Pertanyaan yang paling sering di hindari, pertanyaan yang menaikkan emosi, dan pertanyaan yang membuat mood Khadijah berubah menjadi monster. Kenapa harus paman sendiri yang menanyakannya? Jika saja itu orang lain --- Malik misalnya, sudah ia pukul habis-habisan sejak tadi.
"Kalau nggak Sabtu ya Minggu," jawab Khadijah ngasal.
"Kalau di tanya orang tua yang benar jawabnya," celetuk Malik yang tiba-tiba muncul.
Khadijah memanyunkan mulutnya, "Antara tanggal 1 sampai tanggal 31, Paman. Atau antara bulan satu sampai bulan 12 deh," Khadijah masih saja bergurau pada paman dan bibinya.
"Kamu ini!" Bu Markonah terkekeh mendengarnya, "Bibi sayang nian sama kamu, Jah. Kamu anak yang baik, pintar, shalihah dan periang. Bibi yakin siapapun suami kamu pasti dia akan beruntung memiliki istri seperti kamu," sambung Bu Markonah.
"Aamiin."
"Dih, panjang 'lah itu kupingnya kaya gajah," ketus Malik.
"Kamu nggak boleh begitu, Lik. Atau kamu saja yang jadi suaminya Dijah, gimana? Dari pada sibuk mencari pacar yang nggak tahu asal usulnya, mending sama Dijah saja." Ucap Pak Anto, paman Khadijah.
"Ogah!" Sahut mereka berdua bersamaan.
Khadijah pun pamit karena jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sementara tokonya akan buka jam setengah sembilan. Khadijah dan Malik memang tidak pernah akur, mereka terus saja saling berbalas kekesalan seperti kucing dan tikus.
Padahal Khadijah adalah gadis kembang desa, tetapi tak ada satupun laki-laki yang dapat menaklukkan hatinya. Sama halnya dengan Malik, ketampanannya membuat banyak wanita menjadi jatuh cinta. Sialnya ia malah memanfaatkan itu untuk memainkan mereka. Dalam satu pekan, entah berapa wanita yang di kencaninya. Ia bahkan tidak segan-segan mencium wanita itu walaupun tidak adanya hubungan di antara mereka.
"Kamu kenapa toh, Nduk?" Pemilik toko tersebut rupanya memperhatikan gerak-gerik Khadijah yang sedari tadi banyak melamunnya.
"Eh, Ibu ... Nggak pa-pa, Bu."
"Ada yang sedang kamu pikirkan ya?"
"Kelihatan ya, Bu?"
Pemilik toko tersebut langsung terkekeh, "Dijah ... Dijah ... Kamu itu lucu nian," sambil menggelengkan kepalanya. "Sudah tiga tahun kamu kerja di sini, sudah Ibu anggap juga kamu itu anak Ibu, berarti tandanya Ibu sudah hapal dengan semua mimik wajah kamu."
Khadijah hanya bisa tersenyum menanggapinya, tidak mungkin ia menceritakan bahwa dirinya di jodohkan dengan sepupunya sendiri. Walaupun terkesan bercanda, ia tahu jika paman dan bibinya berbicara serius tadi.
"Jah, kamu beneran nggak mau ya sama anak Ibu? Farhan itu anaknya baik, 'kan kamu bisa nilai sendiri setiap hari jumpa sama dia."
Benar kata beliau, Farhan memang anak yang baik. Ia lulusan pesantren dan kini membuka madrasah di daerah mereka. Cukup terbilang mapan, tetapi Khadijah masih enggan menerimanya.
"Maaf, Bu. Menikah itu bukan soal main-main, itu di saksikan langsung oleh Allah. Dijah takut kalau Dijah belum siap menikah, nanti Dijah malah di marahin sama Allah."
Wanita paruh baya tersebut tersenyum, "Yowes, ndak usah di pikirin. Ibu tadi cuma nanya doang. Oh iya, Ibu ke pasar dulu ya, belum masak tadi karena persediaan habis."
"Iya, Bu ..."
***
Malam telah tiba, Khadijah baru saja sampai di rumah. Ia tercengang karena ternyata sudah ada paman dan bibinya di sana. Lagi-lagi ketakutannya pun kembali muncul, ia sangat berharap jika paman dan bibinya tidak membahas hal yang tadi lagi. Permintaan paman dan bibi mungkin bisa di tolaknya, tetapi jika permintaan itu keluar dari mulut orangtuanya, entah bagaimana cara ia menanggapinya nanti.
"Assalamu'alaikum ..."
"Waalaikumsalam ..." Semua mata tertuju padanya.
"Ada Paman dan Bibi rupanya, Dijah mandi dulu ya ..."
"Paman sama Bibi mau pulang kok, Jah ..."
"Cepat sekali," kata Khadijah.
"Iya, soalnya mau bicara dengan si Malik. Ya sudah, pamit dulu ya, semuanya ... Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Mereka pun mengantar Bu Markonah dan Pak Anto ke depan hingga sampai tak terlihat lagi. Setelah itu, Khadijah masuk ke kamar. Akan tetapi, saat ia memegang engsel pintunya, ayahnya memanggilnya. "Khadijah!"
"Iya, Bah ..."
"Jangan lama-lama mandinya, Abah mau ngomong sama kamu."
"Baik, Bah ..."
'Kyaaa! Bagaimana ini, Tuhan?' Teriak Khadijah di dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments