Arrrrgggg!!
Prank!
Prank!!
Semua barang barang terlempar ke sana ke mari. Dalam sekejap, kamar yang tertata rapi bak kamar seorang ratu, berubah menjadi kapal karam, rumah yang baru terkena goncangan gempa vulkanik.
Sangat berantakan, barang berserakan di mana mana. Sela mengamuk, dia tidak habis pikir Kekasih nya kembali pulang, namun tidak memberitahu nya.
"Bagaimana mungkin dia kembali dalam keadaan seperti itu???
Dulu dia sangat miskin, dia selalu meminta uang pada ku!
Tapi, mengapa papa bilang dia mafia licik, apa dia hanya berpura pura padaku??"
Arrrggg...
Prank!
Prank.
Sela tidak bisa menerima semua ini, dia merasa di bohongi. Jika dia tahu pria itu kaya, dia sudah pasti akan mendesak pria itu menikah, dia pasti akan menunggu nya.
"Verrel sialan!!!!"
Tuk!! Tuk!!
Rea mendengar suara teriakan putri kesayangan nya dari luar, dengan segera dia mendatangi kamar putrinya, namun terkunci.
"Sela?? ada apa nak, kenapa kamu berteriak?"
Tuk! Tuk!
"Sela, buka pintu nya nak!!"
"Arrggg Pergi!!! aku tidak mau bertemu siapapun!!" teriak Sela dari dalam, membuat Rea semakin panik.
"Sayang, oh sayang...Ayo keluar nak, buka pintu nya. Jangan menghukum diri mu seperti ini" bujuk Rea.
Sela tetap tidak mau membuka pintu, dia memukul mukul perutnya. Untuk saat ini, dia menyesali mengandung anak dari Rendi. Dia tidak mau menikah dengan pria itu.
Namun. Nasi sudah menjadi bubur. Semua orang sudah tahu, jika dia sedang mengandung anak dari Rendi, mantan tunangan adik nya.
Ceklek.
Rea berhasil membuka pintu kamar Putri nya menggunakan kunci cadangan.
"Sela" dengan segera Rea merengkuh tubuh Sela, memeluk erat putrinya seraya menenangkan nya.
Sela menangis, dia terisak di dalam pelukan mama nya. Hati nya kesal, dia menyesal karena sudah mengkhianati pria yang memang dia cintai.
"Sudah sayang, jangan menangis. Sudah, kasian kandungan kamu, dia pasti tersiksa melihat ibu nya menangis"
"Tidak ma, aku benci bayi ini. Aku benci!!!"
"Tidak boleh! kamu tidak boleh membencinya. Meskipun kamu melakukan kesalahan, bayi mu tetap tidak bersalah sayang" sangkal nya.
"Tidak ma, karena bayi ini. Sintia dan Rendi gagal menikah. Aku kakak yang buruk, aku kakak yang buruk" Sela memukul mukul kepalanya, memulai akting di depan mama nya agar dia tidak di salahkan.
Rea menggeleng, dia ikut menangis sembari menahan tangan putrinya agar tidak memukul mukul tubuhnya lagi.
"Sudah nak cukup, jangan hukum dirimu begini. Semua sudah terjadi, kamu akan menikah dengan Rendi. Bayi mu aman, dia akan tetap memiliki seorang ayah. Kamu tenang yah..."
Sela terisak, dia tidak mengatakan apapun lagi. Membiarkan mama nya memeluk tubuhnya erat.
"Karena aku, Sintia jadi mencari pria sembarangan. Ini semua salah aku ma, dia jadi berubah juga gara aku ma!!"
"Tidak. Dia memang begitu, membuat kesalahan dan membangkang kepada orang tua. Itu bukan kesalahan mu. Kamu jangan menangis lagi. Mama dan papa tidak akan membiarkan dia menikahi pria itu!"
"Benarkah?" tanya sela sembari menghapus air matanya. Dia menatap mama nya, mencari kebenaran dari ucapan mama nya barusan.
"Iya sayang, mama dan papa tidak akan merestui mereka. Mama tidak akan membiarkan nama keluarga kita tercoreng karena anak tidak berguna itu!"
"Terimakasih ma, dengan begitu, aku tidak merasa bersalah lagi."
"Iya nak"
Mereka kembali saling berpelukan, Rea menghapus air mata putrinya lembut.
Sedangkan di tempat yang berbeda, dengan waktu yang sama. Sintia menikmati perjalanan nya bersama Verrel.
Jalanan menuju ke kota melewati pinggir tebing, yang langsung menghadapkan mereka ke hamparan laut lepas.
Dari dalam mobil, Sintia dapat menikmati sunset.
"Wah, indah sekali" decak nya.
"Kamu suka?" tanya Verrel.
Sintia menoleh, lalu mengangguk antusias. Dia sudah lama ingin menikmati pemandangan ini. Namun, dia tidak bisa melakukan nya. Rendi tak pernah bersedia menemaninya, Keluarga nya juga tidak mau mengajak nya liburan. Mereka selalu beralasan sibuk, dan lelah.
Karena itulah Sintia sering menghabiskan waktu di taman dekat danau. Meskipun dia tidak bisa melihat sunset dengan jelas, setidaknya dia bisa menikmati cahaya senja.
"Apa kita perlu berhenti untuk menikmatinya?"tanya Verrel.
"Apa boleh begitu??" tanya Sintia dengan mata berbinar.
"Tentu saja, demi kamu apapun aku lakukan."
Verrel menepikan mobilnya ke tepi tebing, lalu Verrel menekan tombol untuk membuka atap mobil nya.
Dengan begini, mereka bisa menikmati pemandangan sunset dengan sangat indah.
Senyum bahagia tak lepas dari wajah Sintia, dia terlihat sangat bahagia.
Verrel ikut tersenyum, gadis di sampingnya ini sangat unik. Secara diam diam Verrel mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil potret dirinya dan Sintia.
Hari yang sangat melelahkan, berbagi kejadian terjadi hari ini. Namun, Sintia merasa hari ini adalah hari yang paling indah baginya.
"Terimakasih sudah membuat hati kelam ku menjadi sedikit berwarna" tutur Sintia tersenyum tulus.
Melihat wajah datar Verrel, senyum tipis Sintia langsung menghilang.
"Apa yang salah, mengapa wajah mu masih terlihat datar seperti itu?" protes nya.
"Memangnya kenapa? wajah ku memang seperti ini. Kau tidak bisa mengubahnya!" balas Verrel.
"Mengapa tidak bisa, bukan kah kamu bisa merubah hari kelamku menjadi berwarna, mengapa aku tidak bisa merubah wajah mu yang datar ini!"
Dengan sigap, Sintia mengarahkan tangan nya ke wajah Verrel, lalu menarik setiap sudut bibir Verrel membentuk sebuah lengkungan senyum.
"Nah, begitu kan tampan!" gumam nya tersenyum. Tanpa ia sadari, posisi mereka saat ini sangat dekat.
Verrel yang mengemudi jadi tidak fokus.
Teteetttrr...
"Arrggggg!!!!" teriak Sintia terkejut melihat truk besar di depan nya.
Verrel juga terkejut, dia langsung membelokkan setirnya ke samping kiri. Sehingga mobil kembali ke jalur dan terhenti di pinggul jalan raya.
Beruntung, tidak terjadi sebuah kecelakaan. Verrel berhasil menghindari truk besar yang berlawanan arah dengan nya.
Fyuu..
Verrel menghembuskan nafas lega, dia menoleh ke samping menatap Sintia yang seperti nya sangat syok.
Sintia terdiam, matanya menatap lurus ke depan tanpa berkedip, mulutnya terbuka lebar.
Verrel membuka sabuk pengaman nya, mencoba menyadarkan wanita itu.
"Sintia...Sintia..." panggil nya pelan seraya menggoyang pelan bahu Sintia.
"Sintia"
Huff..
"Huhh apa, apa aku sudah mati? apa kita mati??", tanya Sintia panik, dia meraba raba tubuh nya, berpikir dia sudah hancur bersama mobilnya.
"Tenang Sintia,"
"Tidak, hiks...Aku bahkan belum menunjukkan pada semua orang. jika aku akan menikah. Hikss...Hikss... Bagaimana ini" Isak Sintia panik. Dia mengabaikan Verrel yang berusaha menyadarkan nya.
"Sintia tenang lah" ucap Verrel. Namun, Sintia tetap histeris dan tidak mendengarkan nya.
"Sintia cukup! diam!! Tenang!" bentak Verrel dengan suara keras.
Sintia langsung terdiam, meskipun dia masih terisak.
"Apa kita sudah mati?" isaknya.
"Tidak Sintia, kita selamat. Kita masih hidup"
"Benarkah? kamu tidak bohong kan?"tanya Sintia masih belum percaya.
Cup!
"Apa kamu percaya Sekarang?" tanya Verrel setelah mengecup bibir pucat gadis itu.
Sintia terdiam, dia baru percaya bahwa mereka selamat.
Melihat Sintia sudah tenang, Verrel pun kembali melanjutkan perjalanan mereka. Membuka jas nya sebelum melanjutkan mengemudi, kemudian menyelimuti ke tubuh Sintia.
"Tidur lah, kita akan pulang dengan selamat. Bersama ku, kamu tidak akan pernah dalam bahaya, aku janji" bisik Verrel mengucapkan janji.
Sintia mengangguk, kemudian memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments