Bug!
Brak!
Seketika itu tubuh Rendi terlempar dan tersungkur di tanah.
Verrel mendekati Sintia. Amarah nya langsung memuncak ketika melihat tanda merah bekas tangan besar Rendi tercetak di pipi sebelah kanan Sintia.
"Keparat!" Umpat nya menggeram marah.
Verrel kembali mendekati Rendi, menghajar pria itu habis habisan. Sedikit pun Verrel tidak memberi cela bagi Rendi untuk melawan.
Sedangkan Sintia, dia hanya bisa menonton aksi mereka. Rasa sakit yang Rendi berikan kepadanya. Membuat dirinya merasa enggan untuk membantunya.
"Hentikan!!!"
Sela berlari kearah mereka, dia mendorong Verrel, lalu Membantu Rendi berdiri.
"Kamu tidak apa apa?
Ayo kita ke rumah sakit"
Dengan susah payah, Sela membopong calon suaminya pergi ke rumah sakit. Kondisi Rendi sangat memprihatinkan.
Rea terdiam, dia masih syok melihat kondisi calon menantunya. Hingga tatapan matanya jatuh pada Sintia yang masih diam di samping Verrel.
Melihat Sintia tidak melakukan apapun untuk menghentikan perkelahian itu. Membuat Rea berasumsi bahwa, Sintia lah yang merencanakan semua ini.
"Kau. Apa kau yang merencanakan semua ini?"
Sintia menatap mama nya, dia tidak mengerti dengan pertanyaan mamanya.
"Jangan berpura-pura bodoh Sintia! Aku tahu sifat aslimu. Kamu sengaja kan menyuruh pria brengsek ini untuk melakukan semua ini!" Tuding Rea.
Verrel mengerutkN dahi nya, dia tidak pernah melihat seorang ibu begitu kejam kepada putri kandungnya sendiri seperti ini.
"Hei Bu, saya tidak marah kepada anda jika anda memaki atau mengumpat untuk saya. Tapi-",
"Tapi apa?" Sela Rea lantang.
"Jangan coba coba untuk menuduh calon istri ku melakukan hal hal yang tidak dia lakukan!" Sambung Verrel tegas dan lantang.
"Aku tidak menuduhnya, tapi itu lah kenyataan nya!" Balas Rea tak mau kalah. Dia menatap Sintia cukup lama, kemudian pergi menyusul Sela.
"Awas saja, jika terjadi sesuatu pada Rendi. Kalian akan aku beri pelajaran!" Ancam Rea sebelum pergi.
Brug..
Tubuh Sintia luruh ke tanah, kaki nya terasa lemas tak sanggup menompang tubuhnya sendiri.
"Sudah, kamu tidak perlu menangisi sesuatu yang membuat kamu hancur!
Bangun!
Bangun!!", Titah Verrel.
Sintia tidak mendengarkan nya, dia tetap menunduk di tanah, membiarkan air matanya mengalir begitu saja.
Bagaimana tidak. Hidup nya sangat pahit, mama nya tidak pernah berpikir baik tentangnya. Entah itu untuk diri nya sendiri, ataupun untuk orang lain.
Jika dia berpikir, bahwa dia bukan kah putri kandung mama nya. Itu jelas tidak mungkin. Karena wajah Sintia dan Rea cukup mirip.
Lalu, mengapa??? Mengapa mama nya melakukan hal ini terhadap dirinya.
"Mengapa semua orang tidak melihat ku dengan baik? Mengapa mereka selalu melihat ku buruk. Padahal aku sudah berbuat sangat baik" lirih Sintia meratapi nasib nya.
"Ayo Sintia, kita pergi dari sini. Aku merasa kamu tidak aman berada di sini!"
Sintia menurut saja, saat Verrel menggendong nya. Membawanya pergi tanpa membawa barang sedikit pun.
Saat sudah masuk ke dalam mobil, tiba-tiba seseorang berteriak memanggil nama Sintia.
"Nona Sintia!!"
Verrel menoleh, di mendapati seorang pelayan muda mengejar mereka.
"Siapa itu?" Gumam nya heran. Dia hendak menginjak gas mobilnya. Tiba-tiba Verrel di kagetkan oleh tangan Sintia yang tiba-tiba memegang lengan nya.
"Ada apa?" Tanya Verrel lembut.
"Tolong berhenti dulu, biarkan pelayan itu IKut kita. Dia adalah pelayan ku" mohon Sintia.
Verrel tidak menjawab, dia berpikir sejenak sebelum dia mengangguk setuju.
"Baiklah"
Verrel membuka kunci pintu mobil, lalu membiarkan Lena masuk ke dalam mobil di jok belakang.
Setelah itu, barulah mereka meninggalkan tempat itu.
"Terimakasih tuan, anda sudah memberikan saya ijin untuk ikut bersama nona muda" lirih Lena menunduk hormat.
Di rumah sakit.
Sela terlihat sangat panik, dia takut terjadi sesuatu yang serius pada Rendi.
Jika hal itu terjadi, maka dia tidak akan mau memaafkan Sintia. Dia akan membuat perhitungan pada adik licik nya itu.
"Kamu tenang yah nak, kamu sabar. Gak boleh panik. Nanti bayi dalam kandungan kamu ikutan panik" ucap Rea menenangkan putri sulung nya.
"Kalau terjadi sesuatu pada Rendi! Maka aku tidak akan mengampuni Sintia!" Geram Sela.
"Mama juga pasti akan membuat adik kamu jera" sambung Rea.
Mereka menunggu dokter memeriksa Rendi. Cukup lama, barulah dokter keluar dari ruangan UGD.
"Bagaimana dokter? Bagaimana kondisi calon suami saya?"tanya sela tidak sabaran.
"Tenang Nina, calon suami anda tidak mengalami hal yang serius. Hanya di beberapa bagian tulangnya saja yang mengalami keretakan. " Tutur dokter menjelaskan.
"untuk beberapa waktu, pasien harus di rawat di rumah sakit!"
Sela melebarkan matanya, bagaimana mungkin Rendi di rawat di rumah sakit. sedangkan acara pernikahan mereka akan segera di langsungkan.
"bagaimana ini ma? aku tidak mau pernikahan ku di tunda. Aku tidak mau perut ku gendut dan membuat aku jelek di hari spesial itu!" rengek Sela.
melihat pembicaraan ibu dan anak itu, dokter pun memutuskan untuk pamit pergi.
"ma, bagaimana ini?" desak Sela lagi.
"tenang lah Sela, waktu pernikahan mu masih panjang, kita masih ada kesempatan untuk mengobati Rendi!"
"Sekarang, hubungi calon mertua mu. Beritahu mereka, jika kamu dan Rendi ada di rumah sakit." titah nya.
Sela mengangguk patuh, dia segera menghubungi keluarga Rendi.
Tak lama kemudian, Keluarga Rendi pun datang. Mereka sangat terkejut setelah mendengar kabar putra mereka masuk rumah sakit.
"Apa yang terjadi papa kakak ku?" tanya Kaila menatap sinis pada Sela. Dia sejak awal yang memang tidak suka pada wanita ini, menjadi semakin tidak menyukainya.
"Kaila, pelan kan suara mu, ini rumah sakit" balas Sela menegur adik Rendi.
"Jangan menasehati Ki Sela,semua ini terjadi karena kau!"
Sela melebarkan matanya, ucapan adik Rendi sangat pedas saat menuduhnya yang tidak tidak.
"Apa kau melihat nya huh? apa kau tidak bisa bertanya dulu sebelum kau memberikan asumsi yang salah huh!", Sela mulai terbawa emosi. Dia tidak suka ketika ada orang lain menyalahkan dirinya.
"Benar Kaila, ini rumah sakit. Tidak baik berbicara dengan nada suara yang keras di sini" sambung Rea.
"Sudah Kai, jangan berisik. kakak mu sedang tidur. " titah Sia.
Gadis itu langsung terdiam, dia hanya melebarkan matanya pada gadis liar itu.
Sia wanita yang lembut, tapi dia juga bisa garang apa bila putra ataupun putrinya di ganggu.
Sia mendekati Rea, dia ingin tahu tentang kejadian yang sebenarnya.
Tentu saja, Rea menceritakan semua sesuai asumsinya. Yaitu menyalahkan Sintia.
Mendengar Rea terus menyalahkan Sintia, Kaila kembali berdiri di hadapan wanita itu.
"Kak Sintia tidak mungkin seperti itu?" ungkap kaila.
"Tapi itu kenyataan nya!" sahut Sela terpancing emosi.
" Gue gak percaya!"
"terserah" balas Sela acuh, dia sudah lelah hari ini. Jadi dia tidak mau membuang buang tenaga dengan gadis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments