalu mencium tangan Amira.
"Rotinya dihabiskan dulu sayang"
"Maaf mam. Rotinya hambar" kata sambil Aira berlalu. Sungguh roti isinya seperti tidak ada rasanya pagi itu.
"Salsa, Hati-hati nak."
"Ya Mam."
Kemudian Aira keluar dari rumahnya menuju garasi yang berada d sebelah rumah. Ketika mengetahui Aira menuju garasi, Pak Bowo supir Andra segera mengeluarkan sepeda motor Ninja yang biasa digunakan Aira.
"Terima kasih pak Bowo." kata Aira setelah motor itu berada di depannya.
"Sama-sama Non."
Dinaikinya motor besar berwarna hijau itu. Kemudian Aira langsung menyalakan motor kebanggaannya itu. Aira mendapatkan motor itu dengan susah payah. Awalnya dia akan dibelikan mobil oleh Andra. Tapi dia menolak dan memilih motor. Namun Andra menolak dan tetap membelikan Aira mobil.
Mobil yang merupakan hadiah ulang tahun Aira yang ke enam belas tahun itu malah nganggur di garasi karena Aira menolaknya dan lebih memilih naik angkutan umum.
Akhirnya Andra pun membelikan Aira motor sesuai keinginannya.
Setelah mesin cukup panas, Aira segera memasang helm teropongnya. Membuka kacanya agar memudahkannya bicara pada pak Bowo dan pak Udin yang berjaga di gerbang.
"Pak Bowo. Salsa berangkat dulu ya."
"oke non. Hati-hati non."
Aira tidak menjawab. Dia hanya mengangkat jempolnya sekilas sebagai jawaban sebelum melajukan motornya. Di depan gerbang dia tak lupa menyapa pak Udin sebelum motor itu benar-benar melaju di jalan raya.
'huh. Punya papi, tapi pamitnya pada sopirnya. Sebenarnya siapa Papiku kalau setiap hari aku pamitnya sama pak Bowo dan pak Udin.' Batin Aira.
Memang Aira sudah lama tidak pamit pada Andra saat berangkat sekolah. Karena ada saja masalah yang terjadi. Entah itu Andra yang pergi lebih dulu atau sebaliknya. Safna dan Amira sudah hafal dengan semua itu.
****
Kini Aira sudah sampai di sekolahnya. Motornya segera ia parkirkan. Disana hanya ada beberapa mobil dan motor. Ini memang masih terlalu pagi. Jadi belum banyak siswa yang datang.
Aira segera menuju ke kelasnya untuk mencatat pelajaran kemarin.
"Tumben lo udah disini aja Ra." kata Juna sambil duduk di sebelah Aira.
"Kemarin gue belum nyatet pelajaran. Lupa mau pinjam Lo. Untung aja belum dihapus." jawab Aira tanpa menghentikan aktifitasnya menyalin tulisan di papan tulis ke dalam bukunya.
"Yaelah. Kan bisa nanti juga Ra. Ini kan bukan pelajaran hari ini juga."
"Kalo nggak bisa bantu diem Lo!"
"Ck. Judes amat sih. Ya udah gue dikte aja biar cepat. Sampek mana?" Juna melirik buku Aira. Kemudian mendektekan kalimat yang harus ditulis oleh Aira.
Dengan bantuan Juna, akhirnya tulisan Aira selesai. Dia meregangkan Jari-jari tangannya yang sedikit sakit karena menulis dengan cepat.
"Makasih Na." kata Aira sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.
"Sama-sama." Juna kemudian bangun dari duduknya dan pindah ke kursi di belakangnya. Tempat Juna memang disana. Duduk bersama Wildan. Sedangkan Aira duduk bersama Mikaila.
Tak lama kemudian kelas sudah penuh dengan siswa. Guru pelajaranpun masuk untuk memberi pelajarannya. Dia sedikit memicing melihat ke arah Aira.
"Aira! Memangnya ini di lapangan sampai kamu memakai topi disini!"
"maaf pak. Saya lupa." Aira segera melepas topinya dan menyimpannya di tas.
"Kenapa lo nggak bilang sih Mik kalo gue masih pake topi?"
"Sorry. Gue kan juga baru dateng tadi. Gue juga masih panik."
"Huft. Untung topi gue nggak kesita."
"Udah diam. Dari pada kena tegur lagi sama Pak Bobi" kata Juna langsung menghentikan perbincangan Aira dan Mikaila. Guru yang berada di depan kelas itu sangat tidak menyukai siswa yang mengobrol saat jam pelajarannya.
*****
Di kantin sekolah....
"Eh Rid pesenin gue sekalian dong." kata Juna pada Ridwan yang akan pergi ke kasir.
"Oke!"
"Eh Ra lo sekalian nggak? Keliatan nggak bertenaga gitu. Lo sakit?" Ridwan menyentuh dahi Aira.
Aira sedang badmood hari ini. Dia melipat tangannya di atas meja kantin dan meletakkan kepalanya disana.
"Gue nggak sakit! Ish... jangan pegang-pegang!" Aira menepis tangan Ridwan yang menyentuh dahinya.
"Lo kenapa lagi?" tanya Mikaila. Dia hafal jika sudah seperti itu, Aira pasti sedang ada masalah.
"Emang gue seburuk itu ya?" Aira mengangkat kepalanya dan memandang teman-temannya.
"Maksud lo apa Ra?" tanya Juna.
"Emang gue bodoh banget ya?"
"Bokap lo lagi?" tebak Mikaila.
"Siapa lagi." Aira memutar bola matanya jengah.
"Biarin aja lah. Lagian sejak kapan lo peduli omongan bokap lo?" perkataan Juna membuat Aira berfikir.
Aira selalu memikirkan apa yang dikatakan Andra. Namun sifat Aira yang cuek menyebabkan dia seperti tidak pernah memikirkan perkataan Andra.
Siapa yang tidak sedih jika setiap hari yang dia dengar dari papinya adalah kata-kata yang kasar dan menyudutkannya. Tanpa mau mendengar alasan ataupun pembelaan darinya, Aira selalu saja disalahkan.
Andra tidak pernah menghargai usaha Aira. Sebesar apapun usaha Aira untuk membanggakan papinya tidak pernah dianggap oleh Andra.
Aira memang tidak sepandai Safna yang selalu mendapatkan juara umum di kelas. Namun dia tergolong siswa yang berprestasi di sekolah. Dia sudah belajar dengan sungguh-sungguh, tapi apa boleh buat jika memang hasilnya hanya sebatas itu.
Dia beberapa kali memenangkan lomba silat mewakili sekolahnya dan mendapat juara. Namun itu tidak termasuk hal yang membanggakan bagi Andra.
Kadang Aira berfikir jika lebih baik dia tidak melakukan apapun. Toh apapun yang dilakukannya akan selalu salah di mata Andra.
Untung saja ada Amira dan Safna yang selalu menyemangatinya. Tapi Amira dan Safna juga tidak bisa banyak membantu bila Andra sedang dalam keadaan emosi.
~♡Aira_2♡~
Terimakasih Sudah mampir 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments