Pemuda Asing

Pagi ini Anna bangun lebih awal dari biasanya walaupun gadis itu sedang tidak salat karena sedang kedatangan tamu bulanan.

Kebiasaan Anna dari pertama kali mendapatkan haid lama waktunya hingga mencapai 2 Minggu atau tepatnya selama lima belas hari berturut-turut. Dan itu menurut keterangan dalam kitab Safinah masih dalam tahap normal dan wajar begitu pula menurut kalangan medis. Jadi, yang hsidnya mencapai lima belas hari itu bukan termasuk darah istihadoh atau darah penyakit.

Karena dalam ketentuan fikih. Paling sedikitnya keluar darah haid itu yaitu satu kali keluar atau biasa disebut satu kecrotan dan paling banyak atau paling lamanya keluar haid itu selama 2 Minggu atau lima belas hari. Jika keluar lebih dari lima belas hari maka itu sudah termasuk ke dalam darah penyakit atau darah istihadoh.

Sedangkan batas suci dari haid pertama ke haid berikutnya juga paling sedikit harus tunggu hingga lima belas hari. Jika masih kurang dari lima belas hari sudah keluar haid itu bukan darah haid.

Anna sudah membersihkan diri dari kamar mandi dan kini gadis itu sedang memakai seragam yang akan ia kenakan saat acara ikhtifalan yang sebentar lagi dimulai di sebuah majelis TPA yang berada di kampungnya sendiri.

Setelah semuanya siap Anna berjalan ke arah rumah Yuli untuk mengajak berangkat bareng menuju tempat acara. Yuli pun sudah siap dengan baju batik yang sama dengan yang digunakan oleh Anna. Batik berwarna hijau muda itu diberikan oleh bapak ketua yayasan yang sudah mendukung acara ikhtifalan yang diadakan rutin setiap satu tahun sekali itu.

Anna dan Yuli ditunjuk dan dipercaya untuk menjadi pembawa acara di acara pagi ini. Oleh karena itu mereka berdua memastikan penampilannya sebaik dan sesopan mungkin agar sedap dipandang oleh para tamu undangan dan para peserta acara ikhtifalan yang kebanyakan diikuti oleh anak-anak usia SD dan SMP di kampung Anna tinggal.

Tempat acara sudah dipadati oleh banyak orang. Seisi kampung kecil itu seolah tumpah ruah di sana untuk ikut memeriahkan acara. Semua orang ikut keluar rumah tanpa terkecuali. Besar kecil, tua muda, ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak remaja semua tumpah ruah menjadi satu dalam satu tempat yang tidak terlalu luas itu.

Tenda sederhana dan panggung kecil dadakan sudah terpasang dengan sempurna ketika Anna dan Yuli sudah sampai di tempat acara. Mereka berdua langsung menuju panggung dan memosisikan diri di tempat khusus untuk pembawa acara yang sudah disediakan oleh panitia.

Untuk pertama yang membuka acara diambil alih oleh Anna langsung sedangkan Yuli hanya ikut berdiri di samping Anna sebagai pendamping.

Ketika Anna sedang membacakan susunan acara yang akan berjalan hari itu tanpa sepengetahuan Anna ada beberapa tamu undangan pria dari desa sebelah yang sengaja ikut diundang oleh panitia.

Salah satu tamu undangan itu ada seorang laki-laki bercelana hitam panjang dan memakai kemeja pendek berwarna biru serta berpeci hitam yang diam-diam memperhatikan Anna dari jarak hanya beberapa meter saja. Sedangkan Anna yang sedang fokus dengan teks di tangannya tidak terlalu peduli jika dirinya sedang jadi perhatian pemuda ading yang baru datang tadi.

Pemuda itu duduk di dalam ruangan majelis bersama tamu undangan lainnya. Sedangkan matanya tak lepas dari Anna yang masih berdiri di depan berdampingan dengan Yuli. Kebetulan ruangan majelis yang kaca jendelanya transparan itu persis berhadap-hadapan dengan panggung tempat di mana Anna sedang berdiri di sana. Sehingga kaki-laki itu pun bisa dengan bebas melihat Anna.

"Itu yang sedang berdiri di sebelah kanan namanya Anna. Dia itu masih gadis belum ada laki-laki lain yang datang meminangnya," bisik salah satu tamu undangan yang diperkirakan usianya di atas lima puluh tahun itu tiba-tiba saja berbisik tepat di telinga pemuda yang sedari tadi diam-diam memperhatikan dan curi-curi pandang kepada Anna.

Pemuda itu pun menjadi gelagapan merasa malu sendiri saat menyadari dirinya ada yang tahu jika dirinya dari pertama datang hingga saat ini masih terus memerhatikan Anna dari kejauhan.

"Orang mana itu?" tanya pemuda itu berbasa-basi.

"Orang asli sini tapi baru pulang mondok dan lulus sekolah SMA beberapa tahun yang lalu di kota sebelah." Bapak-bapak yang sepertinya sudah mengenal Anna itu memberikan penjelasan.

"Kalau minat nomor teleponnya, nih, ada di saya," ucap bapak bertubuh gempal itu menawarkan.

"Boleh," jawab pemuda itu pendek.

Pria ading itu mengeluarkan ponselnya dari saku kemeja. Lalu mulai mengetik satu persatu nomor yang tertera di ponsel bapak yang duduk persis di sebelahnya.

Setelah nomor tertulis dan memastikan tak ada yang tertukar pria kisaran berdua 28 tahun itu pun kemudian menyimpan kontak Anna di ponselnya tanpa sepengetahuan yang punya nomor.

***

Seminggu berlalu usai acara ikhtifalan.

Anna baru saja membuka mukena lalu melipatnya dan menggantikannya kembali di kastok yang menempel di dinding kamarnya. Baru saja perempuan itu hendak membaringkan tubuh di tempat tidur gadis itu pun dikejutkan dengan nada dering ponselnya yang tergeletak begitu saja di meja samping tempat tidur.

Dilihatnya nomor tak dikenal yang saat ini sedang menelponnya. Walaupun ragu Anna pun tetap menjawabnya.

Di ujung telepon sana Anna mendengar suara bas seorang laki-laki yang asing di telinganya bukan suara Lukman ataupun suara lain yang sudah dikenalnya.

Pria bernama Furqon itu pun lalu mengenalkan dirinya kepada Anna. Lelaki itu mengaku hisa mendapatkan nomor Anna dari teman kerjanya Anna yang kebetulan satu desa dengan Furqon.

Laki-laki itu pun mengaku sudah melihat sosok Anna secara langsung ketika Anna beberapa Minggu lalu sempat menjadi MC di acara ikhtifalan anak-anak di tempat TPA tempatnya mengajar ngaji anak-anak. Dan ketika itu Furqan menjadi tamu undangan bersama yang lain dari desa sebelah.

Sedangkan Anna sendiri tidak pernah tahu dan merasa tak pernah melihat sosok Furqon seperti apa.

"Sudah berapa kali Kak Furqon pernah melihat aku?" tanya Anna penasaran.

"Kalau gak salah satu kali doang. Itu pas Anna jadi MC. Temen Kakak di sana yang kebetulan kenal Anna ngasih nomor Anna sama Kakak tanpa diminta waktu itu," ujarnya jujur.

"Boleh gak lain waktu Kakak main ke rumah Anna?" tanyanya bersemangat.

"Kalau sekadar main doang ya, boleh-boleh saja. Mangga." Anna menjawab ramah.

"Gak ada yang marah, kan?" cecar pemuda itu kemudian yang membuat Anna kebingungan.

"Gak ada." Anna menjawab dengan mantap ketika tiba-tiba ia ingat dengan sikap Lukman yang sudah tega mempermainkan perasaanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!