Di dalam ruangan kerja nya, Verrel tersenyum melihat layar ponsel nya yang terpampang jelas wajah Sintia.
Verrel masih ingat, bagaimana ekspresi gadis itu ketika mengetahui bahwa dirinya adalah mantan kekasih kakak nya.
Dia gadis yang manis, lugu dan penurut. Cocok dengan Verrel yang tidak suka dengan wanita yang banyak cincong.
Tuk tuk!
"Masuk!"
Verrel menyimpan kembali ponsel nya ke dalam saku jas. Kemudian, menatap lurus pada Reno yang kini berjalan mendekat.
"Ada apa?" tanya Verrel sebelum Reno nya banyak basa basi.
"Maaf boss, di bawah ada seorang pria mengaku sebagai wakilan G grup. Dia ingin menemui anda"
"G grup?"
Reno mengangguk, "Seperti nya mereka ingin membahas soal negosiasi lahan yang akan kita bangun!" Jelas Reno lagi.
"Katakan pada nya, Aku sibuk dan tidak mau di ganggu!"
"Tapi-"
Reno langsung diam, kemudian mengangguk mengerti ketika melihat tangan Verrel terangkat keatas.
"Aku mengerti, permisi"
"Good" balas Verrel.
Beginilah ketika mereka berada di kantor. Hanya ada Boss dan asisten, berbeda jika mereka berada di rumah.
Jika di rumah, Reno akan berperan sebagai kakak, memberi saran dan juga mengkritik apa yang Verrel lakukan.
"Mencoba untuk memanipulasi Aku? Cih, jangan harap!" Dengus Verrel, mata nya menatap tajam keara pintu yang sudah tertutup rapat.
Grup G. Meminta agar Grup El atau lebih kerap di dengar oleh masyarakat adalah Grup Eldor, menghentikan pembangunan distrik. Mereka ingin membangun sebuah pabrik yang mana hanya akan menguntungkan mereka saja.
Sedangkan Verrel, dia membangun sebuah distrik, untuk menampung orang orang dari kalangan bawah. Memberi mereka kehidupan yang layak, setidaknya lebih kayak di bandingkan hidup di jalanan.
Berbeda dengan ruangan Sintia, meskipun sudah di pasang AC dengan suhu yang tinggi. Udaranya tetap terasa panas, entah mengapa Sintia merasa sesak berada di dalam ruangan nya sendiri.
Bagaimana tidak, setiap orang membicarakan nya. Mereka menebak nebak apa yang akan sintia lakukan ketika melihat kakak nya menikah dengan mantan tunangan nya.
"Sisa 3 Minggu lagi, ibu bendahara pasti akan sangat frustasi. Lihat lah, laporan nya saja berantakan"
"Iya benar, kasihan banget yah. Kalau aku yang berada di posisi nya,aku pasti sudah bunuh diri" sambung yang lain.
Sintia yang mendengar semua itu, hanya bisa mengepalkan tangan nya.
Brak!
"Laporan ini tolong di ulang! Kami menggaji kalian bukan untuk mengobrol!. Silahkan kerja dengan sangat baik!"
Semua orang terkejut, mereka hanya menunduk ketika Sintia tiba-tiba menggebrak meja mereka dengan tumpukan laporan.
"Dia mendengar pembicaraan kita, gawat ini"
"Aiss..."
Semua orang Sangat takut,mereka langsung kembali ke meja masing-masing, lalu mengerjakan laporan y g Sintia bawa.
"Huh, mulut mereka seperti tidak pernah sekolah!" Dengus Sintia.
Sintia beranjak kembali ke ruangan nya, dia tidak bisa membiarkan ejekan itu terus mengganggu hidup nya.
"Aku tidak bisa hidup seperti ini terus, aku tidak bisa. " gumam nya seraya mencari nMa seseorang di dalam kontak ponsel nya
"Verrel"
setelah menemukan nomor kontak pria yang baru beberapa hari ini dia kenal. Sintia langsung memanggil nya,memintanya untuk menemui nya di sebuah restauran.
Verrel menerima ajakan Sintia, namun pria itu ingin dia yang menentukan tempat mereka bertemu lagi.
