Kenyataan yang Tak Sesuai Harapan

Melihat Anna berjalan semakin jauh Adi kembali menyimpan rokoknya ke dalam saku lalu menyusul Anna dengan berlari kecil.

"Gak jadi ngerokoknya," ucap Adi memberitahu.

Anna kemudian memilih duduk di gazebo yang kebetulan berada tak jauh dari dirinya yg sang sedang berdiri. Lalu Adi pun ikut menyusul duduk bersisian di sebelah Anna.

"Na, sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu yang penting sama kamu." Laki-laki berkulit putih itu pun mulai membuka obrolan di antara mereka.

"Ya, tinggal ngomong aja." Anna menjawab singkat.

"Sebenarnya, Sebenarnya ... saya anu ... " Kalimat Adi menggantung sepertinya pria itu terlihat ragu saat ingin menyampaikan sesuatu yang penting kepada Anna.

Sedangkan Anna mengerutkan dahi merasa aneh dengan sikap Adi yang menurutnya malah mendadak menjadi gagu seperti ini.

"Kalau mau ngomong, ya, tinggal bilang, saja gak usah ragu," pancing Anna kemudian.

"Tapi janji kamu jangan marah sama saya." Adi mengajukkan persyaratan.

"Ya, tergantung apa yang ngegantung, lah." Anna menjawab malah dengan sedikit bercanda.

"Na, sebenarnya saya ... Saya ini sudah beristri."

Sepersekian detik Anna membisu. Mencoba mencerna apa yang dikatakan Adi barusan. Hatinya berusaha menolak apa yang diungkapkan Adi barusan adalah bohong. Anna masih berharap jika lelaki yang lagi bersama dengan dirinya itu hanya sedang mengajaknya bercanda.

"Tapi, saya menikahinya dulu bukan karena atas dasar cinta apalagi suka sama suka." Kalimat berikutnya dari Adi sudah cukup membuat Anna sadar jika laki-laki itu memang sedang berbicara serius dan apa adanya tidak sedang menge-prank dirinya.

"Sudah punya anak?" Anna mulai terpancing walaupun di jauh dasar hatinya merasa seolah ada rasa bongkahan kecewa yang ia rasa.

"Kami sudah memiliki anak perempuan berusia dua tahun sekarang." Lelaki itu menjawab seakan tak merasa bersalah sedikit pun. Tak mempedulikan bagaimana perasaan Anna yang seolah kehilangan harapan dalam sekejap.

Beberapa tahun yang lalu.

"Di, Lo belum bisa dibilang hebat jika Lo belum mampu mendapatkan dan menikahi Lusi anak gadisnya Pak Susilo yang terkenal kaya raya dan sangat berpengaruh itu di kampung kita," ucap salah satu teman nongkorngnya kala itu.

Adi yang saat itu merasa tertantang dengan penuh percaya diri mulai mendekati gadis berparas ayu itu. Lusi yang menilai Adi terlihat menawan, baik, dan sopan langsung jatuh hati pada pandangan pertama saat itu.

Dengan modal seadanya Adi langsung meminang dan menikahi gadis taruhannya itu walaupun awalnya sempat ditolak oleh kedua orang tua Lusi terutama oleh ayahnya yang mengharapkan mendapatkan menantu dari kalangan yang sederajat dengannya.

Namun, karena Lusi pada waktu itu sudah terlanjur jatuh cinta dan tak bisa terlepas dari Adi sang ayah pun menyerah. Dengan terpaksa harus melepas anak gadisnya kepada lelaki yang hanya berprofesi sebagai karyawan biasa itu.

Pergaulan Adi yang saat itu tidak terkontrol dan cenderung nakal karena terbawa arus pergaulan yang salah sering sekali membuat dirinya salah jalan dan lepas kendali.

Adi menganggap suatu pernikahan itu hanya untuk ajang main-main dan hiburan saja tidak sama sekali dilandasi dengan niat yang lurus apalagi berniat menikah untuk ibadah.

Karena kesehariannya pun sangat jauh dengan moral-moral keagamaan. Jangankan mengerjakan perintah yang hukumnya Sunnah yang wajib pun sering kali ia abaikan begitu saja. Berbanding balik dengan Lusi yang memang terlahir dari keluarga agamis sehingga wanita itu tumbuh menjadi wanita yang taat kepada syariat agama.

Begitulah jika dari awal pernikahan sudah dilandasi dengan hal yang tidak baik maka ke depannya pun sering kali sulit untuk mewujudkan rumah tangga yang ideal. Suatu pernikahan terjadi karena sebuah taruhan murahan maka hasilnya pun tidak akan pernah merasakan kebahagiaan seperti halnya yang dicari oleh pasangan suami istri pada umumnya.

Pada tahun pertama pernikahannya Adi mulai merasa bosan, jenuh dengan rutinitasnya sebagai suami. Sehingga lama kelamaan sifat dan kebiasaan semasa sebelum menikah pun mulai muncul. Lelaki itu diam-diam mulai mencuri waktu untuk berkumpul bersama teman nongkrongnya. Menghabiskan waktu semalaman bersama teman dengan minuman beralkohol di suatu tempat yang mereka jadikan sebagai markas.

Tak pernah mempedulikan keadaan sang istri yang sedang dalam keadaan hamil tua yang pastinya sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari suaminya. Tapi, kenyataannya Adi malah merasa nyaman, merasa bebas dan bahagia ketika berkumpul bersama kawan-kawannya yang kebanyakan masih berstatus bujang dan single itu.

Sedangkan Sulis, sang istri kerap menangis seorang diri di dalam kamarnya meratapi nasibnya yang diabaikan suami dalam keadaan berbadan dua. Wanita muda itu tak ada keberanian untuk menceritakan luka batinnya itu kepada ayah dan ibunya. Karena ia merasa dirinyalah yang dulu memaksa untuk diperistri oleh Adi, lelaki pilihan hatinya kala itu.

Pada suatu malam pergantian tahun baru Adi lebih memilih pergi bersama teman-temannya dengan mengendarai sepeda motor R-xing secara bergerombol ke suatu tempat hiburan malam dan menghabiskan uang dalam satu malam laknat itu dengan pesta minuman beralkohol dan menyewa wanita malam di hotel terdekat yang sudah dipersiapkan dari sebelumnya.

Sedangkan sang istri di rumah sakit sedang berjuang bertaruh nyawa demi lahirnya sang buah hati ke dunia yang fana ini. Lusi berjuang seorang diri tanpa kehadiran suami di sisinya. Tak ada yang memberikannya semangat saat wanita itu melawan sakit yang luar biasa di bagian perut buncitnya. Tak ada kecupan penuh cinta di keningnya sebagai tanda ucapan terima kasih dari ayah sang anak yang sudah dilahirkannya. Lusi, perempuan malang itu harus melalui perjuangan seorang diri. Hanya sang ibu yang berusaha menguatkannya. Yang selalu merasa cemas tatkala melihat anak perempuannya itu tergolek lemah di ruang persalinan tanpa sosok suami di sampingnya.

Tanpa diminta laki-laki itu menceritakan semua masa lalunya kepada Anna tanpa ada satu pun yang ditutup-tutupi. Seakan tak peduli dengan penilaian Anna akan seperti apa terhadap dirinya setelah mengetahui latar belakang kehidupannya yang kelam.

Sedangkan Anna hanya mampu diam seribu basa selama Adi mengurai masa lalunya tanpa menyela dan memberikan komentar apa pun. Anna tak menyangka jika dirinya terutama hatinya sudah terperangkap dengan orang yang salah.

Anna baru menyadari jika penampilan seorang lelaki itu tak bisa dijadikan sebagai patokan lelaki itu sebagai laki-laki yang benar-benar baik yang tidak pernah memiliki masa lalu yang suram.

"Terus maksud dari ini semua apa?" Anna seolah sedang berbicara kepada dirinya sendiri.

"Maksudnya?" Kedua alis tebal Adi hampir bertaut.

"Maksud dari kamu mengajakku ke sini? Tadi mentraktir bakso itu untuk apa? Apa kamu tidak merasa berdosa jika di rumahmu sana ada seorang wanita dan seorang anak balita yang sedang menanti kedatanganmu saat ini?" tanya Anna panjang lebar dengan tatapan sinis ke arah pria yang sedang berdiri di hadapannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!