Setelah pertemuan pertama dengan Lukman hari-hari yang dijalani Anna terasa semakin berwarna dirasa oleh gadis bertubuh kecil itu.
Bagaiman tidak? Mulanya perempuan itu mengira Lukman akan pergi tanpa jejak atau mundur alon-alon. Karena Anna merasa banyak gadis yang lebih sempurna dan berada di luaran sana.
Namun, nyatanya sikap Lukman malah semakin menunjukkan keseriusan dan ketulusannya kepada Anna dengan sering memberi perhatian-perhatian kecil walaupun hanya via SMS dan telepon saja. Tapi bagi Anna sudah cukup membuatnya berbunga-bunga.
Baru keluar dari kamar mandi Anna dikejutkan dengan suara telepon dengan nama konta Ina di layar ponsel milik Lukman yang sudah dipegangnya dari kemarin semenjak mereka bertukar pinjam hape sekaligus dengan kartu sim masing-masing.
Hati Anna diliputi keraguan untuk mengangkatnya khawatir yang sedang menelpon itu adalah perempuan istimewanya Lukman. Anna merasa belum siap jika ia harus menelan kekecewaan jika Lukman memiliki tambatan hati selain dirinya sendiri.
Karena dering telepon yang dilakukan berulang itu sangat mengganggu Anna. Akhirnya dengan hati yang berat ia mulai memijit tombol jawab di kaypad Nokia type N 70 milik Lukman.
Sambungan telepon mulai terhubung di sebrang sana. Benar saja pemilik nomor yang sedang menelponnya itu adalah seorang wanita muda bersuara merdu.
Anna menjawab salam yang diucapkan perempuan yang memiliki nama Ina itu.
Ina merasa heran kenapa nomor Lukman yang sedang dihubunginya itu malah yang ngangkat seorang wanita. Bukankah selama ini ia sering telponan dan mengobrol banya dengan Lukman menggunakan nomor yang ini. Kenapa tiba-tiba orang yang lain ngangkat.
Hati Ina bertanya-tanya seorang diri. Perasaannya diliputi rasa penasaran yang tinggi.
"Halo ... maaf ini dengan siapa? Kenapa hape Lukman bisa berada di kamu?" tanya Ina beruntun.
Anna yang mendapatkan pertanyaan seperti itu sempat terdiam. Berusaha menguasai hati dan mencoba bisa setenang dan serilex mungkin.
"Maaf, Teh, saya Anna. Teman barunya Lukman. Hapenya Lukman berada di tangan saya, ya, karena kami memang sengaja tukar pinjam hape." Anna menjawab sekaligus menjelaskan dengan panjang kali lebar.
"Ini pacarnya Lukman, ya?" Ina mulai terdengar mengintrogasi.
Anna tidak menjawab. Ia malah membalikan pertanyaan terhadap Ina.
"Emang Teteh sendiri pacarnya Lukman?" pancing Anna.
"Emh, bukan, sih. Tapi kami berdua sudah sering telponan." Ina berkata apa adanya.
Ina berpikir pasti perempuan yang sedang memegang ponsel Lukman itu merupakan wanita yang sangat spesial di mata Lukman. Buktinya mereka berdua sampai harus menukar hapenya masing-masing.
"Kamu beruntung, ya, bisa sedekat itu dengan Lukman," ucap Ina kepada Anna.
"Kenapa gitu?" Anna balik nanya.
"Ya, gak apa-apa, sih."
Ina memang sudah menaruh hati kepada Lukman sejak lama. Tapi, wanita itu tak ada nyali jika harus mengakui dan mengatakannya secara langsung kepada lelaki yang sudah membuat dirinya merasa nyaman ketika mereka ngobrol dan sekadar bertukar pikiran.
Namun, kenyataannya tidak seindah yang dibayangkan karena selama ini Lukman hanya menganggap Ina sebatas teman saja. Tidak lebih dari itu. Bagi Lukman Ina bukanlah tipe cewek yang termasuk ke dalam kriteria yang ia cari selama ini.