Sinti setuju,di mana pun mereka bertemu. Bagi Sintia, di mana pun mereka bertemu. Terpenting untuk nya adalah berbicara dan membuat kesepakatan.
Setelah membuat janji dengan Verrel, Sintia pun bersiap untuk pergi keluar.
Saat hendak keluar, tiba-tiba Danrem masuk ke dalam ruangan Sintia, dan mendapati gadis itu sudah siap ingin pergi.
"Mau ke mana kamu?"
Sintia tidak berniat menjawab pertanyaan papa nya, namun pria tua itu terus mendesak nya.
"Mau kemana kamu di jam kerja ini huh?"
"Kemana pun itu, bukan urusan papa. Di sini aku hanya karyawan. Jadi, papa tidak berhak ikut campur dengan urusan ku!" bantah Sintia.
"Kenapa tidak, aku atasan mu. Aku berhak tahu kemana karyawan ku pergi di jam kerja seperti ini!"
"Itu berlaku pada karyawan yang membutuhkan pekerjaan nya. Tidak dengan aku yang kalian butuhkan!" Balas Sintia menggertak gigi nya.
Prok prok.
"Bravo Sintia, Bravo. Sekarang kamu sudah menunjukkan sifat asli mu. sifat pembangkang yang tidak tahu malu!"
"Kamu ingin keluar bertemu pria brengsek itu kan?"
"Verrel! Bukan pria brengsek! Nama nya Verrel!" Sela Sintia memperingatkan papa nya tentang kebenaran nama Verrel. Dia tidak suka papa nya menyebut calon suami nya dengan sebutan tidak baik seperti itu.
Danrem semakin emosi, dia sudah tidak mengenali putrinya lagi. Dia benar-benar sudah berubah.
"Aku tidak peduli, mau siapapun namanya. Aku tetap tidak akan membiarkan kamu mendekati pria itu!"
"Tapi aku, tidak meminta ijin mu!"
Sintia melewati papa nya begitu saja, meninggalkan ruangan kerja nya tanpa menoleh kembali ke belakang.
"Dasar anak durhaka!!" Geram Danrem. Kebencian pada Verrel semakin meningkat, dia tidak akan membiarkan pria itu menggapai Keluarga nya.
Sintia membuka kaca mobil nya, menatap sekeliling tempat mereka saat ini.
"Apa kamu gila? Kita bicara di tepi tebing?" tanya Sintia tidak percaya.
"Apa ada yang salah? Tempat ini amazing. Lihat lah, kita bisa melihat laut, kita juga bisa menikmati makanan di sana?"
"Ayo turun dan ikuti aku!"
Sintia menarik nafas dalam, kemudian keluar dari dalam mobil nya. Mengikuti Verrel yang kini berjalan mendekati penjual pinggir jalan.
Mereka duduk pada meja yang terletak di tepi tebing. Hanya pagar kayu yang menjadi pembatas meja itu dengan tebing yang sangat tinggi.
"Jika terjadi gempa, orang pertama yang akan terjatuh adalah kita" gerutu Sintia yang langsung di jawab oleh Verrel.
"Kalau begitu jangan doakan terjadi gempa, agar kita selamat!"
Sintia semakin geram, dia ingin memukul Verrel, namun pelayan dari pedagang pinggiran itu datang, membuat Sintia mengurungkan niat nya.
"Mau pesan apa kak?" tanya pelayan wanita yang terlihat akrab dengan Verrel. Dia bahkan berani mengedipkan sebelah matanya.
"Teh manis saja" jawab Sintia.
"Samain aja, untuk makanan nya aku mau seperti biasa!" sahut Verrel.
wanita itu tersenyum pada Verrel, lalu melirik sinis pada Sintia.
Sintia menggeleng melihatnya, dia heran mengapa wanita itu melakukan hal itu pada dirinya.
"Santai, tidak perlu di pikirkan. Dia hanya tidak tahu siapa kamu" bujuk Verrel menenangkan Sintia.
"its ok" balas Sintia.
"Kamu tahu, tempat ini adalah favorit ku dan juga beberapa teman ku. Kami sering datang kesini untuk memakan sup ayam yang paling enak di dunia!"
Verrel berusaha mencairkan suasana,dia terus bercerita. Menetralkan situasi mereka yang saat ini masih terasa canggung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments