Arasy dan Arka bangun pagi. Mereka tak melihat mamanya di samping mereka. Malah ada bantal guling.
“mama mana?” Arasy bertanya kepada arka.
“Gak tahu. Sudah bangun mungkin.”
Arka dan arasy pun memutuskan untuk keluar dari kamar itu. Mereka mencari sekeliling, tapi tak ada. Sampai mereka turun ke bawah.
Sampai ke ruang makan. Sampai ke ruang makan. Sudah banyak makanan di sana. Tapi hanya ada kakaknya. Arthur.
“Kak, mama mana?” Tanya Arasy mendekati kakaknya. Dia duduk di samping Arthur.
“mama, tadi malam sama kalian kan? Tidur di kamar dengan kalian kan?” Arthur yang sedang makan menaruh sendok dan garpunya. Dia sedang makan daging, memotong daging.
“iya sih, sama kita, Cuma Kita bangun gak ada mamanya kak.” Arka yang menjelaskan.
“Oh. Apa masih sama Daddy, di kamar Daddy mungkin. Semalam sempat ngobrol sama kakak. Cuma terakhir sama Daddy.”
“Lagi buat adik?” tanya Arasy kepada Arthur. Dia menggeleng.
“Gak tahu. Tunggu saja nanti mama sama Daddy keluar kamar mungkin. Mau sarapan dulu?” tanya Arthur kepada keduanya.
Mereka menggeleng. “aku mau ke kamar. Mau mandi dulu kak. Belum mandi.” Kata Arasy pergi dari sana.
“aku juga kak. Nanti kita balik ke sini lagi buat sarapan.” Kata arka kepada Arthur. Arthur mengangguk.
“emm, ok.”
Dia sarapan sendiri. Setelah sarapan Arthur malah jalan-jalan keluar. Dia melihat-lihat ke hutan.
Arka dan Arasy mandi di kamar mereka masing-masing. Harusnya itu Kamara Arasy. Tapi Arka ikut tidur di sana karena mau tidur dengan mamanya. Ketiganya punya kamar sendiri-sendiri.
***
Matahari siang jauh lebih terang di pagi hari. Cahaya mataharinya masuk ke kamar keduanya.
Gabriel dan Aurora masih tidur dengan nyamannya di kamar. Saling memeluk, berbalut selimut, tanpa memakai baju sehelai pun.
“Euhh.”
Gabriel yang bangun lebih dulu. Dia menggeliat. Gabriel baru sadar, dia tidur tak sendiri. Dia memeluk seseorang. Bukan bantal guling lagi. Gabriel tersenyum melihat wanita yang ada dihadapan dia.
Gabriel juga mengintip dibalik selimut. Dia tersenyum lagi melihat Aurora masih tanpa busana. Dengan badan polosnya.
“morning sayang.” Gabriel mencium kening Aurora.
“Morning.” Dia merasakan kecupan Gabriel di kening dia. Dia membuka matanya dan menatap laki-laki tampan itu.
“Tuan werewolf.” Katanya lagi dengan senyum.
“ratu werewolf. Jangan lupa itu, Hem?” dia mencolek hidung Aurora. Aurora mengangguk.
“emm, ok. Aku terima, tapi boleh aku gunakan kekuatan aku untuk balas dendam ke Tante dan om aku ya? Ke Chelsea juga.”
“no! Dibilang enggak, ya gak boleh.”
Aurora langsung cemberut mendengar jawaban gabriel. Tapi gabriel malah gemas dengan ekspresi Aurora. Dia mencium bibirnya yang manyun.
“gak boleh. Justru karena kamu ratunya, gak boleh sembarangan. Ok?”
“Males. Ngapain kalau gak bisa sembarangan. Kan aku ratunya. Nyebelin, tadinya tetap jadi manusia aja sih.”
Aurora mendorong badan Gabriel yang menempel ke badan dia. Dia mengambil selimut dan duduk dari sana. Dia pergi ke ruangan mandi di kamar itu.
“aku mau mandi. Mau lihat anak-anak. Kalau kamu gak izinin, aku bisa minta dukungan anak-anak.”
Dia menutup pintunya dengan keras. Gabriel dengan cepat ke depan pintu kamar mandi. Dia mau ikut mandi disana. Tapi Aurora juga menutup pintunya dengan cepata. Aurora juga kaget, dia baru melihat gerakan Gabriel secara sadar, itu cepat sekali.
“Sayang, aku bisa kayak kamu tadi? Yang gerak cepet?” tanya Aurora di dalam kamar mandi.
“hemm.” Gabriel yang cemberut, tak bisa ikut mandi dengan Aurora hanya menjawab dengan deheman.
“Hemm apa?” tanya Aurora lagi.
“Hemm, bisa.”
“Nanti habis mandi aku mau coba ahh.”
Tapi gabriel tak menjawab. Aurora selesai mandi. Dia keluar kamar mandi. Dia baru mau bertanya dan menghampiri Gabriel. Gabriel malah menghindari dia. Dia masuk dengan cepat ke kamar mandi dan menutup pintunya.
“sayang, kamu marah sama aku? Karena gak dibolehin mandi berdua?” Aurora bertanya dari balik pintu.
“menurut kamu Saja.”
Aurora Tertawa karena itu. Dia keluar dan melihat anak-anak. Di kamar semalam tak ada. Aurora turun.
“Lihat anak-anak?” tanya Aurora kepada para penjaga di sana.
Mereka menunjuk ke halaman luar. Arasy dan Arka sudah selesai mandi. Mereka sarapan dan mencari kakaknya diluar. Mereka malah ikut main di luar dan melihat-lihat luar.
Sudah lama sekali mereka tak melihat pemandangan hutan, pohon yang tinggi dan udara sejuk. Di kota lebih banyak polusi. Panas, gedung tinggi.
Arasy dan Arka sedang main lari-larian. Sedang main kejar-kejaran.
“Mama kok gak bangun-bangun ya?”
“papa juga.”
“lama banget bangunan.”
Arasy dan Arka yang membahas itu. Arthur diam melihat kedua adiknya main.
“hai sayang. Cari mama ya? Nunggu mama bangun?”
Aurora sempat kaget. Dia belum sampai di sana. Serang berjalan, tapi mendengar obrolan keduanya. Telinganya jadi lebih sensitif.
Setelah sampai, dia lebih kaget. Mereka main kejar-kejaran tapi cepat sekali.
“mama.”
Keduanya yang melihat Aurora langsung lari dan menghampiri Aurora. Mereka berdua memilik mamanya dengan erat.
“Woo, hampir jatuh mama.”
Aurora terkesiap. Dia hampir saja jatuh. Tapi Arthur ikut lari dan menagan tubuh Aurora yang mau jatuh.
“Makasih sayang. Kamu kuat banget.” Aurora kaget dengan kekuatan Arthur. Dia hanya mengangguk.
“papa mana ma?” tanya Arthur tak melihat papanya.
“em, lagi mandi.”
“Oh.”
Ketiganya mengangguk. Mereka menunjukkan hutan dan danaunya. Juga taman bunga.
“mama ingat disini. Arasy lahir disini. Arthur di danau apa ya? Atau siapa yang lahir disini?”
Banyak sekali mereka berbagi cerita. Sampai Arasy memetikkan bunga untuk mamanya. Arka membuatkan mahkota bunga.
“Lebih asik hidup disini kan mama?” Tanya Arthur kepada Aurora.
“Oh iya. Satu, mama mau minta izin. Memang tidak boleh menggunakan kekuatan mama untuk balas dendam dengan om dan Tante juga Chelsea? Mama kan ratu, Hadi aturan tidak berhak untuk mama kan?”
“Mama mau balas dendam?” tanya Arasy kepada Aurora. Mereka duduk di tengah taman bunga. Arasy tidur ditengah, dipangkuan mamanya. Arthur dan Arka tidur di samping Arasy. Samping kanan dan kiri.
“Iya.”
“arasy setuju, yang terakhir keterlaluan. Kalau mama kenapa-napa. Mama gak ada kita gimana?”
“Semuanya juga keterlaluan sih. Tapi tidak boleh mama.” Arka yang memberitahu. V
“Iya. Gak boleh mama, nanti Daddy yang dapat konsekuensinya dari para tetua.”
“Diapakan?”
“tidak tahu. Mungkin dicambuk, atau diturunkan dari tahta. Kita yang menggantikan.”
“Bisa juga dibunuh, mama sama Daddy. Jangan ya mama.” Kata arka menambah keterangan Arthur.
“Emm gitu ya kak? Jangan deh mama. Biarin aja mereka. Kan mama sudah sama aku.”
Gabriel berdiri di depan ke empatnya. Dengan tangan yang dilipat di depan dadanya. Tatapan yang masih kesal dengan Aurora.
“masih mau cari cara balas dendam ke mereka? Mau aku mati?” tanya Gabriel kepada Aurora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Nabila Yuli
semakiiiiin seruuuuuu
2023-02-09
0
Iki Agustina
Ayooo gabriel sudutkan momy araa
2023-02-09
0