Dulu Ina mengenal Lukman karena Ina kerap kali bermain bersama Mia adik dari Lukman. Ina kadang menginap di rumah Mia demi bisa bertemu dan melihat Lukman berlama-lama.
Walaupun wanita itu bisa menangkap sinyal jika Lukman tak pernah terlihat tertarik kepadanya. Tapi bagi Ima bisa sekadar memandang dari kejauhan saja sudah membuat hatinya bermekaran. Apalagi jika bisa saling berdekatan sambil berbincang berdua.
Seperti pada suatu sore. Ina kala itu berusaha membujuk Mia agar dirinya diizinkan 7ntuk bisa menginap di rumah Mia.
"Tapi, Kakakku sekarang ini sedang tidak ada di rumah, lho, Kak Lukman sedang berada di pesantrennya. Percuma nanti kamu gak bisa bertemu dengannya." Mia berusaha memberikan penjelasan berharap Ina mengurungkan niatnya untuk bermalam di rumahnya.
"Gak apa-apa Mia. Aku cuman hanya ingin nginap saja biar kita nanti bisa sekalian curhat sepuasnya sampe malam hari." Ina masih keukeuh dengan keinginannya sendiri.
Karena terus didesak oleh sahabatnya itu Ina pun mengizinkan menginap di rumahnya. Pikir Mia lumayan juga bisa jadi teman ngobrol menjelang ia tidur nanti.
"Makasih banyak ya, sahabatku kamu memang teman ter-ter buatku." Ina bersorak girang seraya merangkul dan memeluk Mia secara spontan yang membuat Mia gelagapan.
"Apaan, sih, pake acara peluk-peluk segala. Malu tahu, tuh, dilihatin banyak orang. Nanti dikira kita cewek apaan lagi." Mia berusaha melepaskan dirinya dari pelukan sahabatnya tersebut.
Karena mereka saat itu sedang berada di alun-alun kota Menes saat pulang dari tempat kuliah dan mampir di sana hanya untuk nongkrong dan membeli jajanan yang banyak berjejer di sepanjang alun-alun.
Ina meminta agar Mia membolehkan dirinya untuk langsung ikut Mia ke rumah Mia tanpa harus pulang terlebih dulu ke rumahnya sendiri.
"Memang kamu gak dicariin orang tuamu sendiri nanti?" tanya Mia khawatir.
"Lah, Lo kek gak tahu aja kedua orang tuaku sesibuk apa. Gak bakalan mereka nyariin aku ada di mana sedang dengan siapa. Yang berada di pikiran emak bapakku itu hanya kerjaan dan duit yang banyak saja. Mereka tak pernah berpikir bagaiman perasaannya aku ini yang jadi anaknya jadi kurang kasih sayang dan perhatian sejak aku kecil dulu hingga aku beranjak dewasa begini." Panjang lebar Ina mencurahkan isi hati yang selama ini mengganjal di dalam dadanya yang terasa sesak.
Kadang Ina merasa iri terhadap Mia teman kuliahnya itu. Dilihatnya Mia tak harus merasakan bagaimana rasanya haus akan belaian dan perhatian kecil dari orang terdekat terutama sosok ayah dan ibu. Mia selalu berada dalam limpahan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua dan kakak lelakinya.
Hingga Ina merasa iri ingin juga merasakan bagaimana rasanya disayang dan diperhatikan oleh seorang kakak dan keluarga lainnya. Hal itulah yang memicu Ina begitu sangat terobsesi dengan sosok Lukman yang menurutnya sangat dewasa dalam bersikap dan memperlakukan adik perempuannya begitu baik.
Bagi Ina sendiri selain berwajah tampan Lukman merupakan sosok lelaki yang patut dikagumi karena pembawaannya yang cool, tapi tetap ramah kepada setiap orang termasuk kepada Ina yang kerap disalah artikan oleh gadis bertubuh tinggi itu.
"Mi, kamu tahu gak, ternyata kakakmu itu diam-diam udah punya pacar, lho," bisik Ina tepat di belakang telinga Mia.
Mia mendelikkan kedua bola matanya menandakan ekspresi seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ina barusan.
"Serius, Lo? Kata siapa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments